Sabtu, 04 Januari 2014

Analisis Hukum Program PEMP 2006 melalui Koperasi Nelayan Madani Polman



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang Permasalahan
            Masyarakat pesisir yang terdiri dari kelompok nelayan tangkap dan pemasaran ikan berskala kecil mengalami tingkat kehidupan yang jauh tertinggal dibandingkan dengan kelompok lainnya di dalam masyarakat, khususnya di bidang ekonomi. Mereka mengalami kesulitan mengakses permodalan pada perbankan, sehingga harus berhadapan dengan juragan ikan atau ’punggawa ikan’ yang menyediakan permodalan dengan persyaratan yang sangat memberatkan. Nelayan tangkap dan pemasaran ikan berskala kecil sangat membutuhkan permodalan, kebutuhan pokok sembako, solar/premium, peralatan melaut.
Masyarakat pesisir ditinjau dari status sosial, secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu kelompok pertama disebut kelompok nelayan kecil seperti nelayan tangkap, sawi, penjual ikan, sedangkan kelompok kedua adalah juragan ikan atau disebut juga sebagai ”punggawa ikan”. Kelompok nelayan kecil menggantungkan kehidupannya dari hasil menangkap ikan di laut yang berskala kecil atau sebagai ”sawi” dari kapal-kapal juragan ikan atau penjual ikan di pasar-pasar tradisional. Juragan ikan atau ”Punggawa ikan” melakukan fungsi ganda, disamping sebagai pedagang ikan, pedagang sembako, pedagang barang-barang kebutuhan melaut, juga sebagai rentenir untuk memenuhi kebutuhan kelompok nelayan kecil. Nelayan kecil sebagai nelayan tangkap membeli kebutuhan sembako, barang-barang kebutuhan melaut seperti solar, jala, pukat, mesin-mesin,  permodalan melaut dengan cara meminjam dari ’punggawa ikan’ dengan bunga tinggi atau membeli barang yang disediakan ’punggawa ikan’ dengan harga lebih tinggi. Sebagai konsekuensi penyediaan modal melaut nelayan kecil berkewajiban menjual ikan kepada ’punggawa ikan’ pemberi pinjaman modal melalut dengan harga lebih rendah.
Praktek inilah yang mencekik leher nelayan selama ini dan nelayan kecil tidak dapat melepaskan diri dari dilema ini, karena tidak mempunyai pilihan lain, sehingga tingkat kehidupan nelayan kecil khususnya di Kabupaten Polewali Mandar ketinggalan dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya.
Jumlah anggota yang termasuk kelompok nelayan kecil yang menangkap ikan secara tradisional di Kabupaten Polewali Mandar mencapai jumlah 16.573 kepala keluarga.
Kementerian Kelautan dan Perikanan ( selanjutnya disebut Pemerintah) mengidentifikasikan keterbelakangan kelompok nelayan kecil, sebagai akibat dari rendahnya budaya kewirausahaan, kurangnya partisipasi dalam usaha produktif dan tersumbatnya akses permodalan. Pemerintah hendak mengubah kondisi ini melalui perubahan budaya seperti menumbuhkan  bakat kewirausahaan bagi anggota keluarga nelayan melalui penyuluhan,  pentingnya berkelompok, mendidik berkoperasi. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (selanjutnya disingkat PEMP) adalah kebijakan Pemerintah di bidang ekonomi untuk menguatkan kelembagaan yang sudah dibentuk dengan mengucurkan dana bergulir atau Dana Ekonomi Produktip (selanjutnya disingkat DEP) melalui Koperasi Nelayan. Dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (disingkat APBN) untuk dijadikan dana bergulir atau DEP
Kebijakan pemerintah membentuk koperasi nelayan sebagai sasaran perantara  dalam menyalurkan dana program PEMP merujuk pada Pasal 33 ayat 1 dan 4  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI tahun 1945), yaitu :
Ayat 1 “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan…Ayat 4 berbunyi Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

            Pelaksanaan Program PEMP 2006 di Polewali Mandar diakomodasikan ke dalam tiga kegiatan pokok yang dibebankan kepada koperasi nelayan, yaitu
a.       Usaha Simpan Pinjam Nelayan  (selanjutnya disingkat USP Nelayan)
b.      Kedai Pesisir
c.       Solar Packed Dealer Nelayan (selanjutnya disingkat SPDN)
            Setelah program ini berjalan kurang lebih lima tahun di Polewali Mandar,  kegiatan perguliran dana tidak tampak lagi, baik kegiatan yang ada pada Koperasi nelayan, maupun kegiatan kelompok nelayan berserta anggota-anggotanya.
            Berdasarkan fakta-fakta yang ada pada masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut berkait dengan aspek hukum program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.       
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimanakah penerapan kebijakan Program PEMP 2006 di Polewali Mandar ?
1.2.2.  Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan Program PEMP 2006 di Polewali Mandar 
1.3.  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
-  penerapan kebijakan program PEMP 2006 di Polewali Mandar.
- faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Program PEMP 2006 di Polewali Mandar.
1.4.  Kegunaan Penelitian
1.4.1. Hasil penelitian ini merupakan karya ilmiah yang dapat dijadikan rujukan bagi penelitian berikutnya.
 1.4.2. Sebagai salah satu syarat bagi dosen untuk mendapatkan pangkat akademis pada STAI DDI Polewali Mandar
1.5.  Metode Penelitian
1.5.1. Lokasi Penelitian
Penelitian lapangan terhadap kelompok nelayan dilakukan pada Kecamatan Binuang, Kecamatan Polewali, Kecamatan Campalagian dan Kecamatan Balanipa. Keempat kecamatan  ini dianggap dapat mewakili kecamatan lain di Kabupaten Polewali Mandar dalam menyediakan data/informasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP 2006) karena sebagian besar bantuan dana Program PEMP 2006 disalurkan pada keempat Kecamatan ini.   
1.5.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah kelompok nelayan yang mendapatkan bantuan dana Program PEMP 2006 yang mencapai 355 anggota. Sampel ditetapkan sebanyak 36 anggota (10,1 %) dari penerima dana Program PEMP 2006, yaitu Binuang 11 anggota, Polewali 15 anggota, Campalagian 5 anggota, dan Balanipa 5 anggota.
1.5.3.  Jenis dan Sumber Data
. Data Primer diperoleh  dari penelitian lapangan (field research) berupa hasil kuesioner, wawancara dan pengamatan yang menggambarkan populasi dan responden. 
. Data Sekunder diperoleh dari kepustakaan (library research), yaitu dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Bank Rakyat Indonesia, Koperasi Nelayan Madani, serta dari internet.
1.5.4. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil angket (responden) merupakan data kuantitatif dianalisa menjadi data kualitatif melalui rumus
P = f/n x 100 %
Dan rumus Skala Likert :
P =          (b x f)            x 100 %.
                n  (  Bt )

P = Persentase. f = Frekwensi. b = bobot = nilai kategori,  n = jumlah responden, bt = bobot tertinggi.
∑ n =     total responden.           ∑ ( b x f ) = Total skor dari masing-masing kategori.
Analisa data kualitatif dilakukan dengan memperbandingkan antara data kualitatif dengan landasan hukum PEMP, doktrin, dokumen-dokumen, buku pedoman PEMP, dokumen-dokumen PEMP dan sebaginya.




BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beberapa Pengertian
2.1.1.   Program Pemberdayaan Ekonomi
Pengertian pemberdayaan menurut Edi Suharto yang diakses melalui internet tanggal 17 Juli 2012 (http://fle.upi.edu/direktori/fip/jur), bahwa pemberdayaan berasal dari kata daya yang berarti kekuatan. Berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan... Pemberdayaan yang merupakan terjemahan dari ”empowerment” (bahasa Inggris) menurut Merriam Webster dalam ”oxpord English Dictionary” yang dikutip oleh Edi Suharto tersebut di atas, mengandung dua pengertian yaitu :
1.      To give ability or enable to, diterjemahkan sebagai memberi kecakapan/kemampuan ( memungkinkan) .
2.      To give power of authority to, diterjemahkan sebagai memberi kekuasaan...
Pemberdayaan dalam pengertian pertama sebagai terjemahan dari empowerment sesuai dengan yang dimaksud dalam pengertian PEMP, yaitu membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukakan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat atau dengan kata lain bagaimana menolong masyarakat untuk mampu menolong dirinya sendiri.
Averroes Community, ( http : //www. pemberdayaan.com/), diakses tanggal 18 Juni 2012 menyatakan bahwa
Pemerintah sebagai ‘agen perubahan’ dapat menerapkan kebijakan pemberdayaan masyarakat miskin dengan tiga arah tujuan, yaitu enabling, empowering, dan protecting. Enabling maksudnya menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk  berkembang. Sedangkan empowering, bertujuan untuk memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, yakni dengan menampung berbagai masukan dan menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan. Protecting, artinya melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah…Pemberdayaan dilahirkan dari bahasa Inggris, yakni empowerment, yang mempunyai makna dasar ‘pemberdayaan’, di mana ‘daya’ bermakna kekuatan (power).
Wikipedia internet  (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title,  diakses tgl 18 Juni 2012)  menjelaskan bahwa
Pemberdayaan masyarakat''' adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi. Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan masyarakat" apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek. Disini subyek merupakan motor penggerak, dan bukan penerima manfaat (''beneficiaries'') atau obyek saja.
Dari pendapat para ahli tersebut di atas disimpulkan, bahwa pemberdayaan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menguatkan dan mendorong kelompok masyarakat yang tertinggal agar lebih kreatif, inovatif dan berani mengambil keputusan untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri dalam rangka mencapai hasil yang diharapkan
Secara kosa kata, ekonomi diartikan oleh Margery S  Berube and others editors dalam The American Heritage Dictionary (1976 : 437), bahwa ekonomi berasal dari kata Greek atau Yunani, yaitu  oeconomia, Oikonomia, Oikonomos berarti house hold managers. Oikos = house + nemein berarti to manage....economics ...the science that deals with the production, distribution, and consumption of commodities, terjemahan bebasnya; ekonomi adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan masalah produksi, distribusi dan konsumsi dari barang dagangan (komoditi). 
M. Arifin Hamid (2007 : 305 ) mengutip Monzer Kahf mengatakan

pada umumnya ekonomi didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produksi yang langka untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusiannya untuk dikonsumsi.

Pengertian ekonomi yang diberikan oleh para ahli beraneka ragam, namun secara garis besarnya dapat disimpulkan, bahwa ekonomi adalah suatu pola atau bentuk usaha yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara terus-menerus guna memenuhi kebutuhan hidup mereka yang berbentuk barang dan jasa dengan mengelola sumberdaya yang langka menjadi produksi, kemudian mendistribusikannya untuk dikonsumsi guna meningkatkan kesejahteraannya.

2.1.2.      Masyarakat Pesisir
Menurut Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No Kep 18/Men/2004 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, bahwa masyarakat pesisir adalah sekelompok orang yang berusaha sebagai,
-          Nelayan
-          Pembudidaya ikan
-          Pedagang hasil perikanan
-          Pengolah ikan
-          Pengusaha jasa perikanan
-          Pengelola parawisata bahari
-          Usaha/kegiatan lain yang berkaitan dengan kelautan dan perikanan seperti pengadaan bahan dan alat perikanan, serta Bahan Bakar Minyak yang tergolong skala usaha mikro dan kecil. 

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No PER 12/Men/2008, Bidang Kelautan dan Perikanan bahwa masyarakat pesisir adalah Orang perseorangan yang bertempat tinggal di pesisir atau di luar pesisir yang memiliki kegiatan bidang kelautan dan perikanan baik langsung maupun tidak langsung.
Pusat Informasi Perekonomian  Badan  Informasi  Publik  Departemen  Komonikasi  dan Informatika ( http//www.tadjuddin.blogspot.com/ ) yang telah diakses dari internet tanggal 15 April 2012, memberikan pengertian yang lebih singkat bahwa masyarakat pesisir adalah
orang-orang yang berdomisili di pesisir pantai kepulauan Indonesia yang kehidupan sosial ekonominya sangat tergantung pada sumber daya kelautan.  Mereka umumnya  berprofesi  sebagai nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang hasil laut dan sejenisnya yang berskala kecil
Dengan demikian pengertian judul tentang pemberdayaan, ekonomi dan masyarakat pesisir dapat disimpulkan sebagai suatu usaha dari pemerintah untuk menguatkan dan mendorong masyarakat pesisir agar dapat lebih kreatif, inovatif dan berani mengambil keputusan untuk mengelola sumberdaya yang langka secara efektif dan efisien agar lebih produktif, distributif, dan meningkatkan pangsa pasar ikan dalam dan luar negeri guna meningkatkan kesejahteraan nelayan.
2.1.3   Koperasi Nelayan
Menurut Pasal 33 ayat 1 dan 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI tahun 1945), bahwa  perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.  
Badan usaha  yang paling sesuai dengan rumusan di atas adalah badan usaha koperasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Sumantoro  (1986 : 35 ), bahwa
Pasal 33 UUD NRI tahun 1945 merupakan amanat dari Proklamasi yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Dari pasal 33 kita bisa melihat pembagian bidang usaha yang terdiri dari : sektor koperasi, sektor usaha negara,  dan sektor usaha swasta. Jika ditilik dari urutannya maka yang lebih diutamakan adalah koperasi.

            Kelima unsur pengertian pemberdyaan ekonomi masyarakat pesisir tersebut  di atas diakomodasikan oleh pemerintah ke dalam lima kegiatan. Empat di antaranya menyangkut perkoperasian dan hanya satu unsur yang menjadi beban Dinas Kelautan dan Perikanan, yaitu :
1). Kegiatan pembentukan dan pembinaan kelompok nelayan,
2). Pendirian Koperasi Nelayan
3). Pendirian lembaga keuangan mikro atau usaha simpan-pinjam,
4). Pendirian Kedai Pesisir dan
5). Pendirian SPDN atau penjualan solar bersubsidi (Solar Packed Dealer Nelayan).
Kegiatan pembentukan dan pembinaan kelompok nelayan menjadi beban tugas  Dinas Kelautan dan Perikanan, sedangkan kegiatan pada butir 2 (dua)  sampai butir 5 (lima) sesuai ketentuan Buku Pedoman Umum PEMP 2006 dibebankan kepada Koperasi Nelayan sebagai sasaran perantara.
Berdasarkan beban kerja tersebut di atas,  ketentuan perundang-undangan dan pengertian pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir serta Pedoman Umum PEMP 2006, dibentuklah Koperasi Nelayan Madani pada tanggal 10 Januari 2005 dengan akte pendirian No 101/BH/IV/20.20 yang membawahi Lembaga Keuangan Mikro ( LKM ), Kedai Pesisir dan SPDN di Kabupaten Polewali Mandar dengan fungsi sebagai sasaran perantara untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Koperasi ini mendapat penunjukkan dari Bupati Polewali Mandar berdasarkan Surat Keputusan Bupati Polewali Mandar No. 523/340/DKP tentang Koperasi Pelaksana Penyaluran Dana Ekonomi Produktif (DEP) Penjaminan Tunai dan Pengelola Kedai Pesisir Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Tahun Anggaran 2006 serta pengelola Solar Packed Dealer Nelayan ( SPDN ).  Atas dasar Surat Keputusan Bupati tersebut di atas ditanda-tanganilah  kontrak kerjasama/kontrak Penyaluran Dana Ekonomi Produktif (DEP) Penjaminan tunai Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) tahun Anggaran 2006 No 05/Kontrak-PEMP/DKP-PM/VIII/2006 dengan nilai sebesar Rp 563.980.000,- dan Perjanjian Kerjasama/Kontrak Pengelolaan Kedai Pesisir Kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) tahun Anggaran 2006 dengan nilai Rp 200.000.000,- antara Koperasi Nelayan Madani dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Polewali Mandar
Untuk memperlancar kegiatan usaha nelayan pemerintah  menyediakan solar bersubsidi untuk keperluan kapal-kapal nelayan guna mencari ikan dengan mendirikan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), serta menyediakan kios-kios atau kedai yang dapat menyediakan kebutuhan pokok nelayan dalam melaut dan kebutuhan peralatan nelayan guna meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Koperasi Nelayan Madani  sebagai badan usaha induk, membawahi :
- Lembaga Keuangan Mikro (selanjutnya disingkat LKM), yang berfungsi melayani  usaha simpan-pinjam nelayan
- Kedai Pesisir, berfungsi sebagai gerai atau toko menyediakan segala keperluan nelayan, termasuk sembako.
- Solar Packed Dealer Nelayan ( SPDN), berfungsi menyediakan solar sebagai bahan bakar kapal-kapal nelayan.
2.2.     Konsep Dasar Program PEMP
2.2.1.  Landasan Hukum Program PEMP 2006
Kebijakan Program PEMP 2006 yang dituangkan ke dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep 18/Men/2004 dan Keputusan Dirjen KP3K No SK/07/KP3K/I/2006 tanggal 26 Januari 2006 tentang Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, termasuk specific norm’s yang merupakan ranah atau wilayah Hukum Administrasi Negara. Spesifik norma ini  seharusnya merupakan penjabaran atau hasil penafsiran dari peraturan perundang-undangan yang disebut General norm’s yang diatur dalam Undang-undang No 12/2011 tentang tata cara pembentukan undang-undang di Indonesia, yaitu
-          UUD NRI tahun 1945
-          Tap MPR RI
-          UU/Perpu = Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
-          PP = Peraturan Pemerintah
-          Perpres = Peraturan Presiden
-          Perda Propinsi = Peraturan Daerah Propinsi
-          Perda Kabupaten/kota = Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Khusus Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep 18/Men/2004  dan Keputusan Dirjen KP3K No SK/07/KP3K/I/2006 tanggal 26 Januari 2006 tentang Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir bila materi kebijakan atau substansinya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang di atasnya, maka harus diuji oleh Mahkamah Agung (asas lex superior derogat legi inferior).
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang melandasi kebijakan yang dituangkan ke dalam buku pedoman umum pelaksanaan program PEMP adalah
-   Undang-Undang No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
-  Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang direvisi dengan undang-undang No 10 tahun 1998,
-   Undang-Undang  No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil,
-  Undang Undang  No 19   tahun  2003  tentang  Badan  Usaha Milik Negara
-   Undang-Undang No 31 tahun 2004 tentang perikanan
-  Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Simpan Pinjam melalui Koperasi
-   Peraturan Pemerintah No 44 tahun 1997 tentang Kemitraan
-  Peraturan Pemerintah No 33 tahun 1998 tentang modal penyertaan pada koperasi
Kebijakan PEMP merupakan produk hukum Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dituangkan ke dalam Buku Pedoman Umum tentang pelaksanaan pengelolaan DEP program PEMP 2006 dipandang sebagai suatu sistem, yang sub-sub sistemnya berasal dari berbagai peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang tentang perkoperasian, undang-undang tentang usaha kecil, undang-undang tentang perbankan, undang-undang tentang perikanan, peraturan pemerintah tentang kemitraan, peraturan pemerintah tentang usaha simpan pinjam koperasi, peraturan pemerintah tentang modal penyertaan, peraturan menteri BUMN tentang penyisihan keuntungan untuk pembinaan usaha kecil termasuk koperasi. Masing-masing subsistem tersebut di atas saling pengaruh mempengaruhi, saling kait-mengait, saling menentukan dalam membentuk suatu sistem kebijakan Program PEMP.
Undang-Undang No 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 60 (1) yang menyatakan bahwa pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudidaya ikan skala kecil melalui:
·         Penyediaan skim kredit bagi nelayan kecil dan pembudidaya ikan skala kecil, baik untuk modal usaha maupun biaya operasional dengan cara mudah, bunga rendah, dan sesuai dengan kemampuan nelayan kecil dan pembudidaya ikan berskala kecil.
·         dan Pasal 62 undang-undang ini menyatakan bahwa pemerintah menyediakan dan mengusahakan dana untuk memberdayakan nelayan kecil, baik dari sumber dalam negeri maupun dari sumber luar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan di bidang perkoperasianpun sudah dilengkapi dengan peraturan perlindungan hukum perkoperasian  dalam melakukan kegiatan simpan pinjam, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995. Di dalam Pasal 16 (1) dinyatakan bahwa
…koperasi simpan pinjam wajib menyediakan modal sendiri dan dapat ditambah dengan modal penyertaan…Pasal 17 (2) …unit simpan pinjam melalui koperasi dapat menghimpun modal pinjaman sebagai modal tidak tetap dari anggota, koperasi lainnya dan atau anggotanya.

Peraturan Pemerintah No 33 tahun 1998 yang bertujuan untuk memberikan dasar hukum tentang modal penyertaan pada koperasi dan memperkuat permodalan  koperasi.
Berdasarkan landasan hukum usaha kecil tersebut diatas, seharusnya substansi Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No Kep 18/Men/2004 dan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (selanjutnya disingkat KP3K) No. SK/07/KP3K/I/2006 tanggal 26 Januari 2006 tentang Pedoman Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir tahun 2006 relevan atau mengacu kepada pasal-pasal undang-undang atau peraturan pemerintah yang tersebut di atas, dengan pengertian aliran dana program sampai ketangan nelayan melalaui koperasinya dengan bunga semurah mungkin dan persyaratan-persyaratan adminstratif lebih mudah. Kebijakan tersebut seharusnya menguntungkan kelompok nelayan, bukan lembaga perbankan yang sudah mapan.
2.2.2.  Kebijakan Program PEMP 2006
Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dimulai sejak tahun 2001 yang dirancang untuk mengatasi persoalan kemiskinan pada masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan.
Program PEMP 2001-2003 dilancarkan  dengan pemberian dana hibah langsung kepada Koperasi Nelayan atau Lembaga Keuangan Mikro yang dibentuk untuk mengelola kebutuhan permodalan nelayan. Kebijakan tahun 2006 mengalami perubahan yaitu berupa pemberian dana hibah tidak langsung lagi kepada koperasi nelayan atau Lembaga Keuangan Mikro nelayan, tetapi  dana hibah tersebut dijadikan agunan kredit koperasi pada lembaga perbankan untuk memperoleh fasilitas kredit yang diberi nama Dana Ekonomi Produktif ( DEP ). Dan pada tahun 2008 koperasi nelayan sudah diarahkan agar berhubungan sendiri dengan lembaga perbankan untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (disingkat KUR) dengan suku bunga kredit umum dari lembaga perbankan dan harus disertai dengan jaminan kebendaan.
Menurut Buku Pemdoman Umum PEMP (Pedum PEMP : 03) bahwa Program PEMP 2006 mempunyai tujuan, sasaran dan kegiatan pokok untuk mencapai sasaran akhir. Tujuan program PEMP adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat serta diversifikasi usaha yang berbasis pada sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Koperasi nelayan sebagai sasaran antara, masyarakat pesisir sebagai sasaran akhir program. Kegiatan pokoknya adalah Usaha Simpan Pinjam (selanjutnya disingkat USP) dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Mikro (disingkat LKM) sebagai unit usaha koperasi nelayan. Kegiatan pokok lainya adalah Solar Packed Dealer Nelayan (selanjutnya disingkat SPDN) dan  usaha Kedai Pesisir.
 Usaha simpan pinjamam (USP), Koperasi Nelayan memperoleh dana hibah berupa Dana Ekonomi Produktif (DEP) dibukukan kerekening giro koperasi dan dijadikan agunan kredit pada bank pelaksana. Kredit dari bank pelaksana dibukukan sebagai Modal Tidak Tetap (MTT) untuk diteruskan kepada anggota/calon anggota koperasi pada masyarakat pesisir yang berorientasi pada sektor usaha kelautan dan perikanan seperti kegiatan penangkapan, budidaya, perniagaan hasil perikanan, pengolahan ikan, usaha jasa perikanan serta pengelolaan wisata bahari, yang berlokasi di daerah sekitar pesisir dan pulau-pulau kecil dengan skala kecil.
SPDN sebagai suatu unit usaha dibawah koperasi nelayan yang menyediakan solar atau kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) solar bagi masyarakat pesisir/pembudidaya ikan dengan harga bersubsidi, khusus untuk kapal perikanan yang berukuran kurang dari 30 GT atau setara di bawah 90 PK dan pembudidaya ikan skala kecil.
Di sampin itu kegiatan pokok lainnya adalah usha  Kedai Pesisir (gerai)  yang merupakan suatu unit usaha penyediaan kebutuhan bahan pokok dan peralatan bagi nelayan dalam bentuk outlet (gerai). Dengan sistem swalayan, yang juga berperan sebagai supplier bagi warung-warung sejenis di sekitarnya. Diharapkan Kedai Pesisir ini dapat menekan harga-harga kebutuhan pokok di daerah pesisir, sehingga sama dengan harga di ibukota kabupaten/kota, Kedai Pesisir ini mendapat bantuan permodalan atas beban APBN tahun 2006 sebesar Rp 200 juta (dua ratus juta rupiah), yang terdiri dari bantuan peralatan kedai dan bangunan Rp 80 juta (delapan puluh juta rupiah) dan modal kerja Rp 120 juta (seratus dua puluh juta rupiah)
Untuk mewujudkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Pemerintah membangun prasarana dan sarana berupa Pusat Pelelangan Ikan dan Tempat Pendaratan Ikan (PPI/TPI). Di lokasi PPI/TPI ini didirikan kantor Lembaga Keuangan Mikro untuk :
-  Usaha Simpan Pinjam Nelayan (LKM-USPN).
-  Tempat penjualan Solar untuk nelayan (SPDN/SPBN)
-  Kedai Pesisir dan kantor Dinas Kelautan dan Perikanan.
2.2.3. Faktor-Faktor Penunjang Pelaksanaan Program
Panduan Bantuan Hukum di Indonesia yang diedit oleh Agustinus Edy Kristanto dan Patra M. Zen (2009 : 2) menguraikan pengertian sistem hukum
sebagai kesatuan dari komponen-komponen yang terdiri dari :
(a). Struktur hukum, yaitu kerangka yang memberi bentuk dan batasan pada sistem hukum yang unsur-unsurnya adalah eksekutif, legislatif, dan yudukatif.
(b). Substansi hukum, yaitu aturan, norma, dan perbuatan manusia yang nyata, contoh aturan tentang pemakaian helm.
(c).  Budaya hukum, yang tampak dalam kepercayaan, kepemilikan, dan harapan.  Contoh budaya uang pelicin yang melanggar hukum; budaya orang Amerika Serikat yang lebih memilih berpekara di pengadilan, Sebaliknya orang Cina dan Jepang memiliki budaya malu bila perkaranya disidangkan di pengadilan.

Sudarman Tetra Ginanwar (http://tetrag5.blogspot.com/budaya) mengutip Lawrence Meir Freidman, seorang sosiolog hukum dari Universitas Stanfords, menyatakan bahwa
sistem hukum terdiri atas tiga komponen, struktur hukum, hukum substantif, dan budaya hukum. Struktur mengacu pada lembaga dan proses dalam sistem hukum; struktur hukum merupakan badan, kerangka kerja, dan sistem yang tahan lama. Sistem ini meliputi sistem pengadilan, legislatif, perbankan, dan sistem korporat. Hokum substansi mengacu pada hukum – peratutan prosedur dan substansi- dan norma yang digunakan dalam sebuah lembaga dan mengikat hukum struktur secara bersama.

Ketiga komponen tersebut di atas dapat merupakan faktor-faktor pendukung dan sekaligus dapat merupakan faktor penghambat suatu kebijakan. Keberhasilan pelaksanaan Kebijakan Program PEMP tidak terlepas dari ketiga kompenen tersebut.
a.   Substansi Hukum
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar utama pelaksanaan PEMP 2006 adalah ketentuan yang dituangkan ke dalam Buku Pedoman Umum PEMP 2006 yang dibuat oleh Dirjen KP3K  No. SK/07/KP3K/I/2006 tanggal 26 Januari 2006 tentang Pedoman Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir tahun 2006 berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No Kep/18/Men/2004. Materi pedoman PEMP 2006 bersumber dari peraturan perundang-undangan, sebagai berikut :
-   Undang-Undang No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
-  Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang direvisi dengan undang-undang No 10 tahun 1998,
-   Undang-Undang  No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil,
-  Undang Undang  No 19   tahun  2003  tentang  Badan  Usaha Milik Negara
-   Undang-Undang No 31 tahun 2004 tentang perikanan
-  Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Simpan Pinjam melalui Koperasi
-   Peraturan Pemerintah No 44 tahun 1997 tentang Kemitraan
-  Peraturan Pemerintah No 33 tahun 1998 tentang modal penyertaan pada koperasi
 Gambar 1

Yang menjadi dasar pelaksanaan Program PEMP 2006 adalah ketentuan buku Pedoman Umum (Pedum). Ketentuan Pasal 60 (1) dan Pasal 62 UU No 31/2004 tentang Perikanan yang mengatakan bahwa pemerintah memberdayakan nelayan kecil melalui penyediaan skin kredit untuk modal usaha dan biaya operasional dengan cara mudah dan bunga rendah sesuai kemampuan nelayan kecil. Ketentuan ini berkontrakdiksi dengan ketentuan buku Pedoman Umum (halaman 9- 13 )  yang menjelaskan bahwa
Dalam menjalankan fungsinya, koperasi meneriman DEP (Dana Ekonomi Produktif) sebagai hibah yang dijaminkan kepada perbankan untuk mendapatkan pinjaman. Dana pinjaman tersebut selanjutnya disalurkan untuk dapat diakses masyarakat pesisir melalui LKM (Lembaga Keuangan Mikro) milik koperasi yang bersangkutan...Bunga pinjaman yang dibebankan kepada anggota dan calon anggota koperasi maksimal sama dengan suku bunga yang berlaku pada BPR (Bank Perkreditan Rakyat atau Koperasi Simpan Pinjam setempat)  

b.    Struktur Hukum atau Kelembagaan
Menurut ketentuan Buku Pedoman Umum ( hal. 07-10 ), bahwa dalam pelaksanaannya, PEMP dikelola oleh organisasi yang melibatkan beberapa lembaga atau institusi, yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan, Perbankan, Koperasi Nelayan Madani, Tim Pendamping Desa, dan Kelompok Nelayan,  seperti pada gambar 2 berikut :
    Gambar 2


1).   Pemerintah Pusat
Adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (selanjutnya disingkat KKP) melalui Direktur Jenderal Kelautan Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (selanjutnya disingkat Dirjen KP3K) bertindak sebagai penanggung jawab dan pembina program di tingkat nasional seperti penyusunan pedoman umum, melaksanakan sosialisasi regional, pelatihan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan.
2).   Pemerintah Daerah
Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dan Kabupaten sebagai representasi KKP di daerah bertugas melakukan koordinasi, ssosialisasi, monitoring dan evaluasi serta pelaporan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota bertugas menetapkan Konsultan Pelaksana Kegiatan, menetapkan Koperasi Pelaksana, sosialisasi dan publikasi tingkat kabupaten/kota, memfasilitasi pembentukan LKM (Lembaga Keuangan Mikro). Rekruitmen Tenaga Pendamping Desa, pelatihan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan. Pengawasan terhadap sirkulasi dana dari bank pelaksana ke koperasi dan sebaliknya, serta dana yang dijaminkan, dilakukan oleh Dinas Kelautaan dan Perikanan dengan tidak melanggar aturan-aturan perbankan yang ada.

3).   Konsultan Manajemen
Berfungsi membantu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/kota dalam aspek teknis dan manajemen Program PEMP, meliputi kegiatan inventarisasi potensi dan kebutuhan masyarakat pesisir dalam modal usaha, pemetaan jalur produksi, pasar dan konsumen serta kemungkinan pengembangan program melalui kerjasama dengan berbagai pihak
4).   Tenaga Pendamping Desa ( TPD )
Bertugas mendampingi masyarakat secara terus-menerus dalam bentuk mempersiapkan  masyarakat pesisir mengakses kredit pada Lembaga Keuangan Mikro, mendampingi nelayan menjalankan dan mengembangkan usaha baik dalam proses produksi maupun pemasaran, membuat laporan perkembangan kegiatan setiap bulan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/kota.
5).   Koperasi
Berfungsi sebagai komponen utama pelaksanaan Program PEMP di daerah dengan berkordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (selanjutnya disingkat DKP) sebagai penanggung jawab operasional di daerah dan juga dengan lembaga perbankan/pembiayaan sebagai mitra usaha.  Dalam menjalankan fungsinya yaitu sebagai pelaksana Program PEMP, koperasi menerima DEP (Dana Ekonomi Produktif) sebagai hibah yang dijaminkan kepada perbankan untuk mendapatkan pinjaman. Dana pinjaman tersebut selanjutnya disalurkan untuk dapat diakses masyarakat pesisir melalui LKM milik koperasi.
6).   Bank Pelaksana
Adalah lembaga keuangan perbankan yang ditetapkan oleh Kemeterian Kelautan dn Perikanan dengan tugas dan fungsi sebagai berikut :
(1). Menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya DEP yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan modal.
(2). Menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah   melalui rekening koperasi yang ada pada bank pelaksana untuk kegiatan pelaksanaan BPR Pesisir (selanjutnya disingkat Bank Perkreditan Rakyat Pesisir), Solar Packed Dealer Nelayan, dan Kedai Pesisir
(3).  Melakukan pendampingan teknis dan administratif kepada koperasi atau LKM atau Usaha Simpan Pinjam
c.    Budaya Hukum Masyarakat

Menurut artikel tentang budaya yang dimuat dalam Wikipedia bahasa Indonesia (http://id.wikipedia/wiki/budaya/), diakses tanggal 28 Juli 2012, menjelaskan bahwa budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, berasal dari kata Latin Colere, artinya mengolah atau mengerjakan. Bisa juga diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani.  Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Unsur-unsur budaya adalah sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Kebudayaan berhubungan erat dengan masyarakat yang menurut Andreas Eppink, yang dimuat dalam Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas (http://id.wikipedia/wiki.budaya/),  yang diakses tanggal 28 Juli 2012 bahwa 
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai social, norma social, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur social, religius, segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat… Edward Burnett Tylor mengartikan kebudayaan sebagai  keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat.  

Sudarman Tetra Ginanwar (http://tetrag5.blogspot.com/budaya) mengutip Lawrence Meir Freidman menyatakan bahwa struktur dan substansi merupakan komponen inti dari sebuah sistem hukum, tetapi baru sebatas desain atau cetak biru dan bukan mesin kerja. Struktur dan substansi menjadi masalah karena keduanya statis; keduanya ibaratnya gambar dari sistem hukum. Gambar  tersebut tidak memiliki gerak dan kebenaran. Unsur yang dapat memberikan kehidupan dalam sistem hukum adalah ‘budaya hukum’. Dari ketiga komponen hukum, budaya hukum merupakan komponen yang paling penting. Budaya hukum menentukan kapan, mengapa dan di mana orang menggunakan hukum, lembaga hukum atau proses hukum atau kapan mereka menggunakan lembaga lain atau tanpa melakukan upaya hukum. Dengan kata lain, faktor budaya merupakan ramuan penting untuk mengubah struktur statis dan koleksi norma statis menjadi badan hukum yang hidup. Budaya hukum membuat segalanya bergerak dan merupakan variabel penting dalam proses menghasilkan hukum dinamis dan perubahan hukum
Lili Rasjidi (2003 :131) menguraikan, bahwa
setiap masyarakat memiliki budaya hukum sendiri-sendiri, yang dapat dibedakan atas tiga kelas, yaitu Budaya hukum Eropa Kontonental atau budaya hukum sipil,  dengan bentuk utama hukumnya adalah hukum tertulis. Budaya hukum common law system atau budaya hukum kebiasaan merupakan budaya hukum tidak tertulis (living law system), berkembang di Inggeris, Amerika Serikat dan masyarakat sederhana (tradisional) pada umumnya. Budaya hukum kombinasi antara kedua budaya hukum tersebut di atas.


Agustinus Edi Kristianto dan A. Patra M. Zen  (2009 : 4)

... budaya amat mempengaruhi pelaksanaan aturan-aturan hukum. Faktor budaya telah menyebabkan sejumlah ketentuan hukum sama sekali tidak bisa dijalankan. Faktor budaya juga menyebabkan penerapan hukum tidak bisa sepenuhnya dilakukan, atau tidak bisa diberlakukan sama pada setiap pelanggaran atau sengketa. 

Dalam kaitan dengan masyarakat pesisir, maka budaya yang cocok untuk diterapkan untuk pertama kalinya harus disesuaikan dengan kebijakan pemerintah dalam hal ini sesuai dengan Pedum PEMP yaitu para kelompok nelayan dimotivasi berkelompok, berkoperasi, dan anggota keluarga nelayan yang tidak produktif diajarkan untuk memasarkan sendiri hasil tangkapan ikan keluarga mereka. Di samping itu dididik cara  mengelola ikan menjadi jenis produksi lain (abon-abon,  kerupuk dan sebagainya) sehingga terdapat nilai tambah. Dididik bagaimana cara mengatur keuangannya dengan cara menabung pada koperasi mereka. 
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor substansi hukum atau peraturan perundang-undangan, faktor struktur hukum,  faktor budaya hukum masyarakat pesisir merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan suatu program. Ketiga faktor tersebut merupakan faktor penunjang atas keberhasilan pelaksanaan Progam  PEMP 2006 pada masyarakat pesisir dan sekaligus juga merupakan ancaman  penghambat yang sangat potensial .

2.3.  Sistem Penyaluran Dana PEMP 2006
Kebijakan pengelolaan DEP Program PEMP 2006 pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kebijakan pemberian kredit oleh lembaga perbankan kepada koperasi nelayan dan kebijakan pemberian pinjaman kredit dari koperasi kepada kelompok nelayan, sehingga dapat dikatakan bahwa  penyaluran dana PEMP 2006 dari Pemerintah Pusat untuk sampai kepada kelompok pengguna (pemanfaat) melalui dua lembaga perantara yaitu lembaga perbankan dan lembaga perkoperasian, atau dengan kata lain melalui dua tahap. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 3 berikut :
Gambar 3
2.3.1 Fasilitas Kredit Perbankan Kepada Koperasi
Pemberian fasilitas kredit kepada koperasi oleh lembaga perbankan harus disertai cash collateral  ( jaminan tunai ) dari Pemerintah Pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan). Dana dari Pemerintah Pusat yang menjadi beban  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  dijadikan jaminan kredit pada lembaga perbankan (cash collateral) dan dana tersebut disebut sebagai Dana Ekonomi Produktif (DEP). Kebijakan ini menyebabkan tingginya beban bunga pinjaman bagi kelompok nelayan, yaitu mencapai 21 % pertahun, karena di samping pembebanan bunga dari koperasi nelayan, juga ada pembebanan bunga dari lembaga perbankan.
Kebijakan tersebut telah dituangkan  ke dalam suatu Pedoman Umum  Menteri  Kelautan  dan  Perikanan  berupa ketentuan pemberian dana  kepada koperasi nelayan yang harus dijadikan agunan kredit pada lembaga perbankan. Kebijakan ini memberikan keuntungan kepada lembaga perbankan yang sudah mapan, yaitu disatu sisi, mengendapnya dana Pemerintah Pusat pada lembaga perbankan tanpa bunga, dan di sisi lain lembaga perbankan memperoleh bunga kredit dari koperasi nelayan yang pada gilirannya menjadi beban nelayan. Lembaga perbankan tanpa menanggung resiko kemacetan kredit karena adanya agunan tunai ( cash collateral ) berupa dana segar dari pemerintah dan tanpa usaha yang berarti telah menikmati keuntungan berupa bunga kredit dari koperasi nelayan dan menikmati  perolehan dana murah ( dana  tanpa  bunga ).
2.3.2.  Fasilitas Kredit Dari Koperasi Nelayan Kepada Kelompok Nelayan
Menurut Agustinus Edy Kristianto dan kawan-kawan ( (2009 : 154)  Kredit diartikan secara etimologis adalah kepercayaan, artinya apabila seseorang atau badan usaha mendapatkan fasilitas kredit, maka berarti ia mendapatkan kepercayaan dari pemberi kredit. Pemberian kredit tersebut dituangkan dalam suatu perjanjian kredit sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Selanjutnya,  Agustinus  Edy  Kristianto  (  2009 : 155 )   mengatakan,  bahwa
setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit… Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum antara dua pihak pembuatnya yang dinamakan perikatan. Hubungan hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi hak dan kewajiban secara sukarela maka salah satu pihak dapat menuntut melalui pengadilan.

Pelaksanaan penyaluran dana Program PEMP 2006 dari Koperasi Nelayan Madani kepada kelompok nelayan harus  dibuatkan suatu Perjanjian Kredit, mengingat dana yang disalurkan kepada kelompok nelayan merupakan pinjaman berjangka waktu yang pokok dan bunganya harus diangsur setiap bulan sampai lunas.
Perjanjian Kredit tersebut tidak disertai dengan agunan kebendaan, sehingga pendaftaran perjanjian fiduciaire eigendoms overdrach (FEO) sebagai perjanjian accessoir (perjanjian ikutan) tidak dibuat. Dengan demikian resiko kemacetan kredit cukup tinggi.

BAB 3
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Analisis Penerapan Kebijakan Program PEMP 2006
Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa dana hibah Program PEMP 2006  harus dijadikan jaminan kredit koperasi pada lembaga perbankan dalam hal ini Bank Rakyat Polewali untuk mendapatkan dana yang dapat diberikan kepada kelompok nelayan yang disebut Dana Ekonomi Produktif (DEP). Dana dari Pemerintah Pusat yang menjadi beban  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dijadikan jaminan kredit pada lembaga perbankan (cash collateral). Fasilitas kredit koperasi nelayan dengan jaminan tunai tersebut diteruskan kepada nelayan sebagai pinjaman bergulir yang harus diangsur, meliputi angsuran pokok dan bunganya setiap bulan.
Sistem kebijakan ini menyebabkan tingginya beban bunga pinjaman bagi kelompok nelayan, yaitu mencapai 21 % pertahun, karena di samping pembebanan bunga dari koperasi nelayan, juga ada pembebanan bunga dari lembaga perbankan.
Akibat dari sistem ini, perbankan menerima dana hibah tanpa biaya di satu sisi dan di sisi lain memperoleh bunga kredit tanpa usaha yang berarti, karena hanya menerima saja setoran angsuran pokok dan bunga kredit tiap bulan dari koperasi nelayan. Sebagai gambaran dari hasil penelitian,  bahwa selama tiga tahun, yaitu dari tahun 2007 sampai tahun 2009 program PEMP berjalan jumlah bunga yang telah dibebankan BRI Polewali kepada Koperasi Nelayan telah mencapai Rp 98,6 juta. Jumlah Kredit  Nelayan Rp 563,9 juta, telah mengalami kemacetan pengembalian dari nelayan 87,5 % dan jaminan tunai (Cash Collateral) di BRI telah dicairkan oleh BRI pada tahun 2010 sebagai pelunasan kredit koperasi nelayan.  
Kebijakan tersebut di atas tidak memperlihatkan adanya keistimewan Program PEMP 2006 baik bagi koperasi nelayan maupun nelayan, ditinjau dari segi kemudahan akses permodalan nelayan dan beban bunga. Bunga  yang menjadi beban nelayan hampir sama dengan tingkat bunga BPR (Bank Perkreditan Rakyat) atau koperasi simpan pinjam lainnya yaitu bunga 21 % pertahun.  Menurut hasil wawancara dari beberapa nelayan yang mendapat bantuan Program PEMP 2006 mengapa mereka tidak memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan pinjamannya;   mereka (nelayan) balik bertanya bahwa mengapa dana hibah atas beban APBN untuk nelayan dibungakan oleh bank dan koperasi. Hal itulah yang menyebabkan mereka bersatu untuk tidak melakukan angsuran atas kewajibannya.
Bila ditilik kembali prosedur pelaksanaan penyaluran dana PEMP kepada kelompok nelayan yang dilakukan antara Koperasi Nelayan Madani dan Kelompok Nelayan, tampak mereka telah menggunakan surat perjanjian pinjam-meminjam uang atau perjanjian kredit. Namun tidak disertai dengan jaminan kebendaan. Perjanjian kredit ini dibuat berdasarkan ketentuan pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, bahwa ”perjanjian yang dibuat oleh dua orang atau lebih dengan kesepakatan bersama yang disertai dengan itikad baik merupakan undang-undang bagi yang membuatnya”. Perjanjian kredit ini tidak efektif karena anggota koperasi dari nelayan wanprestasi atas kewajibannya, seperti tidak melakukan pembayaran angsuran pokok dan bunga pinjamannya. Koperasi tidak mempunyai instrument untuk memaksa nelayan memenuhi kewajibannya karena tidak adanya jaminan kebendaan yang diserahkan oleh anggota koperasi nelayan sebagai jaminan pinjaman nelayan. Jaminan kebendaan ini tidak dipersyaratkan oleh koperasi nelayan kepada kelompok nelayan karena tidak diatur dalam Buku Pedoman Umum PEMP 2006.  Koperasi nelayan mengalami kesulitan untuk menempuh jalur hukum dalam penyelesaian kredit nelayan, mengingat biaya perkara melalui letigasi cukup tinggi dibandingkan dengan besarnya pinjaman anggota nelayan.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa anggota nelayan, bahwa mereka Wanprestasi karena dipicu oleh adanya pendapat dikalangan mereka, bahwa apa yang diterima dari koperasi merupakan dana hibah dari pemerintah,  dengan kata lain bantuan pemerintah kepada nelayan tidak perlu dikembalikan karena berasal dari uang rakyat juga, serta tidak mengandung resiko atau sanksi hukum bila tidak dikembalikan. Pandangan atau sikap seperti ini telah lama tertanam pada masyarakat pesisir, sehingga beberapa bantuan pemerintah untuk pemberdayaan ekonomi semuanya mengalami kegagalan. Hal ini diidentifikasi sebagai faktor penghambat yang sangat serius terhadap suatu kebijakan.
Tunggakan angsuran pokok dan bunga nelayan semakin hari semakin membengkak sampai macet sama sekali dan menyebabkan koperasi nelayan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran angsuran dan bunganya kepada lembaga perbankan, yang pada gilirannya lembaga perbankan  menjatuhkan sanksi kepada koperasi karena tidak memenuhi kewajibannya.  Menurut ketentuan Buku Pedoman PEMP 2006 tunggakan angsuran lebih tiga kali berturut-turut, agunan tunai (cash collateral) koperasi harus dicairkan dan nama koperasi beserta pengurusnya  di black list oleh lembaga perbankan bersama  Dinas Kelautan dan Perikanan. Koperasi Nelayan Madani telah di masukkan ke dalam black list, dan  sanksi berikutnya adalah koperasi nelayan tidak akan diberikan lagi kesempatan untuk menyalurkan dana bantuan, baik dari pemerintah maupun dari lembaga perbankan, yang berarti kegagalan program pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat pesisir melaui koperasi nelayan.
3.2 . Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Program PEMP 2006
Menurut Lawrence Meir Friedman yang dikutip oleh Arifin Hamid (2007 : 35) bahwa sistem hukum mempunyai tiga unsur, yaitu structure (struktur) atau kelembagaan, Substance atau substansi (peraturan perundang-undangan), dan legal culture atau budaya hukum. Di dalam analisa ini di samping ketiga unsur hukum tersebut dijadikan instrument untuk melihat bekerjanya hukum dalam Program PEMP 2006 juga ikut diperhatikan kultur kewirausahaan koperasi dan kelompok nelayan yang diharapkan mendukung kelancaran anggota kelompok nelayan memenuhi kewajibannya dan turut menentukan keberhasilan Program PEMP 2006.
Data hasil penelitian yang dilakukan pada 4 kecamatan dengan menyebarkan 36 check list (angket) yang mewakili 355  yang meliputi 50 kelompok anggota nelayan yang mendapat bantuan PEMP 2006 menunjukkan data sebagai berikut :         
Tabel 1 :
                                     DAFTAR KELOMPOK NELAYAN YANG MENGISI ANGKET
                                                     Tab   No
Kecamatan
Jenis Kelompok
Jml check list
Jml anggota
1
Binuang
Nelayan tangkap
Pemasran ikan
7
4
57
34
2
Polewali
Pemasaran ikan
Nelayan Tangkap
14
1
170
14
3
Campalagian
Pemasaran ikan
Pengolahan ikan
3
2
20
20
4
Balanipa
Pemasaran ikan
5
40


T o t a l
36
355

P = Jumlah Check List dibagi Jumlah Anggota dikali 100 % = 36x100/355 = 10,14 % .Tabel 1 di atas menunjukkan total populasi 355 anggota kelompok nelayan yang meliputi 50 kelompok. Sampel melalui angket 36 orang anggota nelayan atau 10,14 %.

Data yang diperoleh dari check list (angket) diolah  dengan menggunakan Tipe Skala pengukuran menurut rumus Skala Likert berikut :

P =         ( b x f )     x 100 %.
                                       ∑ n x ( Bt )

P = persentase.  b = bobot. f = frekwensi. n = jumlah  responden dari masing-masing kategori. Bt = bobot tertinggi ( misalnya 5).  (b x f ) =   Skor masing-masing kategori.  ∑ ( b x f ) =  penjumlahan skor dari masing-masing kategori.    ∑ n = Total responden dari masing-masing kategori. (Bt x     n  ) =  Bobot tertinggi (ideal) dikali dengan total responden.
Persentase  objek penelitian melalui angket = Total Skor dikali 100 % dibagi Total Responden dikali Total Bobot Tertinggi  atau 
P   =        ∑ ( b x f )    x  100 %
                    ∑ n ( Bt )
Untuk lebih jelas dapat dilihat angka perhitungan pada tabel-tabel berikut :
1). Sosialisasi, Pengarahan dan Pembinaan yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan :
Jawaban responden diolah dengan menggunakan teknik skala sikap menurut Likert, diperoleh angka frekwensi dari komponen yang menjadi dasar penilaian tingkat kepuasan nelayan terhadap sosialisasi, pengarahan dan pembinaan kelompok yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan.  
Bobot atau nilai kategori dikalikan dengan Frekwensi jawaban responden, akan diperoleh jumlah skor. Total skor diperoleh dengan menjumlahkan masing-masing nilai skor kategori. Total skor ini dibagi dengan hasil perkalian antara  bobot maksimum (5) dan total anggota responden (36) dikalikan 100 %, maka akan diperoleh persentase yang menjadi ukuran penilaian tingkat kepuasan nelayan, namun sebelumnya harus ditetapkan nilai kategori dan  kriteria Interpretasi skor.
Kriteria Interpretasi Skor ditentukan sebagai berikut :
-          Angka     0 – 20 %  =  Sangat Tidak Puas (STP)   
-          Angka   21 -  40 %  =  Tidak Puas (TP)
-          Angka   41 – 60 %  =  Cukup Puas (CP)
-          Angka   61-  80  %  =  Puas ( P )
-          Angka   81- 100  % = Sangat Puas (SP)
-          Skor tertinggi  = 5 x 36 = 180  (Sangat Puas- SP). Skor terendah = 1 x 36 =   36 (Sangat Tidak Puas-STP)
Perhitungan dengan menggunakan angka-angka pada tabel 2 berikut :   
                                                              
                                                               ( 5+4+6+42+11)          x 100 %
P =            (b x f )    x 100 %  =      ( 1+1+2+21+11)x 5
                    ∑ n ( Bt)


P  =  68 X 100 %    =  6800/180 % = 37,8 %
      36 x 5             
TABEL : 2
DAFTAR NILAI KATEGORI (BOBOT) , FREKWENSI
DAN SKOR JAWABAN RESPONDEN
No
Kategori Jawaban Responden
Bobot
Frekwensi
Skor 
1
      Sangat Puas
5
1
5
2
      Puas
4
1
4
3
      Cukup Puas
3
2
6
4
      Kurang Puas
2
21
42
5
      Sangat Tidak Puas
1
11
11

T o t a l
15
36
 68   
   .



Berdasarkan hasil perhitungan yang dikaitkan dengan kriteria interpretasi skor tersebut di atas, maka tingkat kepuasan nelayan terhadap pembinaan kelompok yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan adalah   68/180 x 100 % = 37,8 %      ( Tidak Puas )
2). Lembaga yang Memperoleh Keuntungan dari Program PEMP 2006 :
Hasil riset (angket) yang telah diolah dengan menggunakan rumus
P = f/n x 100 % menunjukkan persentse jawaban responden yang dituangkan ke dalam tabel 2 berikut  :
TABEL : 2
DAFTAR PERSENTASE  JAWABAN RESPONDEN
ATAS LEMBAGA/INSTITUSI YANG MEMPEROLEH KEUNTUNGAN
 DARI PROGRAM PEMP 2006

No
Kategori Jawaban Responden
Responden
Frekwensi
% 
1
  B R I  Polewali
36
19
52,79
2
  Koperasi Nelayan Madani
36
7
19,44
3
  Petugas DKP
36
5
13,89
4
 Tim Pendamping Desa/TPD
36
3
8,33
5
Pengurus Kelompok Nelayan   
36
2
5,55
6
Nelayan
36
0
0

T o t a l
36
36
100

Berdasarkan perhitungan di atas, maka yang mendapat keuntungan dari Program PEMP 2006 adalah BRI Polewali (52,79 %) disusul oleh Koperasi Nelayan Madani (19,44 %) dan Petugas DKP (13,89 %)
3.  Bimbingan yang dilakukan Tim Pendamping Desa kepada nelayan.
Jawaban Responden yang tertera pada 36 set check list yang disebarkan kepada mereka menunjukkan jumlah frekwensi dan nilai skor pada tabel 3.
TABEL : 3
DAFTAR NILAI SKOR JAWABAN RESPONDEN
No
Kategori Jawaban Responden
Bobot
Frekwensi
Skor 
1
      Sangat Puas
5
1
5
2
      Puas
4
1
4
3
      Cukup Puas
3
2
6
4
      Kurang Puas
2
16
32
5
      Sangat Tidak Puas
1
16
16

T o t a l
15
36
 63   
  
Skor tertinggi = 5 x 36 = 180  (Sangat Puas- SP).  Skor terendah = 1 x 36 = 36 (Sangat Tidak Puas-STP)

P =          (b x f )    x 100 %  =            ( 5+4+6+32+16)     x 100 %                                                        
                ∑ n ( Bt)                              ( 1+1+2+16+16)x 5    
P  =  63 X 100 %    =  6300/180 % = 35 %
          36 x 5.

Berdasarkan hasil perhitungan yang dikaitkan dengan kriteria interpretasi skor tersebut diatas, maka tingkat kepuasan nelayan terhadap pengarahan dan bimbingan yang dilakukan oleh Tim Pendamping Desa (TPD) adalah   63/180 x 100 % = 35 % ( Tidak Puas )
            Tim Pendamping Desa (TPD) tidak melakukan fungsinya dengan baik; mereka seharusnya berada ditengah-tengah masyarakat nelayan untuk memberikan saran, pengarahan kepada kelompok nelayan,  sudah tidak pernah lagi muncul ditengah-tengah kelompok nelayan, bahkan saat ini tim Pendamiping Desa ( TPD ) telah bubar.
4.      Sosialisasi dan Bimbingan BRI kepada Anggota Nelayan
Jawaban Responden terhadap 36 set angket yang disebarkan kepada mereka, menunjukkan jumlah frekwensi dan nilai skor pada tabel 4 berikut
P =       (b x f )    x 100 %  =           ( 5+4+6+32+16)     x 100 %                                    
                    ∑ n ( Bt)                              ( 1+1+2+16+16)x 5
                
P  =  65 X 100 %    =  6500/180 % = 36,11 %
          36 x 5.

TABEL : 4
       DAFTAR NILAI SKOR  JAWABAN RESPONDEN
No
Kategori Jawaban Responden
Bobot
Frekwensi
Skor 
1
      Sangat Puas
5
1
5
2
      Puas
4
2
8
3
      Cukup Puas
3
2
6
4
      Kurang Puas
2
15
30
5
      Sangat Tidak Puas
1
16
16

T o t a l
15
36
 65   
Skor tertinggi = 5 x 36 = 180  (Sangat Puas- SP). Skor terendah = 1 x 36 =   36 (Sangat Tidak Puas-STP)

Berdasarkan hasil perhitungan yang dikaitkan dengan kriteria interpretasi skor tersebut diatas, maka tingkat kepuasan nelayan terhadap sosialisasi, pengarahan dan bimbingan yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia Polewali adalah   65/180 x 100 % = 36,11 % ( Tidak Puas )

5.      Tingkat Suku Bunga Koperasi Nelayan Madani
Jawaban Responden terhadap 36 set angket yang disebarkan kepada mereka, menunjukkan data dan nilai skor pada tabel 5 berikut :
TABEL : 5
DAFTAR NILAI SKOR JAWABAN RESPONDEN
No
Kategori Jawaban Responden
Bobot
Frekwensi
Skor 
1
      Sangat Tinggi
5
12
60
2
      Tinggi
4
17
68
3
      Cukup Tinggi
3
7
21
4
      Rendah
2
0
0
5
      Sangat Rendah
1
0
0

T o t a l
15
36
 149   
  
Skor tertinggi = 5 x 36 = 180  (Sangat Tinggi- ST). Skor terendah = 1 x 36 =   36 (Sangat Rendah-SR)
P =          (b x f )    x 100 %  =               ( 60+68+21+0+0)     x 100 %
                ∑ n ( Bt)                                    ( 10+15+5+4+2)x 5

P  =  149 X 100 %    =  14900/180 % = 82,78 %
          36 x 5           

Berdasarkan hasil perhitungan yang dikaitkan dengan kriteria interpretasi skor tersebut diatas, maka tingkat suku bunga yang dibebankan kepada nelayan yang memperoleh bantuan pinjaman dari koperasi berada pada tingkat Sangat Tinggi ( 82,78 % )

6.         Kewajiban Nelayan Mengangsur Hutang Pokok dan Bunga Pinjaman
Jawaban Responden terhadap 36 set angket yang disebarkan kepada mereka, menunjukkan data dan nilai skor pada tabel 6 berikut :
TABEL : 6
DAFTAR PERSENTASE NILAI JAWABAN RESPONDEN
TENTANG ALASAN NELAYAN TIDAK MENGANGSUR HUTANG POKOK DAN BUNGA PINJAMANNYA KEPADA KOPERASI NELAYAN MADANI

No
Kategori Jawaban Responden
Responden
Frekwensi
% 
1
  Dana Hibah Tidak Perlu dikembalikan
36
11
30,56
2
  Dana Hibah Untuk Koperasi harus dibayar
36
2
5,55
3
  Ketua Kelompok Nelayan tdk meneruskan  pembayaran angsuran dari anggota
36
5
13,89
4
 Teman-teman lainnya juga tidak mengangsur
36
9
25,00
5
  Kesulitan biaya hidup
36
9
25.00

T o t a l
36
36
 100   
  
Berdasarkan perhitungan di atas, tampak jawaban responden bervariasi, dalam arti frekwensi jawaban responden tidak ada yang terlalu menonjol tapi lebih merata, yaitu sebanyak 11 responden memilih alasan nelayan tidak memenuhi kewajibannya untuk mengangsur hutang pokok dan bunga,  karena dana bantuan tersebut berasal dari dana hibah untuk nelayan (30,56 % ), disusul dengan alasan kesulitan biaya hidup dan teman-teman anggota nelayan yang lain tidak mengangsur juga, masing-masing 9 responden dengan persentase 25 %.
Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Buku Pedoman Umum PEMP 2006 tentang sanksi bagi kelompok nelayan yang tidak memenuhi kewajibannya, yaitu kepada kelompok nelayan yang wanprestasi dikenakan  sanksi tidak diberikan lagi bantuan berikutnya, ternyata hal ini dilanggar oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Beberapa kelompok nelayan yang wanprestasi telah diberikan lagi bantuan rumput laut. Hal ini menyebabkan hilangnya wibawa hukum dan merupakan pendidikan yang buruk bagi rakyat khususnya masyarakat pesisir.
Jawaban responden atas check list yang disebarkan sebanyak 36 set mewakili 50 kelompok nelayan (355 anggota kelompok nelayan) pada 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar yang berisi pertanyaan -pertanyaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Program PEMP 2006 di Kabupaten Polewali Mandar, direkapitulasi dan dituangkan ke dalam tabel 7 berikut :
TABEL 7
REKAPITULASI PEROLEHAN PERSENTASE ATAS PENILAIAN
 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PELAKSANAAN PROGRAM PEMP 2006
No
Jenis Penilaian
Kategori
∑Nilai Skor
&frekwensi
% Nilai
skor 
1
Sosialisasi, Pengarahan dan Pembinaan DKP
Tidak Puas
68
37,8
2
Lembaga yang Memperoleh Keuntungan dari Program PEMP 2006
BRI Polewali
19
52,79
3
Bimbingan dari Tim Pendamping Desa
Tidak Puas
63
35,00
4
Sosialisasi dari Bank BRI Polewali
Tidak Puas
65
36,11
5
Tingkat Suku Bunga Pinjaman Koperasi Nelayan Madani
Sangat Tinggi
149
82,78
6
Kewajiban Nelayan Mengangsur hutangnya : Dana hibah tidak perlu dikembalikan,
Data tersebar
11
30,56

Total Responden = 36 orang, Populasi = 355 orang ( 50 kelompok)

Berdasarkan tabel 7 di atas, tampak bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak lancar Program PEMP 2006 adalah sebagai berikut :
-          Kurangnya pengarahan, pembinaan kelompok nelayan dari DKP,
-          Kurangnya sosialisasi dari BRI Polewali
-          Kurangnya bimbingan dari Tim Pendamping Desa ( TPD )
-          Tingkat suku bunga pinjaman sangat tinggi
-          Adanya ketidak percayaan mereka terhadap lembaga/institusi yang seharusnya menunjang pelaksanaan Program PEMP 2006, sehingga mereka mengusulkan aagar dana bantuan pemerintah langsung saja ke nelayan tidak perlu berkelompok dan tidak perlu melalui koperasi nelayan.
-          Adanya bisikan oknum bahwa dana Program PEMP 2006 adalah dana hibah yang berasal dari APBN untuk nelayan, sehingga mereka tidak mau lagi meneruskan pembayaran angsurannya.
-          Adanya pengaruh dari teman-teman mereka agar tidak usah mengangsur
-          Mereka kesulitan biaya hidup
 
Budaya hukum yang merupakan nilai-nilai sosial masyarakat dan nilai-nilai agama serta kebiasaan-kebiasaan  yang ada di dalam masyarakat diharapkan turut membantu kelancaran Program PEMP 2006. Pemahaman secara mendalam  keadaan ini guna mencari solusinya, diperlukan pendekatan sosiologi sebagaimana dikemukakan para ahli tersebut diatas, bahwa faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat suatu kebijakan pemerintah sangat tergantung pada sistem nilai (budaya) yang dianut oleh masyarakat setempat, nilai-nilai agama dan kebiasaan-kebiasaannya. Faktor budaya menekankan pada nilai-nilai kegunaan,   realitas sosial, semuanya dianggap  sebagai nilai-nilai yang dapat diterima oleh masyarakat hukum yang pada gilirannya akan menjadi faktor pendukung terhadap terhadap suatu kebijakan pemerintah, ternyata telah terjadi sebaliknya. Mereka wanprestasi karena bantuan Pemerintah yang dulu-dulu juga begitu, tidak dikembalikan dan tidak ada sanksi sama sekali. Nilai budaya malu berutang, nilai keagamaan dan nilai-nilai moral tentang keharusan membayar utang tidak tampak lagi. 











BAB 4
P E N U T U P
1.      Kesimpulan :
Pelaksanaan Program PEMP 2006 tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Perguliran Kredit dana PEMP 2006 mengalami kemacetan 87,6 % dan cash collateral ( jaminan tunai) yang berasal dari pemerintah telah dicairkan. Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang didelegasikan kepada Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tentang Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir hanya menguntungkan pihak perbankan. Dana hibah yang berasal dari APBN 2006 untuk nelayan berubah menjadi kredit Bank Rakyat Indonesia Polewali kepada Koperasi Nelayan Madani yang pada gilirannya disalurkan kepada kelompok nelayan dengan suku bunga sangat tinggi ( 21 % pertahun). Lembaga-lembaga yang seharusnya mendukung pelaksanaan Program PEMP 2006 seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Polewali, Tim Pendamping Desa, Bank Rakyat Indonesia tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Budaya hukum masyarakat pesisir juga tidak mendukung, seperti kelompok nelayan tidak menepati perjanjian yang telah disepakati dengan Koperasi Nelayan Madani. Faktor kewirausahaan nelayan dan koperasi nelayan juga masih rendah, tidak tampak adanya kreativitas, inovatif terhadap produk  baru yang dapat dipasarkan. sehingga selalu mengharapkan dana bantuan dari pemerintah.
2.      S  a  r  a  n :
Demi kelangsungan pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, sebaiknya dana bantuan program pemberdayaan dari pemerintah tidak melalui lembaga perkreditan  bank, tetapi ditransfer langsung saja ke rekening giro koperasi nelayan dan selanjutnya dipinjamkan kepada nelayan. Untuk tidak memberatkan nelayan karena pembebanan bunga, maka dana sosialisasi program hendaknya dialihkan sebagian menjadi dana operasional pelaksanaan program pada koperasi nelayan.
Kegiatan koperasi nelayan hendaknya tidak hanya terfokus pada usaha simpan pinjam, melainkan harus menghidupkan kembali usaha lainnya seperti Kedai Pesisir, SPDN, Budidaya Rumput Laut, usaha pengolahan  ikan menjadi produk makanan yang nilai jualnya lebih tinggi, pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPD).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar