By Tadjuddin Malik dosen STAI DDI
Polman Sulbar
A.
Pendahuluan
Salah
satu gebrakan baru bagi umat muslim di Indonesia pada akhir abad 20 adalah
lahirnya perbankan syariah. Salah satu cirinya adalah meninggalkan prinsip
bunga atau riba dan menerapkan prinsip bagi hasil. Indonesia dengan penduduk
kurang lebih 220 juta orang, lebih 80 % beragama Islam. Para pengusaha,
individu yang agamais sudah mulai mempertanyakan kehalalan operasional Bank
Konvensional dengan system bunga atau riba. Islam melarang praktik muamalah
yang mengandung riba dan dapat menimbulkan riba sesuai dengan prinsip dasar
ajaran islam. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa bunga bank itu adalah
riba, dan karena itu hukumnya haram. Oleh karena itu, untuk melayani umat Islam
yang begitu besar jumlahnya, diusahakan adanya system perbankan yang beroperasi
tidak mengenakan bunga kepada nasabahnya atau lazim disebut perbankan
berdasarkan prinsip syariah.
Menurut
Pasal 3 Undang-undang No 7/1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan
Undang-undang No 10/1998 serta Pasal 4
(1) Undang-undang No 21/2008 tentang Perbankan Syariah, perbankan menjalankan dua
fungsi pokok,
yaitu fungsi menghimpun
dana dari masyarakat dan fungsi menyalurkan dana kepada dunia usaha. Pelaksanaan
kedua fungsi tersebut terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara perbankan
konvensional dengan perbankan syariah. Perbankan konvensional melakukan kedua fungsi
tersebut berdasarkan imbalan bunga, sedangkan perbankan syariah menghindari
imbalan bunga, tetapi dengan cara bagi hasil dari bisnis yang bersifat musyarakah dan mudharabah, mark-up harga
terhadap jual beli (murabahah), hasil
sewa dari ijarah serta fee dari kegiatan jasa-jasa perbankan.
Bank
konvensional melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat pada umumnya menggunakan
instrumen simpnan yang disebut giro, tabungan, sertifikat simpanan berjangka dan
pinjaman antar bank melalui pasar uang dengan imbalan bunga yang dihitung berdasarkan
besarnya dana, lamanya waktu berjalan dan jenis simpanan nasabah. Dana simpanan
nasabah tersebut dicampur dan dikemas dalam suatu “kernjang dana” kemudian di
alokasikan dalam bentuk kredit yang dapat bersifat eksploitasi, kredit
inventasi dan konsumtif menurut kehendak dan keputusan manajemen bank umum
konvensional yang berorientasi pada profit, tanpa harus minta persetujuan terlebih
dahulu dari pemilik dana untuk penggunaannya. Bank Konvensional
bersifat
perantara
(intermediasi) di bidang keuangan,
perantara antara investor atau pemilik modal (pemegang saham, penabung,
deposan) dengan pengelola atau pengguna modal (debitur) dan memperoleh
pendapatan sebagian besar dari selisih antara hasil penyaluran dana yang
disebut bunga kredit dengan biaya pengerahan atau biaya penghimpunan dana yang
disebut bunga dana (cost of funds ),
biaya-biaya tetap (overhead cost) dan
biaya-biaya operasional lainnya (Operational
cost). Penjumlahan antara Cost of
funds, operational cost dan overhead
cost disebut cost of money
perbankan.
Bank
syariah juga seperti halnya dengan bank konvensional memperoleh keuntungan dari
hasil alokasi dana dikurangi biaya perolehan dana, namun secara teknis
operasional atau aplikasinya menjauhkan diri dari praktik bunga dan
menggantinya dengan prinsip bagi hasil.
Bank syariah dalam menghimpun dana pada dasarnya menggunakan system bagi
hasil (profit and loss sharing) dengan para nasabah investor
(deposan, penabung, giran) yang dikenal dengan system kemitraan, yang dapat
berbentuk Al Mudharabah, al wadi’ah yad adh-dhamana. Pemegang
saham sebagai syirkah atau pemilik
mempunyai hak deviden bank. Simpanan dana ini, dialokasikan berdasarkan akad
tertulis yang telah disepakati antara nasabah pemilik dana dan bank syariah, ada yang
URIA ( Unrestricted
Investment
Account) dan ada juga RIA (restricted
Investent Account). Jenis simpanan ini semuanya disesuaikan dengan keinginan nasabah pemilik dana dan
penempatannya pun harus terhadap bisnis yang halal, tidak mengandung gharar, maysir, riba, dzalim,
objeknya tidak haram dan sebagainya yang dilarang hukum agama Islam.
System
keuangan tanpa bunga dalam memobilisasi sumber-sumber keuangan untuk membiayai
usaha produktif, distribusi dan konsumtif. Usaha yang bersifat produktif
difasilitas melalui skema profit sharing
yaitu mudharabah dan partnership (musyarakah). Usaha yang bersifat
distributif memanfaatkan hasil-hasil produk, dilakukan melalui skema jual-beli
(murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah). Kebutuhan yang bersifat
Konsumtif berupa barang yang ready stock dapat
difasilitasi melalui murabahah, salam untuk goods in process berjangka pendek serta istishna untuk goods in
process berjangka panjang, Sedangkan bila bersifat konsumtif berupa jasa,
maka dapat difasilitasi melalui ijarah.
Kini
perbankan syariah telah beroperasi di Indonesia
lebih dua puluh tahun, namun masih banyak umat islam yang belum
mengetahui system opeasionalnya, karena kurangnya publikasi dan
sosialisasi, demikian juga perkembangan
dan peringkatnya di antara bank-bank konvensional
yang
telah
lebih dahulu
beroperasi
berdasarkan system barat. Banyak umat Islam yang sudah terbiasa menjadi nasabah
bank konvensional menjadi bertanya-tanya apa sebenarnya yang dapat dilakukan
oleh bank bagi hasil pada masa kini, di mana tingkat kepercayaan manusia sangat
susah didapatkan. Pemerintah sangat apresiasi dan telah mendorong Bank Syariah
untuk tumbuh dan berkembang di bumi yang mayoritas muslim melalui revisi
berulang-ulang peraturan perundang-undangan tentang perbankan, untuk
menyesuaikan konsep perbankan syariah, mulai dari Undang-undang No 7 tahun 1992
tentang Perbankan direvisi oleh UU No
10/1998, kemudian direvisi lagi menjadi UU No 21/2008 tentang Perbankan
Syariah. Undang-undang Bank Indonesia pun juga mengalami perubahan, yaitu UU No
23/1999 tentang Bank Indonesia direvisi oleh UU No 3/2004 yang kemudian diubah
lagi dengan UU No 6 tahun 2009. Kesemuanya ini mendorong penulis untuk
mengadakan penelitian terhadap kinerja bank syariah khususnya di bidang keuangan atau manajemen dana.
B. Beberapa Pengertian Dalam Perbankan
1. Pengertian Dasar
Pengertian-pengertian
berikut didasarkan pada pengertian menurut Undang-Undang No 7/1992 tentang
perbankan yang diubah dengan UU NO 10/1998 dan No 21 tahun 2008 tentang
Perbankan
Syariah. Ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, memberikan batasan tentang hal-hal
berikut :
1.1.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat (angka 2)
1.2.
Bank Indonesia adalah Bank sentral Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (angka 3)
1.3.
Bank Konvensional adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya
terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat (angka 4)
1.4.
Bank Umum Konvensional adalah Bank
Konvnesional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran (angka 5)
1.5.
Perbankan syariah adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha,
serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (angka 1)
1.6.
Bank syariah adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas
Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. (angka 7)
1.7.
Bank Umum Syariah adalah Bank
Syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran (angka 8)
1.8.
Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya
disebut UUS adalah unit kerja dari Kantor Pusat Bank Umum Konvnesional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu
bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah ( angka 10
)
1.9.
Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (angka 12)
1.10. Akad
adalah kesepakatan tertulis antara Bank syariah atau UUS dan pihak lain yang
memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip
Syariah (angka 13).
1.11. Rahasia
Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan investasinya (angka 14)
1.12. Tabungan
adalah simpanan berdasarkan Akad wadi’ah
atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu (angka 21)
1.13.
Deposito adalah investasi dana berdasarkan
akad mudharabah atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan
Bank Syariah dan/atau UUS (angka 22).
1.14. Giro
Adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana
perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan (angka 23).
1.15. Investasi
adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS
berdasarkan akad mudharabah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk deposito,
tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (angka 24)
1.16. Pembiayaan
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a.
Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
b.
Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
c.
Transaksi jual-beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna.
d.
Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk
piutang qardh
e.
Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
2. Pengertian Khusus dalam Perbankan Syariah
Menurut Adiwarman A. Karim (2008 : 65-78)
bahwa setiap kesepakatan bisnis antara sahibul-maal
dan mudharib atau antara bank syariah
dengan nasabahnya dalam melakukan transaksi selalu di awali dengan suatu akad
atau kontrak. Akad atau kontrak melibatkan dua pihak atau lebih, masing-masing
pihak yang terikat dalam kontrak mempunyai hak dan kewajiban. Akad berbeda
dengan Wa’ad yang merupakan janji
(promise) dari satu pihak kepada pihak lainnya, dalam arti wa’ad hanya mengikat satu pihak yaitu pihak yang memberi janji
untuk memikul kewajiban, Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul
kewajiban apa-apa.
Akad
secara garis besar terdiri dari 2 yaitu Akad Tabarru dan Akad Tijarah.
1.
Akad Tabarru (transaksi sosial).
Menurut
Adiwarman Azwar Karim (2008 : 70) yaitu
segala macam perjanjian yang menyangkut nirlaba, dapat dibedakan menjadi 3
macam, yaitu:
a). H a r t a :
- Q a r d
adalah suatu akad yang mengatur ketentuan meminjamkan harta tanpa
mensyaratkan imbalan apapun kecuali kewajiban untuk mengembalikan pinjaman
tersebut.
- R a h n
adalah suatu akad yang mengatur ketentuan meminjamkan harta yang harus disertai agunan (jaminan)
atas pengembalian pinjaman.
- Hiwalah
adalah suatu akad yang mengatur tentang ketentuan meminjamkan harta untuk
mengambil-alih pinjaman yang bersangkutan dari pihak lain
b). J a s a :
Jasa
meliputi antara lain :
- Al wakalah menurut Muhammad Syafi’I Antonio
(2001 : 120) Wakalah atau wakilah berarti penyerahan,
pendelegasian, atau pemberian mandat. Landasan hukumnya (al-Kahfi : 19) dan
hadis (Malik no. 678, Kitab al-Muwaththa’,bab Haji).
- Al-Wakalah adalah suatu akad yang mengatur
ketentuan meminjamkan jasa atau melakukan sesuatu ( keterampilan kita ) untuk
orang lain (Adiwarman A. Karim, 2008 : 68)
- Al-Wadi’ah adalah suatu akad yang mengatur
ketentuan tentang pemberian jasa pemeliharaan atau titipan, terdiri dari
2 macam yaitu wadi’ah yad adh-dhamanah dan wadi’ah yad al- amanah. Wadi’ah yad adhmana,
penerima jasa pemeliharaan atau titipan dapat menggunakan jasa titipan dimaksud
tetapi resiko yang timbul daripadanya berada pada pihak pengguna jasa titipan,
misalnya jasa titipan giro, tabungan. Wadi’ah
yad al-amanah, peneriman jasa titipan tidak diperkenankan menggunakan jasa
titipan dimaksud, misalnya barang berharga yang dititpkan pada safe deposit box (SDB) yang ada pada
bank tersebut tidak diperkenakan digunakan oleh manajemen bank atau pegawai
bank.
- Al-Kafalah adalah suatu akad yang mengatur
ketentuan tentang persiapan diri untuk melakukan sesuatu kewajiban bila terjadi
sesuatu hal, misalnya penerbitan Bank Garansi
c).
Pemberian sesuatu harta misalnya hibah, waqf, shadaqah, hadiah dan lain lain
2. Akad Tijarah (transaksi komersil).
Menurut
Adiwarman Azwar Karim (2008 : 70) bahwa akad tijarah merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini
dibuat dengan tujuan mencari keuntungan yang bersifat komersil, dibedakan atas
2 kelompok, yaitu :
a).
Natural Certainty Contracts (NCC) yaitu
akad bisnis yang memberikan kepastian pendapatan (return), cash flow dan timing-nya
pasti, seperti akad atau kontrak jual beli (al
Bai’, al-murabahah) dan sewa-menyewa
(al-ijarah). Prinsip bisnis ini menggunakan Teori Pertukaran.
b).
Natural
Uncertainty Contracts (NUC) yaitu akad
bisnis yang tidak dapat memberikan kepastian penerimaan pendapatan (return), cash flow dan timingnya tidak pasti, hasil keuntungan
atau return bergantung kepada hasil
investasi seperti al Musyarakah,
al-mudharabah, al-muzarah, Al-mukhabarah
dan Al-musaqat. Prinsip bisnis ini
menggunakan Teori Percampuran.
C. Fungsi Utama Perbankan
Fungsi Utama perbankan pada dasarnya, baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah adalah pertama,
kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat; kedua, fungsi menyalurkan dana masyarakat kepada dunia usaha dan atau masyarakat;
1. Sistem Penghimpunan Dana
Menurut Pasal 3 Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang Perbankan bahwa Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana dan menurut Pasal 4 (1) Undang-udangan no 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, menyebutkan bahwa Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (selanjutnya disingkat UUS) wajib menjalankan fungsi menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat.
System penghimpunan dana pada perbankan konvensional lebih sederhana dibandingkan dengan system penghimpunan dana perbankan syariah, karena dana masyarakat yang dapat dihimpun melalui giro, tabungan dan sertifikat simpanan berjangka pada bank konvensional (Pasal 6 UUNo 7/1992) dicampur dan dikemas menjadi satu dalam “kerjanjang dana”, tanpa meminta persetujuan pemilik dana mengenai penggunaan atau pengalokasian dana tersebut. Dana masyarakat diperhitungkan dengan bunga berdasarkan jumlah dana yang disimpan, lamanya dana tersimpan di bank dan jenis simpanan dana.
System penghimpunan dana pada bank syariah yang lebih menekankan pada kesepakatan penggunaan dana antara Bank syariah dan pemilik dana (sahibul maal). System penghimpunan dana bank syariah dijelaskan oleh Amir Mahmud dan Rukmana
(2010 : 89) bahwa …kinerja penghimpunan dana masyarakat berupa giro wadi’ah, tabungan mudharabah, dan deposito mudharabah. Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 146) menjelaskan secara rinci tentang system penghimpunan dana, bahwa pada dasarnya dana Bank Syariah bersumber dari modal, titipan dan investasi dari sahibul-maal.
a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner) kepada perusahaan dan atau perbankan untuk dikelola. Pada akhir tahun buku pemilik modal akan memperoleh bagian hasil usaha yang disebut deviden. Dana modal ini digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan kantor, dan sebagainya yang secara langsung tidak menghasilkan (fixed asset/non earning asset), Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah (equity participation) pada saham perseroan bank. Para pemodal ini dalam sejarah Islam dikenal dengan istilah sarraf (M. Umer Capra dan Tariqullah Khan ,2008 : 3 )
b. Titipan.
Salah satu cara yang dugunakan Bank Syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan melalui akad al-wadiah. Al-wadi’ah dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad adh-dhamanah. Konsep Wadi’ah yad al-amanah diartikan sebagai pihak yang menerima titipan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, hanya dapat membebankan biaya penitipan kepada penitip misalnya titipan pada safety box bank, Sedangkan konsep wadi’ah yad adh-dhamanah diartikan sebagai pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan dengan resiko sendiri. Pihak bank akan mendapatkan hasil dari pengguna dana (pengelola dana), sehingga bank dapat memberikan bonus kepada penitip (Muhammad Syafi’i Antonio , 2001 : 148-150).
c. Investasi
Muhammad Syafi’i Antonio , (2001 : 150) mengatakan bahwa, akad yang sesuai dengan prinsip ini, adalah Al-mudharabah dengan tujuan kerjasama antara pemilik dana (sahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib) dalam hal ini bank. Seacara garis besar dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
1). Mudharabah Muthlaqah (General Investment)
Sahibul maal tidak memberikan batasan-batasan (restriction) atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib diberi wewenang penuh untuk mengelola dana tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha, dan jenis pelayanan. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalah time deposit biasa.
2). Mudharabah Muqayyadah
Sahibul maal memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai batasan-batasan yang diberikan oleh sahibul maal, misalnya hanya untuk jenis usaha tertentu, tempat tertentu, waktu tertentu dan lain-lain. Aplikasi perbankan syariah yang sesuai dengan akad ini adalah Special investment. Produk ini sangat sesuai dengan company yang memiliki kecenderungan investasi khusus, investor tidak perlu menanggung overhead cost bank terlalu besar karena seluruh dananya masuk ke proyek khusus dengan turn dan cost yang dihitung secara khusus pula.
Bank syariah menghimpun dana dari para investor yaitu pemegang saham, giran, deposan dan penabung. Dana deposan dan penabung dapat bersifat mudharabah muthlaqah atau Unrestricted Investment Account (URIA) dan dapat juga bersifat Restricted Investment Account (RIA) atau mudharabah muqayyadah tergantung permintaan nasabah yang dituangkan ke dalam akad yang dibuat antara nasabah dengan bank syariah.
Dana syirkah dari pemegang saham, digunakan untuk investasi gedung, peralatan kantor, kendaraan kantor dan yang lainnya bersifat URIA artinya bank bebas menggunakan untuk kegiatan-kegiatan bisnis dan biaya operasional bank. Dana giro
merupakan titipan yang dapat dimanfaatkan oleh bank dengan resiko sepenuhnya berada pada Bank Syariah atau dikenal dengan istilah Al-wadiah yad Adh-dhamanah. Dana tabungan dapat bersifat wadi’ah yad adh-dhamanah dan dapat bersifat Al Mudharabah. Dana Deposito bersifat Al-Mudharabah yang apabila ditempatkan pada Al-Murabahah, Al- Muajjal, Al-Bai’-Taqsith, Istishna, atau as Salam dapat diperhitungkan bagi hasilnya setiap bulan atau pada saat jatuh tempo. Dana mudharabah muqayyadah (RIA) dapat bersifat on balance sheet dan dapat pula bersifat of balance sheet (sahibul maal bermitra langsung kepada mudharib, bank hanya menerima fee karena sebagai perantara).
Dana-dana yang berasal dari investor (sahibul maal) tersebut di atas yang dikelola oleh Bank syariah semuanya dengan system bagi hasil yang dapat diperhitungkan setiap bulan (URIA) atau saat jatuh tempo deposit dan dapat juga setiap akhir tahun yang besarnya tergantung pada keuntungan yang diperoleh Bank syariah, besarnya deposit dan jangka waktunya.
2. Sistem Penyaluran dana
System penyaluran dana pada perbankan konvensional sangat sederhana, yaitu meliputi pemberian kredit, penempatan dana dalam bank lain dan surat-surat berharga yang berorientasi pada bunga. Hal ini sangat berbeda pada system penyaluran dana perbankan syariah yang menjauhkan diri dari bunga atau riba. Menurut Amir Mahmud dan Rukmana (2010 : 89) bahwa
…kinerja penyaluran dana masyarakat yang berupa pembiayaan musyarakah, mudharabah, piutang murabahah, piutang salam, piutang istishna dan lainnya. Pembiayaan tersebut merupakan investasi bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, penyaluran juga berupa penempatan pada bank lain.
Skema produk bank syariah secara alami merujuk kepada tiga kategori kegiatan ekonomi, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Usaha yang bersifat produktif difasilitasi melalui skema profit sharing yaitu mudharabah dan partnership (musyarakah). Usaha yang bersifat distributif memanfaatkan hasil-hasil produk, dilakukan melalui skema jual-beli (murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah). Yang bersifat Konsumtif berupa barang yang ready stock dapat difasilitasi melalui murabahah, salam untuk goods in process berjangka pendek serta istishna untuk goods in process berjangka panjang. Sedangkan bila bersifat konsumtif berupa jasa, maka dapat difasilitasi melalui ijarah.
a). Al Murabahah (jual-beli) atau Al Bai’
Menurut M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan (2008 : xxiii) bahwa istilah umum bagi model pembiayaan berbasis jual-beli di dalam system keuangan Islam adalah Al Murabahah atau Al Bai’. Terdapat perbedaaan pengertian antara al Murabahah dan Al Bai, yaitu’ Al Bai’ tidak mensyaratkan pemberitahuan kepada pembeli tentang keuntungan barang. Bila keuntungan penjual diberitahukan kepada pembeli pada awal akad, disebut Al Murabahah (Adiwarman Azwar Karim ,2008 : 73).
Kegiatan bisnis prinsip murabahah dan ijarah menggunakan Teori Pertukaran ( Adiwarman A. Karim ,2008 : 70-74). Dalam akad Jual-beli ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling mempertukarkan assetnya, baik real asset (ayn) maupun financial asset (dayn) dan masing-masing pihak tetap berdiri sendiri (tidak saling bercampur membentuk usaha baru). Real asset terdiri dari 2 jenis yaitu barang dan jasa, sedang financial asset juga terdiri dari 2 jenis yaitu uang dan bukan uang (surat berharga)
Al-Murabahah atau Al Bai’ (jual-beli) merupakan konsep bisnis Natural certainty Contracts, di mana cash flow, timing-nya, dan tingkat return investasinya dapat dipastikan. Konsep bisnis ini menggunakan Teori Pertukaran yang bila ditinjau dari segi objek pertukarannya, dapat diidentifikasikan atas 3 jenis, Yaitu
1). Pertukaran real asset ( ayn ) dengan real asset ( ayn ) = ayn + ayn
2). Pertukaran real asset ( ayn ) dengan financial asset (dayn) = ayn + dayn
3). Pertukaran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn) = dayn + dayn, contoh :
Kedua belah pihak saling mempertukarkan asset yang dimilikinya, misalnya Objek Pertukaraan adalah real asset (ayn) dengan financial asset (dayn). Bila objek pertukaran real asset (ayn) adalah barang dengan financial asset (dayn) adalah uang, maka disebut jual beli. Bila yang dipertukarkan adalah jasa dengan financial asset (dayn) adalah uang, maka disebut sewa-menyewa atau upah-mengupah. Baik berupa barang maupun jasa harus ditetapkan akadnya pada awal pembuatan akad dengan pasti, mengenai jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), waktu penyerahannya (time of delivery). Kontrak-kontrak ini menawarkan return yang tetap dan pasti, seperti akad jual-beli (al Bai’, Salam dan Istishna), Akad sewa-menyewa (ijarah dan Ijarah Muntahia Bit-tamlik/IMBT), sehingga disebut Natural Certainty contracts (NCC).
Di atas telah disebutkan bahwa prinsip jual beli atau al murabahah ini pada umumnya dikenal 5 macam, yaitu :
- Al Bai’ Naqdan yaitu jual-beli barang secara tunai pada saat ini
- Al Bai’ muajjal yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran tangguh secara lump sum (barang diterima duluan, pembayaran secara lump sum belakangan),
- Al Bai’ Taqsith yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran tangguh secara angsuran (barang diterima duluan, pembayaran secara cicilan belakangan),
- Al Bai’ Salam yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran secara lump sum di muka sebelum barang diterima (pembayaran duluan secara lump sum, barang belakangan).
- Al Bai’ Istishna yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran secara angsuran di muka sebelum barang diterima (pembayaran secara cicilan duluan, barang belakangan)
Transaksi Al Bai’Naqdan biasanya dilakukan antara supplier dengan Bank Syariah dengan maksud untuk dijual kembali oleh Bank Syariah kepada nasabahnya dengan pembayaran berjangka, baik secara muajjal maupun secara taqsith. Dalam hal ini harga disepakati terlebih dahulu antara bank syariah dengan nasabahnya (pembeli) termasuk keuntungan bagi Bank Syariah. Cash flow dan timing-nya dalam transaksi ini dapat ditentukan, maka sumber dana yang dapat digunakan dalam transaksi ini adalah URIA (unrestricted investment account) yang memungkinkan dilakukan pembagian hasil setiap bulan
Transasi jual-beli as- salam biasanya transaksi ini dilakukan oleh Bank dengan supplier berdasarkan pesanan nasabah dengan pembayaran lebih dahulu sebelum barang diserahkan atau antara bank dengan kontraktor bangunan atas pesanan nasabah. Hal ini juga biasa terjadi bila petani (nasabah) memerlukan dana sebelum hasil pertaniannya dipanen, tapi kuantitas, kualitas dan harga ditetapkan terlebih dahulu dalam akad as-salam.
Transaksi istishna dapat diterapkan pada nasabah yang memerlukan pembangunan rumah atau bangunan, bank membayar kontraktor secara bertahap sesuai dengan bangunan yang telah diselesaikan. Pada akhir pembangunan (periode) pembayaran dari bank lunas dan kontraktor menyerahkan rumah kepada bank untuk selanjutnya diserahkan kepada nasabah dengan harga yang telah disepakati terlebih dahulu termasuk keuntungan bank.
b). Ijarah (sewa-menyewa)
Bila yang dipertukarkan adalah jasa dengan financial asset (dayn) adalah uang maka disebut sewa-menyewa atau upah-mengupah.
- Ijarah adalah sewa tanpa peralihan kepemilikan dan tidak memperhitungkan kinerja, misalnya upah harian. Ijarah yang memperhitungkan kinerja disebut ju’alah misalnya upah borongan.
- Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (IMBT) adalah sewa yang memungkinkan peralihan kepemilikan pada akhir periode kontrak.
c). Al-Musyarakah dan Al-Mudharabah
Konsep bisnis ini termasuk konsep bisnis Natural Uncertainty Contracts, di mana cash flow, timing-nya, dan tingkat return investasinya tidak dapat dipastikan, karena sangat bergantung pada hasil investasi. Konsep bisnis ini menggunakan Teori Percampuran, yang bila ditinjau dari segi objek percampurannya, dapat didentifikasi atas 3 jenis, yaitu :
1). Percampuran real asset (ayn) dengan real asset (ayn) = ayn + ayn
2). Percampuran real asset (ayn) dengan financial asset (dayn) = ayn + dayn
3) Percampuran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn) = dayn+dayn
Ad 1). Percampuran ayn dengan ayn :
Percampuran ayn dengan ayn misalnya terjadi pada syirkah ‘abdan, yaitu seorang tukang batu bekerjasama dengan tukang kayu dalam membangun sebuah proyek perumahan, keduanya sama-sama menggabungkan
tenaga dan keahliannya. Keuntungan dan kerugian ditnggung bersama berdasarkan nisbah yang telah ditentukan di awal kerjasama.
Ad2). Percampuran Ayn dengan Dayn.
Percampuran ayn (real asset) dengan dayn (financial asset) dapat berbentuk syirkah mudharabah dan syirkah wujuh. Syirkah Al-Mudharabah artinya dua orang yang berserikat mencampurkan modal mereka. Seorang yang memiliki modal harta (dayn) disebut sahibul maal dengan seorang yang memiliki modal jasa keahlian atau keterampilan ( ayn ) yang disebut mudharib, dirumuskan
( Rp x + A). Keuntungan yang diperoleh dari usaha kerjasama ini dibagi berdasarkan nisbah, Sedangkan kerugian usaha hanya dibebankan kepada sahibul maal. Mudharib hanya menderita kerugian jasa (tenaga dan keahlian tidak mendapat imbalan).
Syirkah Wujuh adalah pihak yang berserikat mencampurkan modal dengan reputasi atau nama baik seseorang ( Rp x + *F). Pemilik modal memperoleh keuntungan bagi hasil dengan pemilik modal jasa berupa reputasi baik berdasarkan nisbah yang telah ditentukan di awal kerja sama, bila usaha mengalami kerugian maka kerugian hanya dibebankan kepada sahibul maal. Demikian juga pada Al-Muzara’ah, Al-Mukhabarah dan Al-Musaqat = perjanjian bagi hasil antara pemilik lahan dengan penggarap.
Ad 3). Percampuran dayn dengan dayn.
Percampuran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn) dapat berbentuk syirkah mufawadah, syirkah ‘inan.
Syirkah Mufawadah artinya dua pihak atau lebih yang berserikat mencampurkan modal yang sama jumlahnya, masing-masing memperoleh keuntungan atau bagi hasil yang sama besarnya dan kerugian juga sama besarnya, dirumuskan ( Rp x + Rp x).
Syirkah inan artinya pihak yang berserikat mencampurkan modal yang tidak sama jumlahnya, dirumuskan (Rp x + Rp Y), keuntungan bagi hasil tidak sama besarnya berdasarkan nisbah dan kerugian juga secara proporsional dengan jumlah modal yang disetorkan.
Syirkah dayn dengan dayn lainnya adalah financial asset berupa uang dengan non uang ( surat berharga ) yang digabungkan menjadi satu modal usaha bersama, misalnya PT. X menyetorkan dana tunai sebesar nilai saham yang disetorkan PT.Y untuk suatu usaha kerjasama dalam bidang perdagangan efek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar