Sabtu, 04 Januari 2014

Kinerja PT. BMI



PERKEMBANGAN KINERJA PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN DANA
PT. BANK MUAMALAT INDONESIA

1.         Pendahuluan
System Perbankan Syariah semakin hari semakin populer dan berkembang yang ditandai dengan lahirnya lembaga keuangan bank, lembaga keuangann non bank-bank, perusahaan-perusahaan yang menerapkan konsep syariah. Salah satu cirinya adalah meninggalkan prinsip bunga atau riba dan menerapkan prinsip bagi hasil. Indonesia dengan penduduk kurang lebih 220 juta orang, lebih 80 % beragama Islam. Para pengusaha, individu yang agamais sudah mulai mempertanyakan kehalalan operasional Bank Konvensional dengan system bunga atau riba.
Islam melarang praktik muamalah yang mengandung dan dapat menimbulkan riba sesuai dengan prinsip dasar ajaran islam. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa bunga bank itu adalah riba, dan karena itu hukumnya haram. Oleh karena itu, untuk melayani umat Islam yang begitu besar jumlahnya, diusahakan adanya system perbankan yang beroperasi tidak mengenakan bunga kepada nasabahnya atau lazim disebut perbankan berdasarkan prinsip syariah.
Perbankan konvensional yang selama ini beroperasi di Indonesia sebagai lembaga keuangan bank menganut system penghimpunan dan penyaluran dana dengan system bunga atau riba. Bank Konvensional ini bersifat perantara (intermediasi) di bidang keuangan, perantara antara investor atau pemilik modal (pemegang saham, penabung, deposan) dengan pengelola atau pengguna modal (debitur) dan memperoleh pendapatan sebagian besar dari selisih antara hasil penyaluran dana yang disebut bunga kredit dengan biaya pengerahan atau biaya penghimpunan dana yang disebut bunga dana dan biaya-biaya operasional lainnya.
Bank syariah juga seperti halnya dengan bank konvensional memperoleh keuntungan dari hasil alokasi dana dikurangi biaya perolehan dana, namun secara teknis operasional atau aplikasinya menjauhkan diri dari praktik bunga dan menggantinya dengan prinsip bagi hasil.  Bank syariah dalam menghimpun dana pada dasarnya menggunkan system bagi hasil (profit and loss  sharing) dengan para nasabah investor (deposan, penabung, giran) yang dikenal dengan system kemitraan, yang dapat berbentuk Al Mudharabah, al wadi’ah yad adh-dhamana. Simpanan dana ini, dialokasikan berdasarkan akad tertulis yang telah disepakati antara nasabah pemilik dana dan bank syariah, ada yang URIA (Unrestricted Investment Account) dan ada juga RIA (restricted Investent Account). Jenis simpanan ini semuanya disesuaikan dengan  keinginan nasabah pemilik dana dan penempatannya harus terhadap bisnis yang halal, tidak mengandung gharar, maysir, riba, dzalim, objeknya tidak haram dan sebagainya yang dilarang hukum agama Islam.Pemegang saham sebagai syirkah atau pemilik mempunyai hak deviden bank. Sedangkan dalam penyaluran dana Bank syariah melakukan kegiatan Al-murabahah, Al-musyarakah, al mudarabah, ijarah dan pemberian jasa-jasa bank. System keuangan tanpa bunga dalam memobilisasi sumber-sumber keuangan untuk membiayai usaha produktif, distribusi dan konsumtif. Usaha yang bersifat produktif difasilitas melalui skema profit sharing yaitu mudharabah dan partnership ( musyarakah). Usaha yang bersifat distributif memanfaatkan hasil-hasil produk, dilakukan melalui skema jual-beli (murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah). Kebutuhan yang bersifat Konsumtif berupa barang yang ready stock dapat difasilitasi melalui murabahah, salam untuk goods in process berjangka pendek serta istishna untuk goods in process berjangka panjang, dan yang berupa jasa dapat difasilitasi melalui ijarah. Hal ini sesuai dengan pendapat Umer Chapra dan Khan  (2008 : 2)nbahwa Sistem yang dipakai untuk membiayai aktivitas bisnis didasarkan pada konsep bagi hasil (profit and loss sharing) melalui model pembiayaan mudharabah  (kemitraan pasif), dan musyarakah (kemitraan aktif). Jual-beli tangguh dan pinjaman tanpa bunga (Qardh al Hasan) juga dipakai untuk pembiayaan konsumtif dan transaksi bisnis .
Kegiatan penyaluran dana Bank syariah seperti Al Murabahah, Al-Musyarakah. al-mudharabah, Ijarah adalah praktik bisnis dengan sistem pembiayaan.  Perolehan hasil atau keuntungan dari prinsip Al-Murabahah dan Ijarah sesuai dengan nisbah kesepakatan antara kedua belah pihak yang sudah ditentukan pada awal kontrak atau perjanjian. Prinsip al-murabahah dan al-ijarah termasuk dalam Natural Containty Contracts ( NCC) karena cash flow, return sudah pasti, (Adiwarman A. Karim ,2008 : 72-74).
Kegiatan bisnis Bank Syariah yang menggunakan prinsip al Musyarakah nisbahnya ditentukan pada awal perjanjian atau kontrak  atau akad al-musyarakah, tetapi besarnya perolehan hasil  tergantung dari keuntungan usaha yang diperoleh dari investasi itu,  cash flow dan return investment tidak pasti, sehingga dikelompok sebagai Naturan Uncertainty Contracts. Berdasarkan objek investasinya dikenal 5 macam, yaitu mufawadah, ‘Inan,  Abdan,  wujuh, mudharabah, Kegiatan bisnis ini menggunakan Teori Percampuran (Adiwarman A. Karim ,2008 : 75-79).  Bank syariah tidak mengenal pengerahan dana dan pemberian pinjaman (kredit) dengan imbalan bunga. Bank syariah dapat memberikan pinjaman kepada fakir miskin yang membutuhkan tanpa bunga (qardh al Hasan) yang sumber dananya berasal dari dana zakat, infaq, sadaqah (Adiwarman A. Karim ,2008 : 69).  
Amir Machmud dan Rukmana yang mengadakan penelitian terhadap PT. Bank Muamalat Indonesia periode sebelum dan sesudah tahun 1998 (2010 : 92-93). Di dalam pelaksanaan  penelitian tersebut mereka mengelompokkan data menjadi dua,  yaitu pertama periode tahun 1994-1998 ( 5 tahun pertama ) rata-rata pertahun dana yang terhimpun dan dana yang tersalurkan. Kedua, periode tahun 1998-2003 (5 tahun kedua) rata-rata pertahun dana yang terhimpun dan dana yang tersalurkan. Setiap kelompok data diperinci jenis produk dan angka realisasinya.  Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terjadi perkembangan yang signifikan kinerja penghimpunan dana dan penyaluran dana pada periode sebelum kebijakan tahun 1998 dan sesudah kebijakan tahun 1998 (kebijakan tahun 1998 dimaksud dengan diundangkannya UU No 10/1998 tetang perubahan UU No 7/1992 tentang Perbankan) atau dengan kata lain terdapat perbedaan antara kinerja PT. BMI sebelum dan sesudah adanya kebijakan perbankan syariah, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam penyaluran dana. Ini berarti dengan dikeluarkannya kebijakan yang berhubungan dengan Perbankan Syariah, PT. BMI semakin berkembang.
Kesimpulan hasil penelitian Amir Mahmud & Rukmana tersebut mendorong penulis melanjutkan metode penelitian yang hampir serupa dengan mengaitkan lahirnya Undang-undang perbankan syariah yang baru terlepas dari peraturan perundang-undangan bank konvnesional, yaitu Undang-undang No 21 tahun 2008 tentang Bank Syariah. Penulis juga ingin melihat sampai sejauh mana perkembangan Bank Muamalat selama periode tahun 2007 sampai dengan 2011 sehubungan dengan lahirnya Undang-undang No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.                                                                           
1.         Konsep Dasar Operasional Perbankan Syariah
a.       Beberapa Pengertian Umum
Pengertian menurut Undang-Undang No 7/1992 tentang perbankan yang diubah dengan UU NO 10/1998 dan No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, memberikan batasan tentang hal-hal berikut :
1). Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat (angka 2). Bank Indonesia adalah Bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (angka 3)
3). Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat (angka 4)
4). Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvnesional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (angka 5)
5). Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (angka 1)
6). Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. (angka 7)
7). Bank Umum  Syariah  adalah  Bank  Syariah  yang  dalam  kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (angka 8)
8). Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari Kantor Pusat Bank Umum Konvnesional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah  ( angka 10 )
9). Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (angka 12)
10). Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah (angka 13).
11). Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan investasinya (angka 14)
12). Tabungan adalah simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu (angka 21)
13). Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS (angka 22).
14). Giro Adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan (angka 23).
15). Investasi adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (angka 24)
16). Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a). Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
b). Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
c). Traansaksi jual-beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna. 
d). Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh
e). Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 
  b.   Pengertian Akad Perbankan Syariah
Menurut Adiwarman A. Karim (2008 : 65-78) bahwa setiap kesepakatan bisnis antara sahibul-maal dan mudharib atau antara bank syariah dengan nasabahnya dalam melakukan transaksi selalu di awali dengan akad atau kontrak. Akad atau kontrak melibat dua pihak atau lebih, masing-masing pihak yang terikat dalam kontrak mempunyai hak dan kewajiban. Akad berbeda dengan Wa’ad yang merupakan janji (promise) dari satu pihak kepada pihak lainnya, dalam arti wa’ad hanya mengikat satu pihak yaitu pihak yang memberi janji untuk memikul kewajiban, Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa. Akad secara garis besar terdiri dari 2 yaitu Akad Tabarru dan Akad Tijarah.
1).  Akad Tabarru (transaksi social).
        Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 : 70)  yaitu segala macam perjanjian yang menyangkut nirlaba, dapat dibedakan menjadi 3 macam,  yaitu:
a).  H a r t a  :
-   Q a r d h adalah suatu akad yang mengatur ketentuan meminjamkan harta tanpa mensyaratkan imbalan apapun kecuali kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut.
-     R a h n adalah suatu akad yang mengatur ketentuan  meminjamkan harta yang harus disertai agunan (jaminan) atas pengembalian pinjaman.
- Hiwalah adalah suatu akad yang mengatur tentang ketentuan meminjamkan harta untuk mengambil-alih pinjaman yang bersangkutan dari pihak lain
b).  J a s a  :
Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 120) Wakalah atau wakilah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Landasan hukumnya (al-Kahfi : 19) dan hadis (Malik no. 678, Kitab al-Muwaththa’,bab Haji).
-  Al-Wakalah Menurut Adiwarman A. Karim (2008 : 68) adalah suatu akad yang mengatur ketentuan meminjamkan jasa atau melakukan sesuatu ( keterampilan kita ) untuk orang lain
-  Al-Wadi’ah  adalah suatu akad yang mengatur  ketentuan tentang pemberian jasa pemeliharaan, terdiri dari 2 macam yaitu wadi’ah yad adh-dhamanah dan wadi’ah yad al- amanah.
-  Al-Kafalah adalah suatu akad yang mengatur ketentuan tentang persiapan diri untuk melakukan sesuatu kewajiban bila terjadi sesuatu hal, misalnya penerbitan Bank Garansi
c). Pemberian sesuatu harta misalnya hibah, waqf, shadaqah, hadiah dll


2).   Akad Tijarah (transaksi komersil).
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 : 70) bahwa akad tijarah merupakan  segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dibuat dengan tujuan mencari keuntungan yang bersifat komersil, dibedakan atas 2 kelompok, yaitu :
a). Natural Certainty Contracts (NCC) yaitu akad bisnis yang memberikan kepastian pendapatan (return), cash flow dan timing-nya pasti, seperti akad atau kontrak jual beli (al Bai’,  al-murabahah) dan sewa-menyewa (al-ijarah). Prinsip bisnis ini menggunakan Teori Pertukaran.
b). Natural Uncertainty Contracts (NUC)  yaitu akad bisnis yang tidak memberikan kepastian penerimaan pendapatan (return), cash flow dan timingnya tidak pasti, hasil keuntungan atau return bergantung kepada hasil investasi seperti al Musyarakah, al-mudharabah, al-muzarah, Al-mukhabarah dan Al-musaqat.  Prinsip bisnis ini menggunakan Teori Percampuran.
‘3.  Sistem Penghimpunan Dana
Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 146) bahwa pada dasarnya dana Bank Syariah bersumber dari  modal, titipan dan investasi dari sahibul-maal.
a.       Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Pada akhir tahun buku pemilik modal akan memperoleh bagian hasil usaha yang disebut deviden. Dana modal ini digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan kantor, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset), Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah (equity participation) pada saham perseroan bank.  Menurut M. Umer Capra dan Tariqullah Khan (2008 : 3 ) para pemodal dalam sejarah Islam dikenal dengan istilah sarraf.
 b. Titipan.
Salah satu cara yang dugunakan Bank Syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan dengan akad al-wadiah. Al-wadi’ah dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad adh-dhamanah. Konsep  Wadi’ah yad al-amanah  diartikan sebagai pihak yang menerima titipan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, hanya dapat membebankan biaya penitipan kepada penitip, Sedangkan konsep wadi’ah yad adh-dhamanah diartikan sebagai pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pihak bank akan mendapatkan hasil dari pengguna dana (pengelola dana), sehingga bank dapat memberikan bonus kepada penitip (Muhammad Syafi’i Antonio , 2001 : 148-150).
c.  Investasi
 Muhammad Syafi’i Antonio , (2001 : 150) mengatakan bahwa, akad yang sesuai dengan prinsip ini, adalah Al-mudharabah dengan tujuan kerjasama  antara pemilik dana (sahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib) dalam hal ini bank. Seacara garis besar dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
1).  Mudharabah Muthlaqah (General Investment)
Sahibul maal tidak memberikan batasan-batasan (restriction) atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib diberi wewenang penuh untuk mengelola dana tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha, dan jenis pelayanan. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalah time deposit biasa.
2).  Mudharabah Muqayyadah
Sahibul maal memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai batasan-batasan yang diberikan oleh sahibul maal, misalnya hanya untuk jenis usaha tertentu, tempat tertentu, waktu tertentu dan lain-lain. Aplikasi perbankan syariah yang sesuai dengan akad ini adalah Special investment. Produk ini sangat sesuai dengan company  yang memiliki kecenderungan investasi khusus, investor tidak perlu menanggung overhead cost bank  terlalu besar karena seluruh dananya masuk ke proyek khusus dengan turn dan cost yang dihitung secara khusus pula.  
Bank syariah menghimpun dana dari para investor yaitu pemegang saham, giran, deposan dan penabung.  Dana deposan dan penabung dapat bersifat mudharabah muthlaqah atau Unrestricted Investment Account (URIA) dan dapat juga bersifat Restricted Investment Account (RIA) atau mudharabah muqayyadah. RIA ada yang on balance sheet dan ada yang off balance sheet. RIA on balance sheet transaksi masih melalui bank, sedangkan off balance sheet transaksi tidak  melalui bank,  tetapi bank hanya mempertemukan antara sahibul maal dengan mudharib, dalam hal ini bank hanya  mendapatkan fee karena sebagai perantara, tergantung permintaan nasabah yang dituangkan ke dalam akad yang dibuat antara nasabah dengan bank syariah.
Dana syirkah dari pemegang saham, diguakan untuk investasi gedung, peralatan kantor, kendaraan kantor dan yang lainnya bersifat URIA artinya bank bebas menggunakan untuk kegiatan-kegiatan bisnis dan biaya operasional bank. Dana giro merupakan titipan yang dapat dimanfaatkan oleh bank dengan resiko sepenuhnya berada pada Bank Syariah atau dikenal dengan istilah Al-wadiah yad Adh-dhamanah. Dana tabungan dapat bersifat wadi’ah yad adh-dhamanah dan dapat bersifat Al Mudharabah. Dana Deposito bersifat Al-Mudharabah yang apabila ditempatkan pada Al-Murabahah,  Al- Muajjal, Al-Bai’-Taqsith, Istishna, atau  as Salam dapat diperhitungkan bagi hasilnya setiap bulan atau pada saat jatuh tempo.
Dana-dana yang berasal dari investor (sahibul maal) tersebut di atas yang dikelola oleh Bank syariah semuanya dengan system bagi hasil yang  dapat diperhitungkan setiap bulan (URIA) atau saat jatuh tempo deposit dan dapat juga setiap akhir tahun yang besarnya tergantung pada keuntungan yang diperoleh Bank syariah, besarnya deposit dan jangka waktunya.
2.     Sistem Penyaluran dana
Skema produk perbankan syariah secara alami merujuk kepada tiga kategori kegiatan ekonomi, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Usaha yang bersifat produktif difasilitasi melalui skema profit sharing yaitu mudharabah dan partnership (musyarakah). Usaha yang bersifat distributif memanfaatkan hasil-hasil produk, dilakukan melalui skema jual-beli (murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah). Yang bersifat Konsumtif berupa barang yang ready stock dapat difasilitasi melalui murabahah, salam untuk goods in process berjangka pendek serta istishna untuk goods in process berjangka panjang. Sedangkan bila bersifat konsumtif berupa jasa, maka dapat difasilitasi melalui ijarah.  
4.1.          Al Murabahah (jual-beli) atau Al Bai’
Menurut M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan (2008 : xxiii) bahwa istilah umum bagi model pembiayaan berbasis jual-beli di dalam system keuangan Islam. Al Bai  tidak mensyaratkan pemberitahuan kepada pembeli tentang keuntungan barang. Bila keuntungan penjual diberitahukan kepada pembeli pada awal akad, disebut Al Murabahah (Adiwarman Azwar Karim ,2008 : 73). Dalam akad Jual-beli ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling mempertukarkan assetnya, baik real asset (ayn) maupun financial asset (dayn) dan masing-masing pihak tetap berdiri sendiri (tidak saling bercampur membentuk usaha baru).
Al-Murabahah atau Al Bai’ (jual-beli) merupakan konsep bisnis Natural certainty Contracts, di mana cash flow, timing-nya, dan tingkat return investasinya dapat dipastikan. Konsep bisnis ini menggunakan Teori Pertukaran yang bila ditinjau dari segi objek pertukarannya,  dapat diidentifikasikan atas 3 jenis,  Yaitu
-             Pertukaran real asset (ayn) dengan real asset (ayn) = ayn + ayn
-             Pertukaran real asset (ayn) dengan financial asset (dayn) = ayn + dayn
-             Pertukaran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn) = dayn + dayn, contoh :
Kedua belah pihak saling mempertukarkan asset yang dimilikinya, misalnya Objek Pertukaraan adalah real asset (ayn) dengan financial asset (dayn). Real asset terdiri dari 2 jenis yaitu barang dan jasa, sedang financial asset juga terdiri dari 2 jenis yaitu uang dan bukan uang (surat berharga). Bila objek pertukaran real asset (ayn) adalah barang dengan financial asset (dayn) adalah uang, maka disebut jual beli. Bila yang dipertukarkan adalah jasa dengan financial asset (dayn) adalah uang, maka disebut sewa-menyewa atau upah-mengupah.  Baik berupa barang maupun jasa harus ditetapkan akadnya  pad awal pembuatan akad dengan pasti, mengenai jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), waktu penyerahannya (time of delivery). Kontrak-kontrak ini menawarkan return yang tetap dan pasti, seperti akad jual-beli (al Bai’, Salam dan Istishna),  Akad sewa-menyewa (ijarah dan Ijarah Muntahia Bit-tamlik/IMBT), sehingga disebut Natural Certainty contracts (NCC).
Di atas telah disebutkan bahwa prinsip jual beli atau al murabahah ini  pada umumnya dikenal 5 macam, yaitu :
-          Al Bai’ Naqdan yaitu jual-beli  barang secara tunai pada saat ini
-          Al Bai’ muajjal yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran tangguh secara lump sum (barang diterima duluan, pembayaran secara lump sum belakangan),
-          Al Bai’ Taqsith yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran tangguh secara angsuran (barang diterima duluan, pembayaran secara cicilan belakangan),
-          Al Bai’ Salam yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran secara lump sum di muka sebelum barang diterima  (pembayaran duluan secara lump sum, barang belakangan).
-          Al Bai’ Istishna yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran secara angsuran di muka sebelum barang diterima (pembayaran secara cicilan duluan, barang belakangan)
Transaksi Al Bai’Naqdan biasanya dilakukan antara supplier dengan Bank Syariah dengan maksud untuk dijual kembali oleh Bank Syariah kepada nasabahnya dengan pembayaran berjangka, baik secara muajjal maupun secara taqsith. Dalam hal ini harga disepakati terlebih dahulu antara bank syariah dengan nasabahnya (pembeli) termasuk keuntungan bagi Bank Syariah. Cash flow dan timing-nya dalam transaksi ini dapat ditentukan, maka sumber dana yang dapat digunakan dalam transaksi ini adalah URIA (unrestricted investment account)  yang memungkinkan dilakukan pembagian hasil setiap bulan
Transasi jual-beli as- salam biasanya transaksi ini dilakukan oleh Bank dengan supplier berdasarkan pesanan nasabah dengan pembayaran lebih dahulu sebelum barang diserahkan atau antara bank dengan kontraktor bangunan atas pesanan nasabah. Hal ini juga biasa terjadi bila petani (nasabah) memerlukan dana sebelum  hasil pertaniannya dipanen, tapi kuantitas, kualitas dan harga ditetapkan terlebih dahulu dalam akad as-salam.
Transaksi istishna dapat diterapkan pada nasabah yang memerlukan pembangunan rumah atau bangunan, bank membayar kontraktor secara bertahap sesuai dengan bangunan yang telah diselesaikan. Pada akhir pembangunan (periode) pembayaran dari bank lunas dan kontraktor menyerahkan rumah kepada bank untuk selanjutnya diserahkan kepada nasabah dengan harga yang telah disepakati terlebih dahulu termasuk keuntungan bank.
4.2.       Ijarah (sewa-menyewa)

Bila yang dipertukarkan adalah jasa dengan financial asset (dayn) adalah uang maka disebut sewa-menyewa atau upah-mengupah.
- Ijarah : sewa tanpa peralihan kepemilikan dan tidak memperhitungkan kinerja, misalnya upah harian, sedangkan  ijarah yang memperhitungkan kinerja disebut ju’alah misalnya upah borongan.
- Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (IMBT) : sewa yang memungkinkan peralihan kepemilikan pada akhir periode kontrak.

4.3.          Al-Musyarakah dan Al-Mudharabah
Konsep bisnis Natural Uncertainty Contracts, di mana cash flow, timing-nya, dan tingkat return investasinya tidak dapat dipastikan karena sangat bergantung pada hasil investasi. Konsep bisnis ini menggunakan Teori Percampuran, yang bila ditinjau dari segi objek percampurannya,  dapat didentifikasi atas 3 jenis, yaitu :
-       Percampuran real asset (ayn) dengan real asset (ayn) = ayn + ayn
-       Percampuran real asset (ayn) dengan financial asset (dayn) = ayn + dayn
-       Percampuran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn) = dayn+dayn
a.          Percampuran ayn dengan ayn :
Percampuran ayn dengan ayn misalnya terjadi pada syirkah ‘abdan, yaitu seorang tukang batu bekerjasama dengan tukang kayu dalam membangun sebuah proyek perumahan, keduanya sama-sama menggabungkan tenaga dan keahliannya. Keuntungan dan kerugian ditnggung bersama berdasarkan nisbah yang telah ditentukan di awal kerjasama.
b.          Percampuran Ayn dengan Dayn.
Percampuran ayn (real asset) dengan dayn (financial asset) dapat berbentuk syirkah mudharabah dan syirkah wujuh.
Syirkah Al-Mudharabah artinya dua orang yang berserikat mencampurkan modal mereka. Seorang yang memiliki modal harta (dayn) disebut sahibul maal  dengan seorang yang memiliki modal jasa keahlian atau keterampilan (ayn) yang disebut mudharib, dirumuskan ( Rp x + A). Keuntungan yang diperoleh dari usaha kerjasama ini dibagi berdasarkan nisbah, Sedangkan kerugian usaha hanya dibebankan kepada sahibul maal. Mudharib hanya menderita kerugian jasa (tenaga dan keahlian tidak mendapat imbalan).
Syirkah Wujuh pihak yang berserikat mencampurkan modal dengan reputasi atau nama baik seseorang ( Rp x + *F). Pemilik modal memperoleh keuntungan bagi hasil dengan pemilik modal jasa berupa reputasi baik berdasarkan nisbah yang telah ditentukan di awal kerja sama, bila usaha mengalami kerugian maka kerugian hanya dibebankan kepada sahibul maal.  Demikian juga pada Al-Muzara’ah, Al-Mukhabarah dan Al-Musaqat = perjanjian bagi hasil antara pemilik lahan dengan penggarap.
  c.    Percampuran dayn dengan dyan.
Percampuran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn) dapat berbentuk syirkah mufawadah, syirkah ‘inan.
Syirkah Mufawadah artinya dua pihak atau lebih yang berserikat mencampurkan modal yang sama jumlahnya, masing-masing memperoleh keuntungan atau bagi hasil yang sama besarnya dan kerugian juga sama besarnya, dirumuskan ( Rp x + Rp x).
Syirkah inan  pihak yang berserikat mencampurkan modal yang tidak sama jumlahnya, dirumuskan (Rp x + Rp Y), keuntungan bagi hasil tidak sama besarnya berdasarkn nisbah dan kerugian juga secara proporsional dengan jumlah modal yang disetorkan
Syirkah dayn dengan dayn lainnya adalah financial asset non uang (surat berharga) yang digabungkan, misalnya saham PT x dengan saham PT Y .
4.4.          Jasa-jasa Bank;
4.4.1  Al-Wakalah Menurut Adiwarman A. Karim (2008 : 68) adalah suatu akad   yang mengatur ketentuan meminjamkan jasa atau melakukan sesuatu ( keterampilan kita ) untuk orang lain
4.4.2. Al-Wadi’ah  adalah suatu akad yang mengatur  ketentuan tentang pemberian jasa pemeliharaan, terdiri dari 2 macam yaitu wadi’ah yad adh-dhamanah dan wadi’ah yad al- amanah. Wadi’ah yad adh-dhamana misalnya pelayanan rekening giro wadiah , tabungan wadi’ah. Wadi’ah  yad al amanah misalnya pelayanan safety deposit box (SDB).
4.4.3.   Al-Kafalah adalah suatu akad yang mengatur ketentuan tentang persiapan diri untuk melakukan sesuatu kewajiban bila terjadi sesuatu hal, misalnya penerbitan Bank Garansi, Letterof Credit ( L/C), transfer, inkaso dan sebagainya.
3.        Desain Akad Pembiayaan Syariah
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 : 83) bahwa pembahasan suatu akad pembiayaan syariah diperlukan 4 (empat) teknik  untuk mendesain suatu akad pembiayaan syariah, yaitu :
a.  Memahami Karakteristik kebutuhan Nasabah
Teknik pertama yang perlu dilakukan dalam mendisain suatu akad pembiayaan syariah adalah memahami karakteristik kebutuhan nasabah, yang terdiri dari 2 hal, yaitu :
1).  Objek Pembiayaan
Bilamana objek pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah barang, maka harus dilihat apakah barang tersebut ready stock atau goods in process. Jika ready stock., maka pembiayaan yang layak diberikan kepada nasabah adalah murabahah, namun jika barang tersebut berupa goods in process harus dilihat waktu prosesnya pendek atau panjang. Bila goods in process pendek, maka pembiayaan yang tepat adalah pembiayaan salam dengan asumsi nasabah akan mampu menyelesaikan kewajibannya dalam jangka waktu pendek sekaligus, tetapi bila goods in process panjang, maka pembiayaan yang layak diberikan adalah pembiayaan istishna. Di sisi lain apabila objek pembiayan yang dibutuhkan nasabah adalah jasa, maka pembiayaan yang layak diberikan adalah pembiayaan ijarah.
2).  Kegunaan Pembiayaan
 1.  Untuk Modal Kerja
Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 161) mengatakan bahwa Bank Syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja nasabah bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (sahibul maal), Sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah (trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo nasabah mengembalikan dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank. Pembiayaan Modal kerja meliputi :
1). pembiayaan likwiditas yaitu Bank syariah menyediakan fasilitas berupa qardh timbal-balik (compensating balance), melalui fasilitas ini nasabah membuka rekening giro. Bila nasabah mengalami mismatched nasabah dapat menarik dana saldo yang tersedia sampai jumlah yang telah disepakati dalam akad, atas fasilitas ini bank tidak minta imbalan (Muhammad Syafi’I Antonio ,2001 : 162)
2). Pembiayaan Piutang (Receivable Financing), yaitu Bank memberikan pinjaman kepada nasabah untuk mengatasi kekurangan dana karena masih tertanam dalam piutang. Atas pinjaman ini bank minta cessie atas tagihan nasabah tersebut. Dalam pembiayaan piutang ini, Bank Syariah hanya boleh memberikan fasilitas al-qardh dan tidak boleh meminta imbalan kecuali biaya administrasi (Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 162).
3).  Anjak Piutang (Factoring) yaitu fasilitas pengambil alihan piutang nasabah. Untuk keperluan itu nasbah mengeluarkan draf (wesel tagih) yang diaksep oleh pihak berutang atau Promes (promissory notes) yang diterbitkan oleh pihak yang berutang kemudian di endors oleh nasabah. Dalam pembiayaan anjak piutang ini,  Bank Syariah dapat melakukan al-qardh dan tidak boleh meminta imbalan kecuali biaya administrasi (Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 163)
4).   Pembiayaan Persediaan (inventory Financing)
Bank Syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk memenuhi kebutuhan pendanaan persediaan, yaitu antara lain menggunakan prinsip jual-beli (al-bai’) dalam dua tahap. Tahap pertama membeli dari supplier secara tunai barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah, dan tahap kedua Bank Syariah menjual kepada nasabah pembeli dengan pembayaran tangguh dan mengambil keuntungan yang disepakati bersama antara bank dengan nasabah. Ada beberapa skema jual-beli yang digunakan untuk meng-approach kebutuhan tersebut, yaitu Bai’-al Murabahah, Bai’ al-Istishna, Bai as-Salam. Bila produksi dilakukan secara terus-menerus dan perputaran modal kerja tersebut telah sedemikian cepatnya sehingga nasbah memerlukan pembiayaan modal kerja secara evergreen, maka skema pembiayaan  yang paling tepat adalah al-mudharabah (Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 163)
5).  Perdagangan Umum
Perdagangan umum adalah perdagangan yang dilakukan dengan target pembeli ssiapa saja yang datang membeli barang-barang yang telah disediakan oleh penjual, baik pedagang eceran (retailer), maupun pedagang besar (whole seller). Perputaran modal kerja (working capital turn-over) pedagang semacam ini sangat tinggi dan pedagang harus mempertahankan sejumlah persediaan yang cukup sehingga skema yang paling tepat adalah skema mudharabah (Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 166)
6). Perdagangan Berdasarkan Pesanan.
Perdagangan ini biasanya tidak dilakukan ditempat penjual, misalnya pedagang antarkota, perdagangan antarpulau, perdagangan antarnegara. Pembeli terlebih dahulu memesan barang-barang yang dibutuhkan kepada penjual berdasarkan contoh barang atau daftar barang serta harga yang ditawarkan. Biasanya pembeli membayar setelah barang yang dipesan telah diterima, untuk menghindari resiko akibat ketidak mampuan penjual untuk mengirimkan barang sesuai yang dipesan. Demikian juga sebaliknya menghadapi kemungkinan resiko tidak dibayarnya oleh pembeli, sehingga untuk mengatasi permasalahan kedua belah pihak, maka Bank Syariah telah mengadopsi mekanisme L/C (Letter of Credit) Bank Konvensional dengan menggunakan skema al-wakalah, al-musyarakah, al-mudharabah, ataupun al murabahah. Dalam hal al-wakalah, Bank syariah hanya memperoleh pendapatan fee atau jasa (Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 166)
Secara analisis system pembiayaan modal kerja ini, dipaparkan oleh Adiwarman Azwar Karim (2008 :85) sebagai berikut, bahwa hal yang harus dicermati adalah apakah barang atau jasa yang dibutuhkan nasabah akan digunakan untuk kegiatan produktif atau konsumtif. Bila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan untuk kegiatan produktif, maka harus dilihat apakah untuk modal kerja atau investasi. Bila digunakan untuk modal kerja, harus dilihat apakah mempunyai kontrak atau tidak. Jika mempunyai kontrak harus dilihat apakah pembiayaan tersebut digunakan untuk pekerjaan kontruksi atau pengadaan barang. Bila untuk pekerjaan konstruksi, maka pembiayaan yang layak diberikan oleh Bank Syariah adalah pembiayaan istishna, namun jika untuk pengadaan barang, maka pembiayaan yang layak diberikan adalah mudharabah. Bila nasabah tidak mempunyai kontrak, harus dilihat apakah barang ready stock atau goods in process. Jika ready stock, maka pembiayaan yang layak oleh Bank Syariah adalah murabahah, namun jika goods in process yang jangka waktunya pendek, maka pembiayaan yang layak adalah pembiayaan salam. Jika goods in Process berjangka waktu panjang, maka pembiayaan yang layak diberikan adalah pembiayaan istishna.
2.  Modal investasi
         Pembiayaan investasi, Bank Syariah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah, yaitu Bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali. Skema lain yang dapat digunakan oleh Bank Syariah adalah al-ijarah al muntahia bit-tamlik yaitu menyewakan barang modal dengan opsi diakhiri dengan kepemilikan  (Muhammad Syafi’i Antonio ,2001 : 167). Secara analisis Adiwarman Azwar Karim (2008 :86) memaparkan sebagai berikut, bahwa bila barang atau jasa untuk digunakan sebagai investasi, maka dilihat apakah pembiayaan dimaksud untuk barang ready stock atau goods in process . Jika ready stock berjangka panjang, maka pembiayaan yang diberikan adalah Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (IMBT), tetapi jika berjangka pendek, maka pembiayaan yang layak diberikan adalah murabahah. Jika kegunaan barang untuk goods in process berjangka waktu panjang, maka pembiayaan yang layak adalah pembiayaan istishna, tetapi jika goods in process berjangka pendek, maka pembiayaan yang layak adalah pembiayaan salam. Jika kegunaan pembiayaan adalah untuk kegiatan konsumtif yang berbentuk barang yang ready stock, maka pembiayaan yang layak diberikan adalah pembiayaan murabahah. Jika kegunaan pembiayaan bersifat konsumtif berbentuk barang goods in process jangka pendek, maka pembiayaan yang layak adalah pembiyaan salam, tetapi jika berjangka panjang, maka pembiayaan yang layak adalah pembiayaan istishna. Sedangkan jika kegiatan kegunaan konsumtif tersebut berbentuk jasa, maka pembiayaan yang layak adalah pembiayaan ijarah.            
3).  Memahami Kemampuan Nasabah
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 :88) bahwa hal yang perlu diperhatikan adalah apakah sumber pendapatan nasabah dapat diprediksikan (highly predictable) atau tidak. Jika highly predictable, apakah termasuk pekerjaan konstruksi atau pengadaan barang. Jika pekerjaan konstruksi yang highly predictable , maka pembiayaan yang layak diberikan adalah pembiayaan istishna, namun jika untuk pengadaan barang, maka pembiayaannya adalah mudharabah. Jika sumber pendapatan nasabah tidak termasuk ke dalam kategori highly predictable, tetapi pembiayaan ready stock , maka pembiayaan yang layak diberikan adalah murabahah. Jika pembiayaan goods in process berjangka kurang dari 6 bulan, maka pembiayan salam, Jika lebih 6 bulan maka yang diberikan adalah istishna’.
4).  Memahami Karakteristik Sumber Dana Pihak Ketiga bagi Bank
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 :89) bahwa teknik ketiga yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad pembiayaan syariah adalah memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga yang pada hakikatnya ditjukan untuk mendapatkan
1. Kepastian bank terhadap pemenuhan cash out bank dalam memberikan pembiayaan, apakah dapat tertutupi dari pembayaran ( cash in ) dari nasabah
2. Kepastian bank terhadap kewajiban pemberian bagi hasil kepada pihak ketiga, apakah dapat tertutupi dari pembayaran nasabah ( cash ini ).
Dalam hal cash in bank, harus diperhatikan faktor grace period pembayaran nasabah yaitu suatu tenggang waktu yang diberikan oleh bank kepada nasabah untuk tidak melakukan pembayaran cicilan sampai waktu tertentu. Sebagai konsekuensi dari grace period  bank tidak akan menerima cash in dalam periode tersebut, sehingga bank tidak mampu memberikan bagi hasil kepada nasabah penyimpan dana. Oleh karena itu harus dicermati apakah nasabah yang dibiayai tersebut melakukan pembayaran secara installment atau secara lump sum di akhir kontrak. Bila installment berarti bank masih mampu memberikan bagi hasil kepada nasabah peyimpan dana sesuai dengan cash in baik secara bulanan maupun nonbulanan. Jika pembayaran tidak dilakukan secara bulanan oleh nasabah yang mendapat pembiayaan, maka bank dapat menggunakan sumber dana RIA (mudharabah muqayyadah) yaitu sumber dana yang hanya dapat digunakan pada waktu, tempat atau objek tertentu.
5). Memahami Akad Fiqih yang Tepat
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 : 94) bahwa sebuah transaksi tidak boleh bertentangan dengan syariah Islam, baik dilarang karena zatnya haram, maupun haram selain zatnya karena mengandung tadlis (penipuan), ba’i najasy (rekayasa pasar dalam demand), gharar (ketidak pastian kedua belah pihak yang bertransaksi) dan riba (riba fadl =riba yang timbul karena pertukaran barang yang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya, sama kuantitasnya, sama waktu penyerahannya, riba nasi’ah = riba yang timbul akibat utang piutang, timbul karena adanya perbedaan, tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian,  riba jahiliyh= adalah utang yang dibayar melebihi pokok pinjaman). Selain itu, tarnsaksi dilarang karena tidak sah akadnya yakni rukun dan syarat tidak terpenuhi, terjadi ta’alluq (dua akad yang salin berkaitan, dan berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2, dua akad dalam suatu transaksi secara bersamaan).
Di sisi lain harus diperhatikan juga akad itu, apakah termasuk kategori akad tabarru’ atau akad tijarah. Bila akad tabarru bank tidak bisa meminta kompensasi dari nasabah terhadap pelaksanaan suatu transaksi. Sebaliknya jika akad termasuk kategori akad tijarah, bank berhak memperoleh kompensasi dari nasabah atas pelaksanaan suatu transaksi.  

5.       Analisa Penghimpunan  dan  Penyaluran Dana PT. Bank Muamalat Indonesia
Fungsi dari suatu bank adalah menghimpun, menyalurkan, dan memberikan jasa-jasa bank kepada nasabah sebagaimana telah diuraikan dalam Bab 2 di muka yang secara garis besar  adalah sebagai berikut :
1).  Penghimpunan dana : prinsip wadi’ah terdiri atas Wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad adh-dhamanah. Prinsip mudharabah terdiri atas muthlaqah dan muqayyadah
2)      Penyaluran dana : prinsip jual beli (murabahah) atau al Bai’ terdiri dari Al Bai’ Naqdan, Al Bai’ muajjal, Al Bai’ taqsith, Al Bai’ istishna, Al Bai salam). Prinsip sewa (ijarah) terdiri dari Ijarah biasa, ju’alah dan IMBT.  Prinsip bagi hasil (musyarakah) terdiri dari syirkah abdan, mudharabah, wujuh, mufawadah, ‘Inan. Untuk pertanian Al Muzara’ah, Al Mukhabarah dan Al Musaqat.
3)       Layanan jasa (wakalah, wadi’ah yad amanah, kafalah, qardh, hiwalah, rahn, sharf)
Tulisan ini hanya membahas dua fungsi yaitu fungsi penghimpunan dana dan fungsi penyaluran dana dari tiga fungsi perbankan tersebut di atas, dan penulis mengharap semoga tidak mengurangi efektivitas interpretasi analisis keuangan.
  
1.        Penghimpunan Dana
Amir Mahmud & Rukmana (2010 : 95) dalam penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara kinerja PT. BMI sebelum dan sesudah adanya kebijakan perbankan syariah tahun 1998, baik dari segi penghimpunan dana maupun dari segi penyaluran dana. Hal ini berarti dengan dikeluarkannya kebijakan yang berhubungan dengan Perbankan Syariah, PT. BMI semakin berkembang. Timbul pertanyaan,  bagaimanakah perkembangan PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk dengan lahirnya Undang-undang perbankan syariah yang baru terlepas dari peraturan perundang-undangan bank konvnesional, yaitu Undang-undang No 21 tahun 2008 tentang Bank Syariah.
Tabel 1 berikut, menunjukkan angka perkembangan dana yang terhimpun melalui  Bank Muamalat Indonesia, dengan membandingkan antara data penghimpunan dana akhir tahun 2007 dengan data penghimpunan dana akhir  tahun 2011,   :
a.          Perkembangan Dana yang Terhimpun.
-                Penghimpunan dana wadi’ah yang meliputi Giro dan Tabungan :
pada akhir tahun 2007 menunjukkan angka Rp 985,8 milyar dan akhir tahun 2011 mencapai Rp 3.344,7 milyar. Terjadi kenaikan sebesar Rp 2.358,9 milyar atau 239,3 %, merupakan  suatu prestasi kenaikan yang luar biasa besarnya.
-                Penghimpunan dana mudharabah yang meliputi Tabungan, Deposito Rupiah dan Deposito Valuta asing :
 pada akhir tahun 2007 adalah Rp 7.706 milyar, akhir tahun 2011 mencapai angka Rp 25.780 milyar, terjadi kenaikan Rp 18.074 milyar atau 234,56 %. Sama pada dana wadi’ah, merupakan  suatu prestasi kenaikan yang luar biasa besarnya.
-                Penghimpunan dana melalui penerbitan surat-surat berharga :
 pada akhir tahun 2007  sebesar Rp 177,5 milyar,  akhir tahun 2011  mencapai  Rp 358,8 milyar, terjadi kenaikan sebesar Rp 181,3 milyar atau 102,14 %
-                Penghimpunan dana yang meliputi pertambahan modal, agio, laba dan lainnya :
pada  akhir  tahun  2007 sebesar  Rp  892,7 milyar,  akhir tahun  2011  sebesar  Rp 2.186,8 milyar, terjadi kenaikan Rp 1.284,1 milyar atau 143,78 %.
-             Secara keseluruhan terjadi kenaikan sebesar Rp 21.910,4 milyar atau 207,31 %
b.            Produk-Produk yang dominan
Produk-Produk yang Dominan dalam penghimpunan dana pada akhir tahun 2011 :
-             Deposito mudharabah  sebesar Rp 18.111,4 milyar atau 82,66 %
-             Tabungan mudharabah sebesar Rp 6.154,7 milyar atau 28,09 %
-             Giro wadi’ah sebesar Rp 2.496,4 milyar atau 11,39 %
Kesimpulannya, pada periode sesudah lahirnya UU No 21 tahun 2008 seluruh produk yang tergolong dalam penghimpunan dana menunjukkan adanya kenaikan yang cukup signifikan seperti tersebut pada uraian di atas. Produk-produk yang mendominasi adalah produk untuk investasi yang tidak mengikat PT. BMI (mudharabah muthlaqah), sehingga memungkinkan untuk lebih berkembang pada tahun-tahun mendatang. Hal ini berarti telah tumbuh kepercayaan nasabah untuk melakukan investasi melalui PT. BMI dengan prinsip bagi hasil (mudharabah muthlaqah).
Untuk lebih jelasnya tabel 1 berikut menunjukkan angka-angka yang merupakan data penghimpunan dana akhir tahun 2007 dan akhir tahun 2011. 
Tabel 1
DAFTAR DANA MASYARAKAT YANG DIHIMPUN  PT. BANK MUAMALAT INDONESIA TBK
PERIODE TAHUN 2007-2011
DALAM MILYARAN RUPIAH
No
Pos-Pos
2007
2008
2009
2010
2011
Rata-rata/thn
%

 Passiva







1
Giro wadiah
        929.7
           754.4
      1,188.4
        2,225.8
      2,496.4
         1,666.3
       8.07
2
Tabungan wadiah
           56.1
              51.3
              56.8
            321.5
          848.3
             319.5
       1.55
3
Kewajiban segera lainnya
           91.1
           141.9
           143.8
            155.2
             98.4
             134.9
       0.65
4
Kewajiban pada Bank Lain
        322.4
           726.5
      1,048.7
            159.3
          119.9
             513.7
       2.49
5
Surat Berharga yg diterbitkan
        177.5
           312.4
           312.7
            363.1
          358.7
             336.8
       1.63
6
Pembiayaan yg diterima Rp tdk terkait dg bank
        154.0
           100.2
              70.1
               30.0
          326.1
             131.7
       0.64
7
Kewajiban lainnya
        239.6
           224.9
           190.9
            356.5
          274.5
             261.7
       1.27
8
Dana Investasi tidak terikat (Mudharabah Muthlaqah)





                       -  
              -  

Tabungan mudharabah
    3,351.6
       3,869.9
      4,436.7
        5,006.9
      6,154.7
         4,867.1
    23.57

Deposito mudharabah Rupiah
    3,746.8
       4,928.6
      6,939.3
        9,609.6
   18,111.4
         9,897.3
    47.94

Deposito mudharabah Valas
        606.9
           469.5
           732.4
        1,410.2
      1,513.7
             1,031.5
       5.00
9
Modal disetor
        492.7
           492.7
           492.7
            782.6
          821.8
             647.5
       3.14
10
Agio (disagio)
        132.4
           132.4
           132.4
            513.7
          513.7
             323.1
       1.57
11
Saldo Laba
        220.8
           340.8
           272.7
            443.6
          670.6
             432.0
       2.09
13
Lain-lain
           46.8
           503.0
              45.7
               63.9
          170.7
             82.7
       0.40

Total Passiva
     10,568
    13,048.5
   16,063.3
     21,441.9
   32,478.9
      20,645,7

            Sumber data : Neraca Publikasi Melalui Internet, diakses tanggal 8-1-2013, bentuk dimodifikasi.
2.        Penyaluran Dana
Tabel 2 berikut, menunjukkan angka perkembangan dana yang disalurkan melalui  PT. Bank Muamalat Indonesia dengan membandingkan antara data penyaluran dana akhir tahun 2007 dengan data penyaluran dana akhir  tahun 2011,   :
Tabel 2
DAFTAR DANA MASYARAKAT YANG DISALURAN MELALUI
PT. BANK MUAMALAT INDONESIA  PERIODE THN 2007-2011
 (Dalam milyaran rupiah)

Pos-Pos
2007
2008
2009
2010
2011
Rata-rata/thn
%
1
Giro Wadiah pada BI
           612.7
           789.4
         656.4
       1,071.8
        1,344.4
          894.9
      4.80
2
SBIS
           655.0
           210.0
     2,348.0
       2,497.0
        5,988.0
      2,339.6
    12.56
3
Penempatan pd Bank lain Rp
           106.3
             94.0
           69.0
             97.9
           114.2
            96.3
      0.52
4
Penempatan pd Bank lain Valas
             15.2
           132.9
         370.7
           132.0
           269.8
          184.1
      0.99
5
Surat Berharga yg dimiliki Rp hingga jt
               5.0
             30.0
         154.2
           530.8
        1,223.8
          388.8
      2.09
6
Surat Berharga yg dimiliki valas hingga jt
                  -  
                  -  
                -  
             21.6
                  -  
               4.3
      0.02
7
Piutang Murabahah Rp terkait dg bank
             54.8
             36.0
           46.4
             24.2
              26.3
            37.5
      0.20
8
Ptg Murabahah Rp tidak terkait dg bank
       4,612.0
       5,717.0
     5,855.1
       8,125.9
     12,543.5
      7,370.7
    39.56
9
Ptg Murabahah valas tidak terkait dg bank
           610.3
           656.3
         103.9
           380.0
           689.1
          487.9
      2.62
10
Piutang Istishna
           196.7
           134.6
           79.2
             68.2
           100.3
          115.8
      0.62
11
Piutang Qardh
           123.2
           186.5
         306.4
       1,195.6
        1,955.3
          753.4
      4.04
12
Pembiayaan Rp Terkait dengan bank
             11.6
             23.0
              1.8
                2.9
              39.3
            15.7
      0.08
13
Pembiayaan Rp Tidak Terkait dengan bank
       3,946.9
       4,525.5
     5,485.8
       6,906.6
        9,094.4
      5,991.8
    32.16
14
Pembiayaan valas Tidak Terkait dgn bank
           232.1
           472.2
         508.7
           600.8
           781.2
          519.0
      2.79
15
Aktiva Ijarah
           113.4
           326.9
         548.9
           703.4
           441.7
          426.8
      2.29
16
Tagihan lainnya
           161.4
             94.1
         108.6
           220.2
              65.6
          130.0
      0.70
17
Penyertaan
             41.2
             41.6
           88.0
             90.4
              47.3
            61.7
      0.33
18
Agunan yang diambil alih
           205.0
           194.8
         396.3
           403.5
           312.8
          302.5
      1.62
19
Aktiva lain-lain
           108.8
           312.3
         144.7
           137.0
           158.1
          172.2
      0.92
20
Pdpt Margin Murabahah yg ditangguhkan
     (1,104.5)
     (1,403.2)
   (1,450.3)
     (1,923.8)
     (2,983.5)
    (1,773.1)
    (9.52)
21
Lain-lain
        (138.1)
             22.8
         242.4
           156.7
           268.1
          110.4
      0.59

Total aktiva
     10,569.1
     12,596.7
   16,064.1
     21,442.6
     32,479.5
    18,630.4

Sumber data : Neraca Publikasi Melalui Internet, diakses tanggal 8-1-2013, bentuk dimodifikasi.



a.          Perkembangan Penyaluranan Dana
1).   Prinsip murabahah : 
-             Penyaluran dana dengan prinsip murabahah atau Al Bai’ atau jual-beli terdiri dari Al Bai’ Naqdan, Al Bai’ muajjal, Al Bai’ taqsith, Al Bai’ istishna, Al Bai salam. Dalam kenyataannya PT. BMI hanya merealisir murabahah dan istishna. Di dalam laporan keuangan (neraca) publikasi PT. BMI merealisir prinsip murabahah  yang terkait dengan bank dan tidak terkait dengan bank, Rupiah dan valuta asing. Pada akhir tahun 2007 mencapai sebesar Rp 5.277 milyar, akhir tahun 2011 sebesar Rp 13.259 milyar, terjadi kenaikan sebesar Rp 7.982 milyar atau 151,25 % .
-             Pada akhir tahun 2007 Istishna sebesar Rp 196,7 milyar, akhir tahun 2011 sebesar Rp 100,3 milyar, terjadi penurunan sebesar Rp 96,4 milyar atau 49,02 % 
2).  Prinsip sewa (ijarah) terdiri dari Ijarah biasa, ju’alah dan IMBT. 
Pada akhir tahun 2007 sebesar Rp 113,4 milyar, akhir tahun 2011 mencapai sebesar Rp 441,7 milyar, terjadi kenaikan Rp 328,3 milyar atau 289,64 %.
3). Prinsip bagi hasil (musyarakah) terdiri dari syirkah abdan, mudharabah, wujuh, mufawadah, ‘Inan. Untuk pertanian Al Muzara’ah, Al Mukhabarah dan Al Musaqat. Laporan Neraca publikasi tidak merinci seperti tersebut di atas, tetapi hanya meneybutkan pembiayaan yang terkait dengan bank dan tidak terkait dengan bank yang dapat diartikan sebagai symbol penunjukkan sumber dana yang digunakan. Sumber dana berasal dari wadi’ah berarti penyalurannya terkait dengan bank karena resiko ada pada bank, Sedangkan sumber dana yang berasal dari mudharabah baik rupiah maupun valuta asing tidak terkait dengan bank karena resiko ada pada sahibul mal.  Pada akhir tahun 2007 jumlah pembiayaan mencapai Rp 4.191 milyar, akhir tahun 2011 mencapai Rp 9.915 milyar atau terjadi kenaikan Rp 5.724 milyar  atau 136,60 %
4).  Q a r d h adalah suatu akad yang mengatur ketentuan meminjamkan harta tanpa mensyaratkan imbalan apapun kecuali kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Pada akhir tahun 2007 mencapai sebesar Rp 123,2 milyar, akhir tahun 2011 = Rp 1.955,3 milyar, terjadi kenaikan Rp 1.832,1 milyar atau 1.486,56 %. Terjadi kenaikan luar biasa pada akad ini sejak tahun 2010, hal ini menandakan bahwa PT. BMI telah melakukan kegiatan social, membantu orang-orang miskin atau orang yang memerlukan bantuan, sehingga rekening akad qardh melonjak sangat tinggi mencapai ribuan persen. Kenaikan penggunaan dana pada rekening akad ini harus diwaspadai untuk tidak menjadi dominan yang menyebabkan unsur bisnis hilang perbankan syariah hilang, apalagi bila mulai menggunakan dana komersial untuk keperluan rekening akad qardh karena sumber dana rekening ini harus berasal dari infaq, shadaqah, hibah, waqf, hadiah dan lainnya.
5).  Giro Wadi’ah Bank Indonesia.
 Rekening ini Simpanan wajib Perbankan Syariah pada Bank Indonesia yang besarnya minimal 5 % dari simpanan Pihak ketiga pada Bank Syariah. Rekening ini dimaksudkan untuk menutup penarikan besar dari para pemegang rekening giro wadi’ah. Pada akhir tahun 2007 rekening ini berjumlah sebesar Rp 612,7 milyar, Akhir tahun 2011 sebesar Rp 1.344,4 milyar, terjadi kenaikan sebesar Rp 731,8 milyar atau 119,44 %.
6).  Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Perbankan syariah membeli SBIS untuk berjaga-jaga sebagai cadangan likuiditas guna menutup penarikan besar dari nasabah dan dijadikan jaminan dari Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah (FLIS). Transaksi Repurchase Agreement SBIS yang selanjutnya disebut Repo SBIS adalah  transaksi pemberian pinjaman oleh Bank  Indonesia kepada Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) dengan agunan SBIS (collateralized borrowing). SBIS yang dibeli PT. BMI pada akhir tahun 2007 sebesar Rp 655, milyar, akhir tahun 2011 mencapai sebesar Rp 5.988,0 milyar, terjadi kenaikan cukup significant pada rekening ini yaitu sebesar Rp 5.333,0 milyar  atau 814,20 %.  Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa banyak dana PT. BMI yang tidak dapat dialokasikan karena adanya unsur kehati-hatian sehingga SBIS. Rekening akad wadi’ah yang harus di back up  dengan SBIS ternyata jauh lebih kecilnya jumlahnya daripada jumlah dana yang dibelikan  SBIS,  yaitu Rekening giro dan tabungan wadi’ah akhir tahun 2011 berjumlah Rp 3.344,7 milyar, dana yang tertanam pada SBIS adalah sebesar Rp 5.988 milyar ditambah Giro wajib minimum Rp 1.344,4 milyar.
7).  Surat Berharga yang Dimiliki
       Sama dengan butir 6) diatas, bedanya surat berharga diperjual belikan melalui pasar modal, Sedangkan SBIS pada pasar uang tetapi tidak dapat diperdagangkan pada pasar sekunder. Pada akhir tahun 2007 Rp 5 milyar, akhir tahun 2011 sebesar Rp 1.223,8 milyar, terjadi kenaikan sebesar Rp 1.218,8 milyar. 
b.         Produk –Produk yang  Dominan
Dari uraian no 1) sampai dengan no 7) penyaluran dana, kecuali istishna  semuanya terjadi peningkatan yang secara keseluruhan terjadi kenaikan sebesar Rp 23.789,4 milyar atau 203,79 %, yang paling dominan adalah kenaikan prinsip murabahah sebesar Rp 7.982 milyar (33,55  %), disusul dengan kenaikan pembiayaan sebesar Rp 5.724 milyar (24,06 %) dan SBIS sebesar Rp 5.333 milyar (22,42 % ).

Pembiayaan mudharabah dan al-musyarakah atau kemitraan bagi hasil di bidang produksi ( investasi )  yang menjadi andalan perbankan syariah dalam menggerakkan sektor riil khususnya Usaha Kecil Menengah (UKM) dan pemberdayaan professi sumber daya manusia ( SDM ) baru mulai tampak setelah tahun 1998 atau setelah beroperasi kurang lebih 10 tahun dengan angka kenaikan yang cukup signifikan. Esensi bank syariah sebenarnya adalah ‘bagi hasil’, namun dalam kenyataannya yang juga tercermin pada laporan keuangan atau neraca PT BMI  yang lebih dominan adalah prinsip jual beli (33,55 %) dari pada bagi hasil 24,06 %). Bank Muamalat pada mulanya masih sangat berhati-hati untuk menanamkan kepercayaan kepada mudharib, sehingga perbankan syariah lebih suka bermain pada sektor usaha yang memberikan pendapatan (return) yang pasti atau dapat dikatakan lebih menyukai pembiayaan yang bersifat Natural Certainty Contract seperti murabahah dan ijarah, namun setelah beroperasi 10 tahun dan sudah mempunyai pijakan atau dasar hukum operasional yang kuat, barulah perbankan syariah mengebangkan sayapnya pada bisnis investasi yang termasuk ke dalam Natural Uncertainty contract seperti al-musyarakah dan al-mudharabah sebagai suatu bisnis yang dapat menjanjikan perbaikan ekonomi usaha kecil menengah.

3.     Hasil Penelitian M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan
Menurut hasil penelitian M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan (2008 :5-6) bahwa Modal pembiayaan yang tertinggi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (176 lembaga keuangan) sampai tahun 1997 adalah Murabahah 37,00 %, Musyarakah 19,00 %, Mudharabah 6 %,, Ijarah 9 % dan lainnya 29,00 .
Hasil penelitian pakar tersebut di atas menyadarkan kepada kita bahwa peranan Bank Syariah dalam mendorong sektor riil di bidang pembiayaan mudharabah (investasi) sampai tahun 1997 belum memenuhi harapan kita, karena pembiayaan bisnis perbankan Syariah hanya bermain pada bidang perdagangan khususnya distribusi dan konsumsi (murabahah 37,00%, mudaharabah & musyarakah 25%). Kini tahun 2011 posisi tersebut masih bertahan pada bisnis murabahah (33,55 %), mudharabah (24,06 %). Keadaan tahun 1997 dapat dimengerti karena Bank Syariah pada waktu itu baru beroperasi kurang lebih lima tahun dan belum mengenal dengan baik nasabahnya, selain itu terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia dan Asia, namun sekarang jumlah dana meningkat tetapi porsi atau persentase penyaluran dana antara murabahah dan mudharabah masih reatif sama.
 Kegiatan penyaluran dana Bank syariah seperti Al Murabahah, Al-Musyarakah. al-mudharabah, Ijarah adalah praktik bisnis dengan sistem pembiayaan.  Perolehan hasil atau keuntungan dari prinsip Al-Murabahah dan Ijarah sesuai dengan nisbah kesepakatan antara kedua belah pihak yang sudah ditentukan pada awal kontrak atau perjanjian. Prinsip al-murabahah dan al-ijarah termasuk dalam Natural Containty Contracts ( NCC) karena cash flow, return sudah pasti, (Adiwarman A. Karim ,2008 : 72-74).  Pola pikir seperti ini masih melekat pada sebagian besar bangsa Indonesia sebagai akibat teori dan praktik bisnis bangsa barat yang telah ditanamkan selama berpuluh-puluh tahun di Indonesia dan merupakan alasan mengapa prinsip murabahah lebih marak di pasar pembiayaan perbankan syariah.



6.       KESIMPULAN
Setelah 20 tahun sejak berdirinya Perbankan Syariah di Indonesia, PT. BMI telah berkembang cukup significant, ditandai dengan berkembangnya dana yang dapat dihimpun dari masyarakat berupa dana giro dan tabungan wadi’ah dan tabungan dan deposito mudharabah. Peningkatan pengerahan dana tersebut mendorong meningkatnya dana pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, seperti murabahah, mudharabah.  Namun demikian perkembangan penyaluran dana masih didominasi bisnis murabahah daripada bisnis mudharabah  yang merupakan andalan dan esensi perbankan syariah. Sosialisasi secara intensif mengenai produk-produk bank syariah masih perlu dilakukan, khususnya mengenai  produk pembiayaan musyrakah dan mudharabah. Kedua produk ini masih belum memasyarakat di Indonesia, mengingat masyarakat Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun didoktrin dengan konsep perbankan barat dengan system bunga atau riba. Umat Islam sangat  memerlukan lembaga keuangan berbasis syariah untuk dapat menjalankan ajaran agamanya dengan baik.
7.       SARAN
        Pemikiran terhadap konsep produk-produk baru yang sesuai dengan syariah masih perlu terus dikembangkan, termasuk instrument-instrument baru pada pasar uang dan pasar modal yang bebas bunga atau riba, agar tidak menimbulkan masalah likwiditas dikemudian hari yang dapat berdampak buruk bagi bank syariah.


DAFTAR PUSTAKA
Afzalur Rahman. Economic Doctrines of Islam. Diterjemahkan oleh Soeroyo dan Nastangin. Doktrine Ekonomi Islam, Jilid 4.1996. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta.
Adiwarman  Azwar  Karim.  2008.  Bank  Islam  Analisis  Fiqih  dan  Keuangan.  RajaGrafindo
                           Persada. Jakarta.
Amir Mahmud dan Rukmana. 2010. Bank Syariah. Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula. 2006. Syariah Marketing.  Mizan Pustaka
                        Bandung
M. Arifin Hamid.2007.Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia.Prospektif Sosia-Yuridis. Elsas. Jakarta
Hasan Aedy. 2007. Indahnya Ekonomi Islam. Alfabeta. Bandung.
Muchdarsyah Sinungan. 1987. Uang dan Bank. Bina Aksara.Jakarta.
Muhammad Syafi’I Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Jakarta. 
Rahmadi Usman. 2012.Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Sinar Grafika.Jakarta
Sumantoro. 1986. Hukum Ekonomi. UI-Press.Jakarta
Umaer Chapra dan Tariqullah Khan. 2008. Regulasi & Pengawasan Bank Syariah. Bumi Akasara. Jakarta.

PERKEMBANGAN KINERJA PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN DANA
PT. BANK MUAMALAT INDONESIA

D
I
B
U
A
T

Oleh
Drs. H. Tadjuddin Malik, SH.MH
Polewali Mandar
2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar