BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Masyarakat pesisir yang terdiri dari
kelompok nelayan tangkap dan pemasaran ikan berskala kecil mengalami tingkat
kehidupan yang jauh tertinggal dibandingkan dengan kelompok lainnya di dalam
masyarakat, khususnya di bidang ekonomi. Mereka mengalami kesulitan mengakses
permodalan pada perbankan, sehingga harus berhadapan dengan juragan ikan atau
’punggawa ikan’ yang menyediakan permodalan dengan persyaratan yang sangat
memberatkan. Nelayan tangkap dan pemasaran ikan berskala kecil sangat
membutuhkan permodalan, kebutuhan pokok sembako, solar/premium, peralatan
melaut.
Masyarakat pesisir ditinjau
dari status sosial, secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua bagian,
yaitu kelompok pertama disebut kelompok nelayan kecil seperti nelayan tangkap,
sawi, penjual ikan, sedangkan kelompok kedua adalah juragan ikan atau disebut
juga sebagai ”punggawa ikan”. Kelompok nelayan kecil menggantungkan kehidupannya
dari hasil menangkap ikan di laut yang berskala kecil atau sebagai ”sawi” dari
kapal-kapal juragan ikan atau penjual ikan di pasar-pasar tradisional. Juragan
ikan atau ”Punggawa ikan” melakukan fungsi ganda, disamping sebagai pedagang
ikan, pedagang sembako, pedagang barang-barang kebutuhan melaut, juga sebagai
rentenir untuk memenuhi kebutuhan kelompok nelayan kecil. Nelayan kecil sebagai
nelayan tangkap membeli kebutuhan sembako, barang-barang kebutuhan melaut
seperti solar, jala, pukat, mesin-mesin,
permodalan melaut dengan cara meminjam dari ’punggawa ikan’ dengan bunga
tinggi atau membeli barang yang disediakan ’punggawa ikan’ dengan harga lebih
tinggi. Sebagai konsekuensi penyediaan modal melaut nelayan kecil berkewajiban
menjual ikan kepada ’punggawa ikan’ pemberi pinjaman modal melalut dengan harga
lebih rendah.
Praktek inilah yang mencekik
leher nelayan selama ini dan nelayan kecil tidak dapat melepaskan diri dari
dilema ini, karena tidak mempunyai pilihan lain, sehingga tingkat kehidupan
nelayan kecil khususnya di Kabupaten Polewali Mandar ketinggalan dibandingkan
dengan kelompok masyarakat lainnya.
Jumlah anggota yang termasuk
kelompok nelayan kecil yang menangkap ikan secara tradisional di Kabupaten
Polewali Mandar mencapai jumlah 16.573 kepala keluarga.
Kementerian Kelautan dan
Perikanan ( selanjutnya disebut Pemerintah) mengidentifikasikan keterbelakangan
kelompok nelayan kecil, sebagai akibat dari rendahnya budaya kewirausahaan,
kurangnya partisipasi dalam usaha produktif dan tersumbatnya akses permodalan. Pemerintah
hendak mengubah kondisi ini melalui perubahan budaya seperti menumbuhkan bakat kewirausahaan bagi anggota keluarga
nelayan melalui penyuluhan, pentingnya
berkelompok, mendidik berkoperasi. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir (selanjutnya disingkat PEMP) adalah kebijakan Pemerintah di bidang
ekonomi untuk menguatkan kelembagaan yang sudah dibentuk dengan mengucurkan
dana bergulir atau Dana Ekonomi Produktip (selanjutnya disingkat DEP) melalui
Koperasi Nelayan. Dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (disingkat APBN) untuk dijadikan dana bergulir atau DEP
Kebijakan pemerintah membentuk koperasi nelayan sebagai sasaran perantara
dalam menyalurkan dana program PEMP merujuk
pada Pasal 33 ayat 1 dan 4 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI tahun
1945), yaitu :
Ayat 1
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan…Ayat
4 berbunyi Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.
Pelaksanaan Program PEMP 2006 di
Polewali Mandar diakomodasikan ke dalam tiga kegiatan pokok yang dibebankan
kepada koperasi nelayan, yaitu
a.
Usaha Simpan Pinjam Nelayan (selanjutnya disingkat USP Nelayan)
b.
Kedai Pesisir
c.
Solar Packed Dealer Nelayan (selanjutnya disingkat
SPDN)
Setelah
program ini berjalan kurang lebih lima tahun di Polewali Mandar, kegiatan perguliran dana tidak tampak lagi,
baik kegiatan yang ada pada Koperasi nelayan, maupun kegiatan kelompok nelayan
berserta anggota-anggotanya.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada
pada masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar tersebut, penulis tertarik
untuk meneliti lebih lanjut berkait dengan aspek hukum program pemberdayaan
ekonomi masyarakat pesisir.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimanakah penerapan kebijakan
Program PEMP 2006 di Polewali Mandar ?
1.2.2.
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan Program PEMP 2006 di
Polewali Mandar
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui :
- penerapan
kebijakan program PEMP 2006 di Polewali Mandar.
-
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Program PEMP 2006 di Polewali
Mandar.
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Hasil penelitian ini
merupakan karya ilmiah yang dapat dijadikan rujukan bagi penelitian berikutnya.
1.4.2. Sebagai salah satu syarat bagi dosen
untuk mendapatkan pangkat akademis pada STAI DDI Polewali Mandar
1.5. Metode Penelitian
1.5.1. Lokasi Penelitian
Penelitian
lapangan terhadap kelompok nelayan dilakukan pada Kecamatan Binuang, Kecamatan
Polewali, Kecamatan Campalagian dan Kecamatan Balanipa. Keempat kecamatan ini dianggap dapat mewakili kecamatan lain di
Kabupaten Polewali Mandar dalam menyediakan data/informasi Program Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP 2006) karena sebagian besar bantuan dana
Program PEMP 2006 disalurkan pada keempat Kecamatan ini.
1.5.2.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah
jumlah kelompok nelayan yang mendapatkan bantuan dana Program PEMP 2006 yang
mencapai 355 anggota. Sampel ditetapkan sebanyak 36 anggota (10,1 %) dari
penerima dana Program PEMP 2006, yaitu Binuang 11 anggota, Polewali 15 anggota,
Campalagian 5 anggota, dan Balanipa 5 anggota.
1.5.3. Jenis dan Sumber Data
. Data Primer diperoleh dari penelitian
lapangan (field research) berupa hasil
kuesioner, wawancara dan pengamatan yang menggambarkan populasi dan
responden.
. Data Sekunder diperoleh dari kepustakaan (library research), yaitu dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Bank
Rakyat Indonesia, Koperasi Nelayan Madani, serta dari internet.
1.5.4. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil angket
(responden) merupakan data kuantitatif dianalisa menjadi data kualitatif melalui
rumus
P = f/n x 100 %
Dan rumus Skala Likert :
P = ∑ (b x
f) x 100
%.
∑
n ( Bt )
P = Persentase. f = Frekwensi. b = bobot = nilai kategori, n = jumlah responden, bt = bobot tertinggi.
∑ n =
total responden. ∑ ( b x
f ) = Total skor dari masing-masing kategori.
Analisa data kualitatif dilakukan dengan memperbandingkan antara data
kualitatif dengan landasan hukum PEMP, doktrin, dokumen-dokumen, buku pedoman
PEMP, dokumen-dokumen PEMP dan sebaginya.
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Beberapa Pengertian
2.1.1. Program
Pemberdayaan Ekonomi
Pengertian pemberdayaan menurut
Edi Suharto yang diakses melalui internet tanggal 17 Juli 2012 (http://fle.upi.edu/direktori/fip/jur),
bahwa pemberdayaan berasal dari kata daya yang berarti kekuatan. Berdaya
artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya
atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan... Pemberdayaan yang merupakan
terjemahan dari ”empowerment” (bahasa
Inggris) menurut Merriam Webster dalam ”oxpord
English Dictionary” yang dikutip oleh Edi Suharto tersebut di atas, mengandung
dua pengertian yaitu :
1.
To give ability or enable to,
diterjemahkan sebagai memberi kecakapan/kemampuan ( memungkinkan) .
2.
To give power of authority to,
diterjemahkan sebagai memberi kekuasaan...
Pemberdayaan dalam pengertian pertama sebagai terjemahan dari empowerment sesuai dengan yang dimaksud
dalam pengertian PEMP, yaitu membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukakan yang terkait dengan
diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memampukan
dan memandirikan masyarakat atau dengan kata lain bagaimana menolong masyarakat
untuk mampu menolong dirinya sendiri.
Averroes Community, ( http :
//www. pemberdayaan.com/), diakses tanggal 18 Juni 2012 menyatakan bahwa
Pemerintah sebagai ‘agen
perubahan’ dapat menerapkan kebijakan pemberdayaan masyarakat miskin dengan
tiga arah tujuan, yaitu enabling, empowering, dan protecting. Enabling
maksudnya menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
untuk berkembang. Sedangkan empowering, bertujuan untuk memperkuat
potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-langkah
nyata, yakni dengan menampung berbagai masukan dan menyediakan prasarana dan
sarana yang diperlukan. Protecting, artinya melindungi dan membela kepentingan
masyarakat lemah…Pemberdayaan dilahirkan dari bahasa Inggris, yakni empowerment,
yang mempunyai makna dasar ‘pemberdayaan’, di mana ‘daya’ bermakna kekuatan (power).
Wikipedia internet (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title, diakses tgl 18 Juni 2012) menjelaskan bahwa
Pemberdayaan masyarakat'''
adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses
kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri.
Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut
berpartisipasi. Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan
masyarakat" apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi
agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek. Disini subyek merupakan
motor penggerak, dan bukan penerima manfaat (''beneficiaries'') atau obyek
saja.
Dari pendapat para ahli tersebut di atas disimpulkan, bahwa pemberdayaan
adalah suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menguatkan dan
mendorong kelompok masyarakat yang tertinggal agar lebih kreatif, inovatif dan
berani mengambil keputusan untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri
dalam rangka mencapai hasil yang diharapkan
Secara kosa kata, ekonomi diartikan
oleh Margery S Berube and others editors
dalam The American Heritage Dictionary
(1976 : 437), bahwa ekonomi berasal dari kata Greek atau Yunani, yaitu oeconomia,
Oikonomia, Oikonomos berarti house hold managers. Oikos = house + nemein berarti
to manage....economics ...the science
that deals with the production, distribution, and consumption of commodities,
terjemahan bebasnya; ekonomi adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan masalah
produksi, distribusi dan konsumsi dari barang dagangan (komoditi).
M. Arifin Hamid (2007 : 305 ) mengutip Monzer Kahf mengatakan
pada umumnya ekonomi didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku
manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produksi yang langka
untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusiannya untuk
dikonsumsi.
Pengertian ekonomi yang
diberikan oleh para ahli beraneka ragam, namun secara garis besarnya dapat
disimpulkan, bahwa ekonomi adalah suatu pola atau bentuk usaha yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang secara terus-menerus guna memenuhi kebutuhan
hidup mereka yang berbentuk barang dan jasa dengan mengelola sumberdaya yang
langka menjadi produksi, kemudian mendistribusikannya untuk dikonsumsi guna
meningkatkan kesejahteraannya.
2.1.2.
Masyarakat Pesisir
Menurut Surat Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan No Kep 18/Men/2004 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, bahwa masyarakat pesisir adalah
sekelompok orang yang berusaha sebagai,
-
Nelayan
-
Pembudidaya ikan
-
Pedagang hasil perikanan
-
Pengolah ikan
-
Pengusaha jasa perikanan
-
Pengelola parawisata bahari
-
Usaha/kegiatan lain yang
berkaitan dengan kelautan dan perikanan seperti pengadaan bahan dan alat
perikanan, serta Bahan Bakar Minyak yang tergolong skala usaha mikro dan
kecil.
Menurut Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No PER 12/Men/2008, Bidang Kelautan
dan Perikanan bahwa masyarakat pesisir adalah Orang perseorangan yang bertempat
tinggal di pesisir atau di luar pesisir yang memiliki kegiatan bidang kelautan
dan perikanan baik langsung maupun tidak langsung.
Pusat Informasi Perekonomian Badan
Informasi Publik Departemen
Komonikasi dan Informatika ( http//www.tadjuddin.blogspot.com/
) yang telah diakses dari internet tanggal 15 April 2012, memberikan pengertian
yang lebih singkat bahwa masyarakat pesisir adalah
orang-orang yang berdomisili di pesisir pantai kepulauan Indonesia yang
kehidupan sosial ekonominya sangat tergantung pada sumber daya kelautan. Mereka umumnya berprofesi
sebagai nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang hasil laut dan
sejenisnya yang berskala kecil
Dengan demikian pengertian
judul tentang pemberdayaan, ekonomi dan masyarakat pesisir dapat disimpulkan sebagai
suatu usaha dari pemerintah untuk menguatkan dan mendorong masyarakat pesisir agar
dapat lebih kreatif, inovatif dan berani mengambil keputusan untuk mengelola
sumberdaya yang langka secara efektif dan efisien agar lebih produktif,
distributif, dan meningkatkan pangsa pasar ikan dalam dan luar negeri guna
meningkatkan kesejahteraan nelayan.
2.1.3 Koperasi Nelayan
Menurut Pasal 33 ayat 1 dan 4
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat
UUD NRI tahun 1945), bahwa perekonomian
disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan yang diselenggarakan
berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Badan usaha yang paling sesuai
dengan rumusan di atas adalah badan usaha koperasi sebagaimana yang dikemukakan
oleh Sumantoro (1986 : 35 ), bahwa
Pasal 33
UUD NRI tahun 1945 merupakan amanat dari Proklamasi yang bertujuan untuk
kemakmuran rakyat. Dari pasal 33 kita bisa melihat pembagian bidang usaha yang
terdiri dari : sektor koperasi, sektor usaha negara, dan sektor usaha swasta. Jika ditilik dari
urutannya maka yang lebih diutamakan adalah koperasi.
Kelima unsur pengertian
pemberdyaan ekonomi masyarakat pesisir tersebut di atas diakomodasikan oleh pemerintah ke
dalam lima kegiatan. Empat di antaranya menyangkut perkoperasian dan hanya satu
unsur yang menjadi beban Dinas Kelautan dan Perikanan, yaitu :
1). Kegiatan pembentukan dan
pembinaan kelompok nelayan,
2). Pendirian Koperasi Nelayan
3). Pendirian lembaga keuangan mikro atau usaha simpan-pinjam,
4). Pendirian Kedai Pesisir dan
5). Pendirian SPDN atau penjualan solar bersubsidi (Solar Packed Dealer
Nelayan).
Kegiatan pembentukan dan
pembinaan kelompok nelayan menjadi beban tugas
Dinas Kelautan dan Perikanan, sedangkan kegiatan pada butir 2 (dua) sampai butir 5 (lima) sesuai ketentuan Buku
Pedoman Umum PEMP 2006 dibebankan kepada Koperasi Nelayan sebagai sasaran
perantara.
Berdasarkan beban kerja tersebut
di atas, ketentuan perundang-undangan
dan pengertian pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir serta Pedoman Umum PEMP
2006, dibentuklah Koperasi Nelayan Madani pada tanggal 10 Januari
2005 dengan akte pendirian No 101/BH/IV/20.20 yang membawahi Lembaga Keuangan
Mikro ( LKM ), Kedai Pesisir dan SPDN di Kabupaten Polewali Mandar dengan fungsi sebagai sasaran perantara untuk meningkatkan kesejahteraan
nelayan.
Koperasi ini mendapat penunjukkan dari Bupati Polewali
Mandar berdasarkan Surat Keputusan Bupati Polewali Mandar No. 523/340/DKP
tentang Koperasi Pelaksana Penyaluran Dana Ekonomi Produktif (DEP) Penjaminan
Tunai dan Pengelola Kedai Pesisir Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir (PEMP) Tahun Anggaran 2006 serta pengelola Solar Packed Dealer Nelayan
( SPDN ). Atas dasar Surat Keputusan
Bupati tersebut di atas ditanda-tanganilah
kontrak kerjasama/kontrak Penyaluran Dana Ekonomi Produktif (DEP)
Penjaminan tunai Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) tahun Anggaran
2006 No 05/Kontrak-PEMP/DKP-PM/VIII/2006 dengan nilai sebesar Rp 563.980.000,-
dan Perjanjian Kerjasama/Kontrak Pengelolaan Kedai Pesisir Kegiatan
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) tahun Anggaran 2006 dengan nilai
Rp 200.000.000,- antara Koperasi Nelayan Madani dengan Dinas Kelautan dan
Perikanan Polewali Mandar
Untuk memperlancar kegiatan usaha nelayan pemerintah menyediakan solar bersubsidi untuk keperluan
kapal-kapal nelayan guna mencari ikan dengan mendirikan Solar Packed Dealer
Nelayan (SPDN), serta menyediakan kios-kios atau kedai yang dapat menyediakan
kebutuhan pokok nelayan dalam melaut dan kebutuhan peralatan nelayan guna
meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Koperasi Nelayan Madani sebagai badan usaha induk, membawahi :
-
Lembaga Keuangan Mikro (selanjutnya disingkat LKM), yang berfungsi
melayani usaha simpan-pinjam nelayan
-
Kedai Pesisir, berfungsi sebagai gerai atau toko menyediakan segala keperluan
nelayan, termasuk sembako.
-
Solar Packed Dealer Nelayan ( SPDN), berfungsi menyediakan solar sebagai bahan
bakar kapal-kapal nelayan.
2.2. Konsep Dasar Program PEMP
2.2.1.
Landasan Hukum Program PEMP 2006
Kebijakan Program PEMP 2006 yang dituangkan ke dalam Surat
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep 18/Men/2004 dan Keputusan
Dirjen KP3K No SK/07/KP3K/I/2006 tanggal 26 Januari 2006 tentang Pedoman Umum
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, termasuk specific norm’s yang merupakan ranah
atau wilayah Hukum Administrasi Negara. Spesifik norma ini seharusnya merupakan penjabaran atau hasil
penafsiran dari peraturan perundang-undangan yang disebut General norm’s yang diatur dalam Undang-undang No 12/2011 tentang
tata cara pembentukan undang-undang di Indonesia, yaitu
-
UUD NRI tahun 1945
-
Tap MPR RI
-
UU/Perpu = Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
-
PP = Peraturan Pemerintah
-
Perpres = Peraturan Presiden
-
Perda Propinsi = Peraturan
Daerah Propinsi
-
Perda Kabupaten/kota =
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Khusus
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep 18/Men/2004 dan Keputusan Dirjen KP3K No
SK/07/KP3K/I/2006 tanggal 26 Januari 2006 tentang Pedoman Umum Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir bila materi kebijakan atau substansinya bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang di atasnya, maka harus diuji oleh
Mahkamah Agung (asas lex superior derogat
legi inferior).
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang melandasi kebijakan yang
dituangkan ke dalam buku pedoman umum pelaksanaan program PEMP adalah
- Undang-Undang No 25 tahun 1992
tentang Perkoperasian.
- Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang
Perbankan yang direvisi dengan undang-undang No 10 tahun 1998,
- Undang-Undang No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil,
-
Undang Undang
No 19 tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara
- Undang-Undang No 31 tahun 2004 tentang
perikanan
-
Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Simpan Pinjam
melalui Koperasi
- Peraturan Pemerintah No 44 tahun 1997 tentang
Kemitraan
- Peraturan Pemerintah No 33 tahun 1998 tentang
modal penyertaan pada koperasi
Kebijakan PEMP merupakan produk hukum Kementerian Kelautan dan Perikanan
yang dituangkan ke dalam Buku Pedoman
Umum tentang pelaksanaan pengelolaan DEP program PEMP 2006 dipandang sebagai
suatu sistem, yang sub-sub sistemnya berasal dari berbagai peraturan
perundang-undangan, seperti undang-undang tentang perkoperasian, undang-undang
tentang usaha kecil, undang-undang tentang perbankan, undang-undang tentang
perikanan, peraturan pemerintah tentang kemitraan, peraturan pemerintah tentang
usaha simpan pinjam koperasi, peraturan pemerintah tentang modal penyertaan,
peraturan menteri BUMN tentang penyisihan keuntungan untuk pembinaan usaha
kecil termasuk koperasi. Masing-masing subsistem tersebut di atas saling
pengaruh mempengaruhi, saling kait-mengait, saling menentukan dalam membentuk
suatu sistem kebijakan Program PEMP.
Undang-Undang No 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 60 (1) yang
menyatakan bahwa pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudidaya ikan skala
kecil melalui:
·
Penyediaan skim
kredit bagi nelayan kecil dan pembudidaya ikan skala kecil, baik untuk
modal usaha maupun biaya operasional dengan cara mudah, bunga rendah, dan
sesuai dengan kemampuan nelayan kecil dan pembudidaya ikan berskala kecil.
·
dan Pasal 62 undang-undang ini menyatakan bahwa
pemerintah menyediakan dan mengusahakan dana untuk memberdayakan nelayan kecil,
baik dari sumber dalam negeri maupun dari sumber luar negeri, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan di bidang perkoperasianpun sudah dilengkapi
dengan peraturan perlindungan hukum perkoperasian dalam melakukan kegiatan simpan pinjam, dengan
diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995. Di dalam Pasal 16 (1) dinyatakan
bahwa
…koperasi
simpan pinjam wajib menyediakan modal sendiri dan dapat ditambah dengan modal
penyertaan…Pasal 17 (2) …unit simpan pinjam melalui koperasi dapat menghimpun
modal pinjaman sebagai modal tidak tetap dari anggota, koperasi lainnya dan
atau anggotanya.
Peraturan
Pemerintah No 33 tahun 1998 yang bertujuan untuk memberikan dasar hukum tentang
modal penyertaan pada koperasi dan memperkuat permodalan koperasi.
Berdasarkan landasan hukum usaha kecil tersebut diatas, seharusnya
substansi Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No Kep
18/Men/2004 dan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau
Pulau Kecil (selanjutnya disingkat KP3K) No. SK/07/KP3K/I/2006 tanggal 26
Januari 2006 tentang Pedoman Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir tahun 2006 relevan atau mengacu kepada pasal-pasal undang-undang atau
peraturan pemerintah yang tersebut di atas, dengan pengertian aliran dana
program sampai ketangan nelayan melalaui koperasinya dengan bunga semurah
mungkin dan persyaratan-persyaratan adminstratif lebih mudah. Kebijakan
tersebut seharusnya menguntungkan kelompok nelayan, bukan lembaga perbankan
yang sudah mapan.
2.2.2.
Kebijakan Program PEMP 2006
Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dimulai sejak tahun
2001 yang dirancang untuk mengatasi persoalan kemiskinan pada masyarakat
pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi
produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan.
Program PEMP 2001-2003 dilancarkan
dengan pemberian dana hibah langsung kepada Koperasi Nelayan atau
Lembaga Keuangan Mikro yang dibentuk untuk mengelola kebutuhan permodalan
nelayan. Kebijakan tahun 2006 mengalami perubahan yaitu berupa pemberian dana
hibah tidak langsung lagi kepada koperasi nelayan atau Lembaga Keuangan Mikro
nelayan, tetapi dana hibah tersebut dijadikan
agunan kredit koperasi pada lembaga perbankan untuk memperoleh fasilitas kredit
yang diberi nama Dana Ekonomi Produktif ( DEP ). Dan pada tahun 2008 koperasi
nelayan sudah diarahkan agar berhubungan sendiri dengan lembaga perbankan untuk
mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (disingkat KUR) dengan suku bunga kredit umum
dari lembaga perbankan dan harus disertai dengan jaminan kebendaan.
Menurut Buku Pemdoman Umum
PEMP (Pedum PEMP : 03) bahwa Program PEMP 2006 mempunyai tujuan, sasaran dan
kegiatan pokok untuk mencapai sasaran akhir. Tujuan program PEMP adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur
kewirausahaan, penguatan kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat serta
diversifikasi usaha yang berbasis pada sumberdaya lokal dan berkelanjutan.
Koperasi nelayan sebagai sasaran antara, masyarakat pesisir sebagai sasaran
akhir program. Kegiatan pokoknya adalah Usaha Simpan Pinjam (selanjutnya
disingkat USP) dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Mikro (disingkat LKM) sebagai
unit usaha koperasi nelayan. Kegiatan pokok lainya adalah Solar Packed Dealer
Nelayan (selanjutnya disingkat SPDN) dan
usaha Kedai Pesisir.
Usaha simpan pinjamam (USP), Koperasi Nelayan
memperoleh dana hibah berupa Dana Ekonomi Produktif (DEP) dibukukan kerekening
giro koperasi dan dijadikan agunan kredit pada bank pelaksana. Kredit dari bank
pelaksana dibukukan sebagai Modal Tidak Tetap (MTT) untuk diteruskan kepada
anggota/calon anggota koperasi pada masyarakat pesisir yang berorientasi pada
sektor usaha kelautan dan perikanan seperti kegiatan penangkapan, budidaya,
perniagaan hasil perikanan, pengolahan ikan, usaha jasa perikanan serta
pengelolaan wisata bahari, yang berlokasi di daerah sekitar pesisir dan
pulau-pulau kecil dengan skala kecil.
SPDN sebagai suatu unit usaha
dibawah koperasi nelayan yang menyediakan solar atau kebutuhan bahan bakar
minyak (BBM) solar bagi masyarakat pesisir/pembudidaya ikan dengan harga bersubsidi,
khusus untuk kapal perikanan yang berukuran kurang dari 30 GT atau setara di
bawah 90 PK dan pembudidaya ikan skala kecil.
Di sampin itu kegiatan pokok
lainnya adalah usha Kedai Pesisir
(gerai) yang merupakan suatu unit usaha
penyediaan kebutuhan bahan pokok dan peralatan bagi nelayan dalam bentuk outlet
(gerai). Dengan sistem swalayan, yang juga berperan sebagai supplier bagi warung-warung sejenis di
sekitarnya. Diharapkan Kedai Pesisir ini dapat menekan harga-harga kebutuhan
pokok di daerah pesisir, sehingga sama dengan harga di ibukota kabupaten/kota,
Kedai Pesisir ini mendapat bantuan permodalan atas beban APBN tahun 2006
sebesar Rp 200 juta (dua ratus juta rupiah), yang terdiri dari bantuan
peralatan kedai dan bangunan Rp 80 juta (delapan puluh juta rupiah) dan modal
kerja Rp 120 juta (seratus dua puluh juta rupiah)
Untuk mewujudkan Program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Pemerintah membangun prasarana
dan sarana berupa Pusat Pelelangan Ikan dan Tempat Pendaratan Ikan (PPI/TPI). Di lokasi PPI/TPI ini didirikan kantor Lembaga Keuangan Mikro untuk :
- Usaha Simpan Pinjam Nelayan (LKM-USPN).
- Tempat penjualan Solar untuk nelayan
(SPDN/SPBN)
- Kedai Pesisir dan kantor Dinas
Kelautan dan Perikanan.
2.2.3.
Faktor-Faktor Penunjang Pelaksanaan Program
Panduan Bantuan Hukum di
Indonesia yang diedit oleh Agustinus Edy Kristanto dan Patra M. Zen (2009 : 2)
menguraikan pengertian sistem hukum
sebagai kesatuan dari komponen-komponen yang terdiri dari :
(a). Struktur hukum, yaitu
kerangka yang memberi bentuk dan batasan pada sistem hukum yang unsur-unsurnya
adalah eksekutif, legislatif, dan yudukatif.
(b). Substansi hukum, yaitu
aturan, norma, dan perbuatan manusia yang nyata, contoh aturan tentang
pemakaian helm.
(c). Budaya hukum, yang tampak dalam kepercayaan,
kepemilikan, dan harapan. Contoh budaya
uang pelicin yang melanggar hukum; budaya orang Amerika Serikat yang lebih
memilih berpekara di pengadilan, Sebaliknya orang Cina dan Jepang memiliki
budaya malu bila perkaranya disidangkan di pengadilan.
Sudarman Tetra
Ginanwar (http://tetrag5.blogspot.com/budaya)
mengutip Lawrence Meir Freidman, seorang sosiolog hukum dari Universitas
Stanfords, menyatakan bahwa
sistem hukum terdiri atas tiga komponen, struktur
hukum, hukum substantif, dan budaya hukum. Struktur mengacu pada lembaga dan
proses dalam sistem hukum; struktur hukum merupakan badan, kerangka kerja, dan
sistem yang tahan lama. Sistem ini meliputi sistem pengadilan, legislatif,
perbankan, dan sistem korporat. Hokum substansi mengacu pada hukum – peratutan
prosedur dan substansi- dan norma yang digunakan dalam sebuah lembaga dan
mengikat hukum struktur secara bersama.
Ketiga komponen tersebut di
atas dapat merupakan faktor-faktor pendukung dan sekaligus dapat merupakan
faktor penghambat suatu kebijakan. Keberhasilan pelaksanaan Kebijakan Program PEMP
tidak terlepas dari ketiga kompenen tersebut.
a.
Substansi Hukum
Peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar utama pelaksanaan PEMP 2006 adalah ketentuan yang dituangkan
ke dalam Buku Pedoman Umum PEMP 2006 yang dibuat oleh Dirjen KP3K No. SK/07/KP3K/I/2006 tanggal 26 Januari 2006
tentang Pedoman Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir tahun 2006
berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No
Kep/18/Men/2004. Materi pedoman PEMP 2006 bersumber dari peraturan
perundang-undangan, sebagai berikut :
- Undang-Undang No 25 tahun 1992
tentang Perkoperasian.
- Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang
Perbankan yang direvisi dengan undang-undang No 10 tahun 1998,
- Undang-Undang No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil,
-
Undang Undang
No 19 tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara
- Undang-Undang No 31 tahun 2004 tentang
perikanan
-
Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Simpan Pinjam
melalui Koperasi
- Peraturan Pemerintah No 44 tahun 1997 tentang
Kemitraan
- Peraturan Pemerintah No 33 tahun 1998 tentang
modal penyertaan pada koperasi

Yang menjadi dasar pelaksanaan
Program PEMP 2006 adalah ketentuan buku Pedoman Umum (Pedum). Ketentuan Pasal
60 (1) dan Pasal 62 UU No 31/2004 tentang Perikanan yang mengatakan bahwa
pemerintah memberdayakan nelayan kecil melalui penyediaan skin kredit untuk
modal usaha dan biaya operasional dengan cara mudah dan bunga rendah sesuai
kemampuan nelayan kecil. Ketentuan ini berkontrakdiksi dengan ketentuan buku
Pedoman Umum (halaman 9- 13 ) yang
menjelaskan bahwa
Dalam menjalankan fungsinya, koperasi meneriman DEP (Dana Ekonomi
Produktif) sebagai hibah yang dijaminkan kepada perbankan untuk mendapatkan
pinjaman. Dana pinjaman tersebut selanjutnya disalurkan untuk dapat diakses
masyarakat pesisir melalui LKM (Lembaga Keuangan Mikro) milik koperasi yang
bersangkutan...Bunga pinjaman yang dibebankan kepada anggota dan calon anggota
koperasi maksimal sama dengan suku bunga yang berlaku pada BPR (Bank
Perkreditan Rakyat atau Koperasi Simpan Pinjam setempat)
b.
Struktur
Hukum atau Kelembagaan
Menurut ketentuan Buku Pedoman
Umum ( hal. 07-10 ), bahwa dalam pelaksanaannya, PEMP dikelola oleh organisasi
yang melibatkan beberapa lembaga atau institusi, yaitu Dinas Kelautan dan
Perikanan, Perbankan, Koperasi Nelayan Madani, Tim Pendamping Desa, dan
Kelompok Nelayan, seperti pada gambar 2
berikut :

1). Pemerintah Pusat
Adalah Kementerian Kelautan
dan Perikanan (selanjutnya disingkat KKP) melalui Direktur Jenderal Kelautan
Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (selanjutnya disingkat Dirjen KP3K) bertindak
sebagai penanggung jawab dan pembina program di tingkat nasional seperti
penyusunan pedoman umum, melaksanakan sosialisasi regional, pelatihan,
monitoring dan evaluasi serta pelaporan.
2). Pemerintah Daerah
Dinas Kelautan dan Perikanan
Propinsi dan Kabupaten sebagai representasi KKP di daerah bertugas melakukan
koordinasi, ssosialisasi, monitoring dan evaluasi serta pelaporan. Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota bertugas menetapkan Konsultan Pelaksana
Kegiatan, menetapkan Koperasi Pelaksana, sosialisasi dan publikasi tingkat
kabupaten/kota, memfasilitasi pembentukan LKM (Lembaga Keuangan Mikro).
Rekruitmen Tenaga Pendamping Desa, pelatihan, monitoring dan evaluasi serta
pelaporan. Pengawasan terhadap sirkulasi dana dari bank pelaksana ke koperasi
dan sebaliknya, serta dana yang dijaminkan, dilakukan oleh Dinas Kelautaan dan
Perikanan dengan tidak melanggar aturan-aturan perbankan yang ada.
3). Konsultan Manajemen
Berfungsi membantu Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten/kota dalam aspek teknis dan manajemen Program
PEMP, meliputi kegiatan inventarisasi potensi dan kebutuhan masyarakat pesisir
dalam modal usaha, pemetaan jalur produksi, pasar dan konsumen serta
kemungkinan pengembangan program melalui kerjasama dengan berbagai pihak
4). Tenaga Pendamping Desa ( TPD )
Bertugas mendampingi
masyarakat secara terus-menerus dalam bentuk mempersiapkan masyarakat pesisir mengakses kredit pada
Lembaga Keuangan Mikro, mendampingi nelayan menjalankan dan mengembangkan usaha
baik dalam proses produksi maupun pemasaran, membuat laporan perkembangan
kegiatan setiap bulan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/kota.
5). Koperasi
Berfungsi sebagai komponen
utama pelaksanaan Program PEMP di daerah dengan berkordinasi dengan Dinas
Kelautan dan Perikanan (selanjutnya disingkat DKP) sebagai penanggung jawab
operasional di daerah dan juga dengan lembaga perbankan/pembiayaan sebagai
mitra usaha. Dalam menjalankan fungsinya
yaitu sebagai pelaksana Program PEMP, koperasi menerima DEP (Dana Ekonomi
Produktif) sebagai hibah yang dijaminkan kepada perbankan untuk mendapatkan
pinjaman. Dana pinjaman tersebut selanjutnya disalurkan untuk dapat diakses
masyarakat pesisir melalui LKM milik koperasi.
6). Bank Pelaksana
Adalah lembaga keuangan perbankan yang ditetapkan oleh Kemeterian
Kelautan dn Perikanan dengan tugas dan fungsi sebagai berikut :
(1). Menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya DEP
yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan modal.
(2). Menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi yang ada pada bank
pelaksana untuk kegiatan pelaksanaan BPR Pesisir (selanjutnya disingkat Bank
Perkreditan Rakyat Pesisir), Solar Packed Dealer Nelayan, dan Kedai Pesisir
(3). Melakukan pendampingan teknis
dan administratif kepada koperasi atau LKM atau Usaha Simpan Pinjam
c.
Budaya Hukum Masyarakat
Menurut artikel tentang budaya yang dimuat dalam Wikipedia bahasa Indonesia (http://id.wikipedia/wiki/budaya/), diakses tanggal 28 Juli 2012, menjelaskan bahwa budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, berasal dari kata Latin Colere, artinya mengolah atau mengerjakan. Bisa juga diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Unsur-unsur budaya adalah sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Kebudayaan
berhubungan erat dengan masyarakat yang menurut Andreas Eppink, yang dimuat
dalam Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas (http://id.wikipedia/wiki.budaya/), yang diakses tanggal 28 Juli 2012 bahwa
kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai social, norma social, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur social, religius, segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat… Edward Burnett Tylor
mengartikan kebudayaan sebagai
keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain
yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sudarman Tetra Ginanwar (http://tetrag5.blogspot.com/budaya)
mengutip Lawrence Meir Freidman menyatakan bahwa struktur dan substansi
merupakan komponen inti dari sebuah sistem hukum, tetapi baru sebatas desain
atau cetak biru dan bukan mesin kerja. Struktur dan substansi menjadi masalah
karena keduanya statis; keduanya ibaratnya gambar dari sistem hukum. Gambar tersebut tidak memiliki gerak dan kebenaran. Unsur
yang dapat memberikan kehidupan dalam sistem hukum adalah ‘budaya hukum’. Dari
ketiga komponen hukum, budaya hukum merupakan komponen yang paling penting. Budaya
hukum menentukan kapan, mengapa dan di mana orang menggunakan hukum, lembaga
hukum atau proses hukum atau kapan mereka menggunakan lembaga lain atau tanpa
melakukan upaya hukum. Dengan kata lain, faktor budaya merupakan ramuan penting
untuk mengubah struktur statis dan koleksi norma statis menjadi badan hukum
yang hidup. Budaya hukum membuat
segalanya bergerak dan merupakan variabel penting dalam proses menghasilkan
hukum dinamis dan perubahan hukum
Lili Rasjidi (2003 :131) menguraikan, bahwa
setiap masyarakat memiliki budaya hukum sendiri-sendiri, yang dapat
dibedakan atas tiga kelas, yaitu Budaya hukum Eropa Kontonental atau budaya
hukum sipil, dengan bentuk utama
hukumnya adalah hukum tertulis. Budaya hukum common law system atau budaya hukum kebiasaan merupakan budaya
hukum tidak tertulis (living law system),
berkembang di Inggeris, Amerika Serikat dan masyarakat sederhana (tradisional)
pada umumnya. Budaya hukum kombinasi antara kedua budaya hukum tersebut di
atas.
Agustinus Edi Kristianto dan A. Patra M. Zen (2009 : 4)
... budaya amat mempengaruhi pelaksanaan aturan-aturan hukum. Faktor
budaya telah menyebabkan sejumlah ketentuan hukum sama sekali tidak bisa
dijalankan. Faktor budaya juga menyebabkan penerapan hukum tidak bisa
sepenuhnya dilakukan, atau tidak bisa diberlakukan sama pada setiap pelanggaran
atau sengketa.
Dalam
kaitan dengan masyarakat pesisir, maka budaya yang cocok untuk diterapkan untuk
pertama kalinya harus disesuaikan dengan kebijakan pemerintah dalam hal ini
sesuai dengan Pedum PEMP yaitu para kelompok nelayan dimotivasi berkelompok,
berkoperasi, dan anggota keluarga nelayan yang tidak produktif diajarkan untuk
memasarkan sendiri hasil tangkapan ikan keluarga mereka. Di samping itu dididik
cara mengelola ikan menjadi jenis
produksi lain (abon-abon, kerupuk dan
sebagainya) sehingga terdapat nilai tambah. Dididik bagaimana cara mengatur
keuangannya dengan cara menabung pada koperasi mereka.
Berdasarkan uraian tersebut di
atas, dapat disimpulkan bahwa faktor substansi hukum atau peraturan
perundang-undangan, faktor struktur hukum,
faktor budaya hukum masyarakat pesisir merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi keberhasilan suatu program. Ketiga faktor tersebut merupakan
faktor penunjang atas keberhasilan pelaksanaan Progam PEMP 2006 pada masyarakat pesisir dan
sekaligus juga merupakan ancaman penghambat yang sangat potensial .
2.3.
Sistem Penyaluran Dana PEMP 2006
Kebijakan pengelolaan DEP Program
PEMP 2006 pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kebijakan
pemberian kredit oleh lembaga perbankan kepada koperasi nelayan dan kebijakan
pemberian pinjaman kredit dari koperasi kepada kelompok nelayan, sehingga dapat
dikatakan bahwa penyaluran dana PEMP
2006 dari Pemerintah Pusat untuk sampai kepada kelompok pengguna (pemanfaat)
melalui dua lembaga perantara yaitu lembaga perbankan dan lembaga
perkoperasian, atau dengan kata lain melalui dua tahap. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat pada Gambar 3 berikut :

Gambar 3
2.3.1
Fasilitas Kredit Perbankan Kepada Koperasi
Pemberian fasilitas kredit kepada koperasi oleh lembaga perbankan harus
disertai cash collateral ( jaminan tunai ) dari Pemerintah Pusat
(Kementerian Kelautan dan Perikanan). Dana dari Pemerintah Pusat yang menjadi
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dijadikan jaminan kredit pada
lembaga perbankan (cash collateral)
dan dana tersebut disebut sebagai Dana Ekonomi Produktif (DEP). Kebijakan ini
menyebabkan tingginya beban bunga pinjaman bagi kelompok nelayan, yaitu
mencapai 21 % pertahun, karena di samping pembebanan bunga dari koperasi
nelayan, juga ada pembebanan bunga dari lembaga perbankan.
Kebijakan tersebut telah dituangkan
ke dalam suatu Pedoman Umum
Menteri Kelautan dan
Perikanan berupa ketentuan
pemberian dana kepada koperasi nelayan yang
harus dijadikan agunan kredit pada lembaga perbankan. Kebijakan ini memberikan
keuntungan kepada lembaga perbankan yang sudah mapan, yaitu disatu sisi, mengendapnya
dana Pemerintah Pusat pada lembaga perbankan tanpa bunga, dan di sisi lain
lembaga perbankan memperoleh bunga kredit dari koperasi nelayan yang pada
gilirannya menjadi beban nelayan. Lembaga perbankan tanpa menanggung resiko
kemacetan kredit karena adanya agunan tunai ( cash collateral ) berupa dana segar dari pemerintah dan tanpa usaha
yang berarti telah menikmati keuntungan berupa bunga kredit dari koperasi
nelayan dan menikmati perolehan dana
murah ( dana tanpa bunga ).
2.3.2. Fasilitas Kredit Dari Koperasi Nelayan Kepada
Kelompok Nelayan
Menurut Agustinus Edy Kristianto dan kawan-kawan ( (2009 : 154) Kredit diartikan secara etimologis adalah
kepercayaan, artinya apabila seseorang atau badan usaha mendapatkan fasilitas
kredit, maka berarti ia mendapatkan kepercayaan dari pemberi kredit. Pemberian
kredit tersebut dituangkan dalam suatu perjanjian kredit sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Selanjutnya, Agustinus Edy Kristianto
( 2009 : 155 ) mengatakan,
bahwa
setiap kredit
yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit
wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit… Dari perjanjian tersebut
timbul suatu hubungan hukum antara dua pihak pembuatnya yang dinamakan
perikatan. Hubungan hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang
dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi
hak dan kewajiban secara sukarela maka salah satu pihak dapat menuntut melalui
pengadilan.
Pelaksanaan penyaluran dana Program PEMP 2006 dari Koperasi Nelayan
Madani kepada kelompok nelayan harus
dibuatkan suatu Perjanjian Kredit, mengingat dana yang disalurkan kepada
kelompok nelayan merupakan pinjaman berjangka waktu yang pokok dan bunganya
harus diangsur setiap bulan sampai lunas.
Perjanjian Kredit tersebut tidak disertai
dengan agunan kebendaan, sehingga pendaftaran perjanjian fiduciaire eigendoms overdrach (FEO) sebagai perjanjian accessoir (perjanjian ikutan) tidak
dibuat. Dengan demikian resiko kemacetan kredit cukup tinggi.
BAB 3
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Analisis Penerapan Kebijakan Program PEMP 2006
Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa dana hibah Program PEMP
2006 harus dijadikan jaminan kredit
koperasi pada lembaga perbankan dalam hal ini Bank Rakyat Polewali untuk
mendapatkan dana yang dapat diberikan kepada kelompok nelayan yang disebut Dana
Ekonomi Produktif (DEP). Dana dari Pemerintah Pusat yang menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dijadikan
jaminan kredit pada lembaga perbankan (cash
collateral). Fasilitas kredit koperasi nelayan dengan jaminan tunai
tersebut diteruskan kepada nelayan sebagai pinjaman bergulir yang harus
diangsur, meliputi angsuran pokok dan bunganya setiap bulan.
Sistem kebijakan ini menyebabkan tingginya beban bunga pinjaman bagi
kelompok nelayan, yaitu mencapai 21 % pertahun, karena di samping pembebanan
bunga dari koperasi nelayan, juga ada pembebanan bunga dari lembaga perbankan.
Akibat dari sistem ini,
perbankan menerima dana hibah tanpa biaya di satu sisi dan di sisi lain
memperoleh bunga kredit tanpa usaha yang berarti, karena hanya menerima saja
setoran angsuran pokok dan bunga kredit tiap bulan dari koperasi nelayan.
Sebagai gambaran dari hasil penelitian,
bahwa selama tiga tahun, yaitu dari tahun 2007 sampai tahun 2009 program
PEMP berjalan jumlah bunga yang telah dibebankan BRI Polewali kepada Koperasi
Nelayan telah mencapai Rp 98,6 juta. Jumlah Kredit Nelayan Rp 563,9 juta, telah mengalami kemacetan pengembalian dari nelayan 87,5 % dan
jaminan tunai (Cash Collateral) di
BRI telah dicairkan oleh BRI pada tahun 2010 sebagai pelunasan kredit koperasi
nelayan.
Kebijakan tersebut di atas
tidak memperlihatkan adanya keistimewan Program PEMP 2006 baik bagi koperasi
nelayan maupun nelayan, ditinjau dari segi kemudahan akses permodalan nelayan dan
beban bunga. Bunga yang menjadi beban
nelayan hampir sama dengan tingkat bunga BPR (Bank Perkreditan Rakyat) atau
koperasi simpan pinjam lainnya yaitu bunga 21 % pertahun. Menurut hasil wawancara dari beberapa nelayan
yang mendapat bantuan Program PEMP 2006 mengapa mereka tidak memenuhi
kewajibannya untuk mengembalikan pinjamannya;
mereka (nelayan) balik bertanya bahwa
mengapa dana hibah atas beban APBN untuk nelayan dibungakan oleh bank dan
koperasi. Hal itulah yang menyebabkan mereka bersatu untuk tidak melakukan
angsuran atas kewajibannya.
Bila ditilik kembali prosedur
pelaksanaan penyaluran dana PEMP kepada kelompok nelayan yang dilakukan antara
Koperasi Nelayan Madani dan Kelompok Nelayan, tampak mereka telah menggunakan
surat perjanjian pinjam-meminjam uang atau perjanjian kredit. Namun tidak
disertai dengan jaminan kebendaan. Perjanjian kredit ini dibuat berdasarkan
ketentuan pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, bahwa ”perjanjian yang dibuat oleh dua
orang atau lebih dengan kesepakatan bersama yang disertai dengan itikad baik
merupakan undang-undang bagi yang membuatnya”. Perjanjian kredit ini tidak efektif
karena anggota koperasi dari nelayan wanprestasi
atas kewajibannya, seperti tidak melakukan pembayaran angsuran pokok dan bunga
pinjamannya. Koperasi tidak mempunyai instrument untuk memaksa nelayan memenuhi
kewajibannya karena tidak adanya jaminan kebendaan yang diserahkan oleh anggota
koperasi nelayan sebagai jaminan pinjaman nelayan. Jaminan kebendaan ini tidak
dipersyaratkan oleh koperasi nelayan kepada kelompok nelayan karena tidak
diatur dalam Buku Pedoman Umum PEMP 2006. Koperasi nelayan mengalami kesulitan untuk
menempuh jalur hukum dalam penyelesaian kredit nelayan, mengingat biaya perkara
melalui letigasi cukup tinggi dibandingkan dengan besarnya pinjaman anggota
nelayan.
Berdasarkan hasil wawancara
dari beberapa anggota nelayan, bahwa mereka
Wanprestasi karena dipicu oleh adanya pendapat dikalangan mereka, bahwa apa
yang diterima dari koperasi merupakan dana hibah dari pemerintah, dengan kata lain bantuan pemerintah kepada
nelayan tidak perlu dikembalikan karena berasal dari uang rakyat juga, serta
tidak mengandung resiko atau sanksi hukum bila tidak dikembalikan. Pandangan
atau sikap seperti ini telah lama tertanam pada masyarakat pesisir, sehingga
beberapa bantuan pemerintah untuk pemberdayaan ekonomi semuanya mengalami kegagalan.
Hal ini diidentifikasi sebagai faktor penghambat yang sangat serius terhadap
suatu kebijakan.
Tunggakan angsuran pokok dan
bunga nelayan semakin hari semakin membengkak sampai macet sama sekali dan menyebabkan
koperasi nelayan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran angsuran dan
bunganya kepada lembaga perbankan, yang pada gilirannya lembaga perbankan menjatuhkan sanksi kepada koperasi karena tidak
memenuhi kewajibannya. Menurut ketentuan
Buku Pedoman PEMP 2006 tunggakan angsuran lebih tiga kali berturut-turut, agunan
tunai (cash collateral) koperasi harus
dicairkan dan nama koperasi beserta pengurusnya di black
list oleh lembaga perbankan bersama
Dinas Kelautan dan Perikanan. Koperasi Nelayan Madani telah di masukkan
ke dalam black list, dan sanksi berikutnya adalah koperasi nelayan
tidak akan diberikan lagi kesempatan untuk menyalurkan dana bantuan, baik dari
pemerintah maupun dari lembaga perbankan, yang berarti kegagalan program
pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat pesisir melaui koperasi
nelayan.
3.2 . Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Program PEMP 2006
Menurut Lawrence Meir Friedman
yang dikutip oleh Arifin Hamid (2007 : 35) bahwa sistem hukum mempunyai tiga
unsur, yaitu structure (struktur)
atau kelembagaan, Substance atau substansi
(peraturan perundang-undangan), dan legal
culture atau budaya hukum. Di dalam analisa ini di samping ketiga unsur
hukum tersebut dijadikan instrument untuk melihat bekerjanya hukum dalam
Program PEMP 2006 juga ikut diperhatikan kultur kewirausahaan koperasi dan
kelompok nelayan yang diharapkan mendukung kelancaran anggota kelompok nelayan
memenuhi kewajibannya dan turut menentukan keberhasilan Program PEMP 2006.
Data hasil penelitian yang dilakukan pada 4 kecamatan
dengan menyebarkan 36 check list (angket) yang mewakili 355 yang meliputi 50 kelompok anggota nelayan yang
mendapat bantuan PEMP 2006 menunjukkan data sebagai berikut :
Tabel
1 :
DAFTAR
KELOMPOK NELAYAN YANG MENGISI ANGKET
Tab No
|
Kecamatan
|
Jenis Kelompok
|
Jml check list
|
Jml anggota
|
1
|
Binuang
|
Nelayan tangkap
Pemasran ikan
|
7
4
|
57
34
|
2
|
Polewali
|
Pemasaran ikan
Nelayan Tangkap
|
14
1
|
170
14
|
3
|
Campalagian
|
Pemasaran ikan
Pengolahan ikan
|
3
2
|
20
20
|
4
|
Balanipa
|
Pemasaran ikan
|
5
|
40
|
|
|
T o t a l
|
36
|
355
|
P
= Jumlah Check List dibagi Jumlah Anggota dikali 100 % = 36x100/355 = 10,14 % .Tabel
1 di atas menunjukkan total populasi 355 anggota kelompok nelayan yang meliputi
50 kelompok. Sampel melalui angket 36 orang anggota nelayan atau 10,14 %.
Data yang diperoleh dari check list (angket) diolah dengan menggunakan Tipe Skala pengukuran
menurut rumus Skala Likert berikut :
P = ∑ ( b x f )
x 100 %.
∑ n x ( Bt )
P = persentase. b = bobot. f = frekwensi. n = jumlah responden dari masing-masing kategori. Bt =
bobot tertinggi ( misalnya 5). (b x f ) =
Skor masing-masing kategori. ∑ ( b x f ) =
penjumlahan skor dari masing-masing kategori. ∑ n = Total responden dari masing-masing
kategori. (Bt x ∑ n ) = Bobot tertinggi (ideal) dikali dengan total
responden.
Persentase objek penelitian melalui angket = Total Skor dikali
100 % dibagi Total Responden dikali Total Bobot Tertinggi atau
P
= ∑ ( b x f ) x
100 %
∑ n ( Bt )
Untuk lebih jelas dapat dilihat
angka perhitungan pada tabel-tabel berikut :
1). Sosialisasi,
Pengarahan dan Pembinaan yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan :
Jawaban responden diolah dengan menggunakan teknik
skala sikap menurut Likert, diperoleh angka frekwensi dari komponen yang menjadi dasar
penilaian tingkat kepuasan nelayan terhadap sosialisasi, pengarahan dan pembinaan
kelompok yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan.
Bobot atau nilai kategori dikalikan dengan Frekwensi
jawaban responden, akan diperoleh jumlah skor. Total skor diperoleh dengan
menjumlahkan masing-masing nilai skor kategori. Total skor ini dibagi dengan hasil
perkalian antara bobot maksimum (5) dan
total anggota responden (36) dikalikan 100 %, maka akan diperoleh persentase
yang menjadi ukuran penilaian tingkat kepuasan nelayan, namun sebelumnya harus
ditetapkan nilai kategori dan kriteria
Interpretasi skor.
Kriteria Interpretasi Skor ditentukan sebagai berikut :
-
Angka 0 – 20 % =
Sangat Tidak Puas (STP)
-
Angka 21 - 40 % = Tidak Puas (TP)
-
Angka 41 – 60 % =
Cukup Puas (CP)
-
Angka 61- 80
% = Puas ( P )
-
Angka 81- 100 % = Sangat Puas (SP)
-
Skor tertinggi = 5 x 36 = 180 (Sangat Puas- SP). Skor terendah = 1 x 36
= 36 (Sangat Tidak Puas-STP)
Perhitungan dengan menggunakan angka-angka pada tabel 2 berikut :
(
5+4+6+42+11) x 100
%
P =
∑ (b x f )
x 100 % =
( 1+1+2+21+11)x 5
∑ n ( Bt)
P = 68
X 100 % = 6800/180 % = 37,8 %
36 x 5
TABEL
: 2
DAFTAR NILAI KATEGORI (BOBOT)
, FREKWENSI
DAN SKOR JAWABAN RESPONDEN
No
|
Kategori Jawaban Responden
|
Bobot
|
Frekwensi
|
Skor
|
1
|
Sangat Puas
|
5
|
1
|
5
|
2
|
Puas
|
4
|
1
|
4
|
3
|
Cukup Puas
|
3
|
2
|
6
|
4
|
Kurang Puas
|
2
|
21
|
42
|
5
|
Sangat Tidak Puas
|
1
|
11
|
11
|
|
T o t a l
|
15
|
36
|
68
|
.
Berdasarkan hasil perhitungan yang
dikaitkan dengan kriteria interpretasi skor tersebut di atas, maka tingkat
kepuasan nelayan terhadap pembinaan kelompok yang dilakukan oleh Dinas Kelautan
dan Perikanan adalah 68/180 x 100 % = 37,8
% ( Tidak Puas )
2). Lembaga yang Memperoleh Keuntungan dari Program PEMP 2006 :
Hasil riset (angket) yang
telah diolah dengan menggunakan rumus
P = f/n x 100 % menunjukkan
persentse jawaban responden yang dituangkan ke dalam tabel 2 berikut :
TABEL : 2
DAFTAR PERSENTASE JAWABAN RESPONDEN
ATAS LEMBAGA/INSTITUSI YANG
MEMPEROLEH KEUNTUNGAN
DARI PROGRAM PEMP 2006
No
|
Kategori Jawaban Responden
|
Responden
|
Frekwensi
|
%
|
1
|
B R I Polewali
|
36
|
19
|
52,79
|
2
|
Koperasi Nelayan Madani
|
36
|
7
|
19,44
|
3
|
Petugas DKP
|
36
|
5
|
13,89
|
4
|
Tim Pendamping Desa/TPD
|
36
|
3
|
8,33
|
5
|
Pengurus Kelompok Nelayan
|
36
|
2
|
5,55
|
6
|
Nelayan
|
36
|
0
|
0
|
|
T o t a l
|
36
|
36
|
100
|
Berdasarkan perhitungan di atas,
maka yang mendapat keuntungan dari Program PEMP 2006 adalah BRI Polewali (52,79
%) disusul oleh Koperasi Nelayan Madani (19,44 %) dan Petugas DKP (13,89 %)
3. Bimbingan
yang dilakukan Tim Pendamping Desa kepada nelayan.
Jawaban Responden yang tertera
pada 36 set check list yang disebarkan kepada mereka menunjukkan jumlah frekwensi
dan nilai skor pada tabel 3.
TABEL : 3
DAFTAR NILAI SKOR JAWABAN
RESPONDEN
No
|
Kategori Jawaban Responden
|
Bobot
|
Frekwensi
|
Skor
|
1
|
Sangat Puas
|
5
|
1
|
5
|
2
|
Puas
|
4
|
1
|
4
|
3
|
Cukup Puas
|
3
|
2
|
6
|
4
|
Kurang Puas
|
2
|
16
|
32
|
5
|
Sangat Tidak Puas
|
1
|
16
|
16
|
|
T o t a l
|
15
|
36
|
63
|
Skor
tertinggi = 5 x 36 = 180 (Sangat Puas-
SP). Skor terendah = 1 x 36 = 36 (Sangat
Tidak Puas-STP)
P = ∑ (b
x f ) x 100 %
= ( 5+4+6+32+16) x 100 %
∑
n ( Bt) (
1+1+2+16+16)x 5
P = 63 X 100 % =
6300/180 % = 35 %
36 x
5.
Berdasarkan hasil perhitungan
yang dikaitkan dengan kriteria interpretasi skor tersebut diatas, maka tingkat
kepuasan nelayan terhadap pengarahan dan bimbingan yang dilakukan oleh Tim
Pendamping Desa (TPD) adalah 63/180 x
100 % = 35 % ( Tidak Puas )
Tim Pendamping Desa (TPD) tidak melakukan fungsinya dengan baik; mereka
seharusnya berada ditengah-tengah masyarakat nelayan untuk memberikan saran,
pengarahan kepada kelompok nelayan,
sudah tidak pernah lagi muncul ditengah-tengah kelompok nelayan, bahkan
saat ini tim Pendamiping Desa ( TPD ) telah bubar.
4.
Sosialisasi dan Bimbingan BRI
kepada Anggota Nelayan
Jawaban Responden terhadap 36
set angket yang disebarkan kepada mereka, menunjukkan jumlah frekwensi dan
nilai skor pada tabel 4 berikut
P = ∑ (b x f )
x 100 % = ( 5+4+6+32+16) x 100 %
∑ n ( Bt) ( 1+1+2+16+16)x 5
P
= 65 X 100 % =
6500/180 % = 36,11 %
36 x 5.
TABEL : 4
DAFTAR NILAI SKOR JAWABAN RESPONDEN
No
|
Kategori Jawaban Responden
|
Bobot
|
Frekwensi
|
Skor
|
1
|
Sangat Puas
|
5
|
1
|
5
|
2
|
Puas
|
4
|
2
|
8
|
3
|
Cukup Puas
|
3
|
2
|
6
|
4
|
Kurang Puas
|
2
|
15
|
30
|
5
|
Sangat Tidak Puas
|
1
|
16
|
16
|
|
T o t a l
|
15
|
36
|
65
|
Skor tertinggi = 5 x 36 = 180 (Sangat Puas- SP). Skor terendah = 1 x 36
= 36 (Sangat Tidak Puas-STP)
Berdasarkan hasil perhitungan
yang dikaitkan dengan kriteria interpretasi skor tersebut diatas, maka tingkat
kepuasan nelayan terhadap sosialisasi, pengarahan dan bimbingan yang dilakukan
oleh Bank Rakyat Indonesia Polewali adalah
65/180 x 100 % = 36,11 % ( Tidak Puas )
5.
Tingkat Suku Bunga Koperasi
Nelayan Madani
Jawaban Responden terhadap 36 set
angket yang disebarkan kepada mereka, menunjukkan data dan nilai skor pada
tabel 5 berikut :
TABEL : 5
DAFTAR NILAI SKOR JAWABAN RESPONDEN
No
|
Kategori Jawaban Responden
|
Bobot
|
Frekwensi
|
Skor
|
1
|
Sangat Tinggi
|
5
|
12
|
60
|
2
|
Tinggi
|
4
|
17
|
68
|
3
|
Cukup Tinggi
|
3
|
7
|
21
|
4
|
Rendah
|
2
|
0
|
0
|
5
|
Sangat Rendah
|
1
|
0
|
0
|
|
T o t a l
|
15
|
36
|
149
|
Skor
tertinggi = 5 x 36 = 180 (Sangat Tinggi-
ST). Skor terendah = 1 x 36 = 36
(Sangat Rendah-SR)
P =
∑ (b x f )
x 100 % = ( 60+68+21+0+0) x 100 %
∑ n ( Bt)
( 10+15+5+4+2)x 5
P
= 149 X 100 % =
14900/180 % = 82,78 %
36 x 5
Berdasarkan hasil perhitungan
yang dikaitkan dengan kriteria interpretasi skor tersebut diatas, maka tingkat
suku bunga yang dibebankan kepada nelayan yang memperoleh bantuan pinjaman dari
koperasi berada pada tingkat Sangat Tinggi ( 82,78 % )
6.
Kewajiban Nelayan Mengangsur
Hutang Pokok dan Bunga Pinjaman
Jawaban Responden terhadap 36 set
angket yang disebarkan kepada mereka, menunjukkan data dan nilai skor pada
tabel 6 berikut :
TABEL : 6
DAFTAR
PERSENTASE NILAI JAWABAN RESPONDEN
TENTANG
ALASAN NELAYAN TIDAK MENGANGSUR HUTANG POKOK DAN BUNGA PINJAMANNYA KEPADA
KOPERASI NELAYAN MADANI
No
|
Kategori Jawaban Responden
|
Responden
|
Frekwensi
|
%
|
1
|
Dana Hibah Tidak Perlu dikembalikan
|
36
|
11
|
30,56
|
2
|
Dana Hibah Untuk Koperasi harus
dibayar
|
36
|
2
|
5,55
|
3
|
Ketua Kelompok Nelayan tdk meneruskan pembayaran angsuran dari anggota
|
36
|
5
|
13,89
|
4
|
Teman-teman lainnya juga tidak mengangsur
|
36
|
9
|
25,00
|
5
|
Kesulitan biaya hidup
|
36
|
9
|
25.00
|
|
T o t a l
|
36
|
36
|
100
|
Berdasarkan perhitungan di atas,
tampak jawaban responden bervariasi, dalam arti frekwensi jawaban responden
tidak ada yang terlalu menonjol tapi lebih merata, yaitu sebanyak 11 responden
memilih alasan nelayan tidak memenuhi kewajibannya untuk mengangsur hutang
pokok dan bunga, karena dana bantuan
tersebut berasal dari dana hibah untuk nelayan (30,56 % ), disusul dengan
alasan kesulitan biaya hidup dan teman-teman anggota nelayan yang lain tidak
mengangsur juga, masing-masing 9 responden dengan persentase 25 %.
Ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Buku Pedoman Umum PEMP 2006 tentang sanksi bagi kelompok nelayan yang
tidak memenuhi kewajibannya, yaitu kepada kelompok nelayan yang wanprestasi dikenakan sanksi tidak diberikan lagi bantuan
berikutnya, ternyata hal ini dilanggar oleh Dinas Kelautan dan Perikanan.
Beberapa kelompok nelayan yang wanprestasi
telah diberikan lagi bantuan rumput laut. Hal ini menyebabkan hilangnya wibawa
hukum dan merupakan pendidikan yang buruk bagi rakyat khususnya masyarakat
pesisir.
Jawaban responden atas check list
yang disebarkan sebanyak 36 set mewakili 50 kelompok nelayan (355 anggota
kelompok nelayan) pada 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar yang
berisi pertanyaan -pertanyaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan Program PEMP 2006 di Kabupaten Polewali Mandar, direkapitulasi dan
dituangkan ke dalam tabel 7 berikut :
TABEL
7
REKAPITULASI
PEROLEHAN PERSENTASE ATAS PENILAIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PELAKSANAAN
PROGRAM PEMP 2006
No
|
Jenis Penilaian
|
Kategori
|
∑Nilai
Skor
&frekwensi
|
% Nilai
skor
|
1
|
Sosialisasi, Pengarahan dan Pembinaan DKP
|
Tidak Puas
|
68
|
37,8
|
2
|
Lembaga yang Memperoleh Keuntungan dari Program PEMP 2006
|
BRI Polewali
|
19
|
52,79
|
3
|
Bimbingan dari Tim Pendamping Desa
|
Tidak Puas
|
63
|
35,00
|
4
|
Sosialisasi dari Bank BRI Polewali
|
Tidak Puas
|
65
|
36,11
|
5
|
Tingkat Suku Bunga Pinjaman Koperasi Nelayan Madani
|
Sangat Tinggi
|
149
|
82,78
|
6
|
Kewajiban Nelayan Mengangsur
hutangnya : Dana hibah tidak perlu dikembalikan,
|
Data tersebar
|
11
|
30,56
|
Total
Responden = 36 orang, Populasi = 355 orang ( 50 kelompok)
Berdasarkan tabel 7 di atas,
tampak bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak lancar Program PEMP 2006
adalah sebagai berikut :
-
Kurangnya pengarahan,
pembinaan kelompok nelayan dari DKP,
-
Kurangnya sosialisasi dari BRI
Polewali
-
Kurangnya bimbingan dari Tim
Pendamping Desa ( TPD )
-
Tingkat suku bunga pinjaman
sangat tinggi
-
Adanya ketidak percayaan
mereka terhadap lembaga/institusi yang seharusnya menunjang pelaksanaan Program
PEMP 2006, sehingga mereka mengusulkan aagar dana bantuan pemerintah langsung
saja ke nelayan tidak perlu berkelompok dan tidak perlu melalui koperasi
nelayan.
-
Adanya bisikan oknum bahwa
dana Program PEMP 2006 adalah dana hibah yang berasal dari APBN untuk nelayan,
sehingga mereka tidak mau lagi meneruskan pembayaran angsurannya.
-
Adanya pengaruh dari
teman-teman mereka agar tidak usah mengangsur
-
Mereka kesulitan biaya hidup
Budaya hukum yang merupakan nilai-nilai
sosial masyarakat dan nilai-nilai agama serta kebiasaan-kebiasaan yang ada di dalam masyarakat diharapkan turut
membantu kelancaran Program PEMP 2006. Pemahaman secara mendalam keadaan ini guna mencari solusinya,
diperlukan pendekatan sosiologi sebagaimana dikemukakan para ahli tersebut
diatas, bahwa faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat suatu
kebijakan pemerintah sangat tergantung pada sistem nilai (budaya) yang dianut
oleh masyarakat setempat, nilai-nilai agama dan kebiasaan-kebiasaannya. Faktor
budaya menekankan pada nilai-nilai kegunaan,
realitas sosial, semuanya dianggap
sebagai nilai-nilai yang dapat diterima oleh masyarakat hukum yang pada
gilirannya akan menjadi faktor pendukung terhadap terhadap suatu kebijakan pemerintah,
ternyata telah terjadi sebaliknya. Mereka wanprestasi
karena bantuan Pemerintah yang dulu-dulu juga begitu, tidak dikembalikan dan
tidak ada sanksi sama sekali. Nilai budaya malu berutang, nilai keagamaan dan
nilai-nilai moral tentang keharusan membayar utang tidak tampak lagi.
BAB 4
P E N U T U P
1.
Kesimpulan :
Pelaksanaan Program PEMP 2006 tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan. Perguliran Kredit dana PEMP 2006
mengalami kemacetan 87,6 % dan cash
collateral ( jaminan tunai) yang berasal dari pemerintah telah dicairkan. Kebijakan
Kementerian Kelautan dan Perikanan yang didelegasikan kepada Direktorat
Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tentang Pelaksanaan Program
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir hanya menguntungkan pihak perbankan. Dana hibah
yang berasal dari APBN 2006 untuk nelayan berubah menjadi kredit Bank Rakyat
Indonesia Polewali kepada Koperasi Nelayan Madani yang pada gilirannya
disalurkan kepada kelompok nelayan dengan suku bunga sangat tinggi ( 21 %
pertahun). Lembaga-lembaga yang seharusnya mendukung pelaksanaan Program PEMP
2006 seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Polewali, Tim Pendamping Desa, Bank
Rakyat Indonesia tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Budaya hukum masyarakat
pesisir juga tidak mendukung, seperti kelompok nelayan tidak menepati
perjanjian yang telah disepakati dengan Koperasi Nelayan Madani. Faktor kewirausahaan
nelayan dan koperasi nelayan juga masih rendah, tidak tampak adanya
kreativitas, inovatif terhadap produk baru yang dapat dipasarkan. sehingga selalu
mengharapkan dana bantuan dari pemerintah.
2.
S a r a n :
Demi kelangsungan pelaksanaan
Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, sebaiknya dana bantuan program
pemberdayaan dari pemerintah tidak melalui lembaga perkreditan bank, tetapi ditransfer langsung saja ke
rekening giro koperasi nelayan dan selanjutnya dipinjamkan kepada nelayan.
Untuk tidak memberatkan nelayan karena pembebanan bunga, maka dana sosialisasi
program hendaknya dialihkan sebagian menjadi dana operasional pelaksanaan
program pada koperasi nelayan.
Kegiatan koperasi nelayan
hendaknya tidak hanya terfokus pada usaha simpan pinjam, melainkan harus menghidupkan
kembali usaha lainnya seperti Kedai Pesisir, SPDN, Budidaya Rumput Laut, usaha
pengolahan ikan menjadi produk makanan
yang nilai jualnya lebih tinggi, pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPD).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar