PERKEMBANGAN
KINERJA PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN DANA
PT. BANK
MUAMALAT INDONESIA
1.
Pendahuluan
System Perbankan Syariah semakin hari semakin populer dan
berkembang yang ditandai dengan lahirnya lembaga keuangan bank, lembaga
keuangann non bank-bank, perusahaan-perusahaan yang menerapkan konsep syariah.
Salah satu cirinya adalah meninggalkan prinsip bunga atau riba dan menerapkan prinsip
bagi hasil. Indonesia dengan penduduk kurang lebih 220 juta orang, lebih 80 %
beragama Islam. Para pengusaha, individu yang agamais sudah mulai
mempertanyakan kehalalan operasional Bank Konvensional dengan system bunga atau
riba.
Islam melarang praktik muamalah yang mengandung dan dapat
menimbulkan riba sesuai dengan prinsip dasar ajaran islam. Sebagian besar ulama
berpendapat bahwa bunga bank itu adalah riba, dan karena itu hukumnya haram.
Oleh karena itu, untuk melayani umat Islam yang begitu besar jumlahnya, diusahakan
adanya system perbankan yang beroperasi tidak mengenakan bunga kepada
nasabahnya atau lazim disebut perbankan berdasarkan prinsip syariah.
Perbankan konvensional yang selama ini beroperasi di Indonesia
sebagai lembaga keuangan bank menganut system penghimpunan dan penyaluran dana
dengan system bunga atau riba. Bank Konvensional ini bersifat perantara (intermediasi) di bidang keuangan,
perantara antara investor atau pemilik modal (pemegang saham, penabung,
deposan) dengan pengelola atau pengguna modal (debitur) dan memperoleh
pendapatan sebagian besar dari selisih antara hasil penyaluran dana yang
disebut bunga kredit dengan biaya pengerahan atau biaya penghimpunan dana yang
disebut bunga dana dan biaya-biaya operasional lainnya.
Bank syariah juga seperti halnya dengan bank konvensional
memperoleh keuntungan dari hasil alokasi dana dikurangi biaya perolehan dana,
namun secara teknis operasional atau aplikasinya menjauhkan diri dari praktik
bunga dan menggantinya dengan prinsip bagi hasil. Bank syariah dalam menghimpun dana pada
dasarnya menggunkan system bagi hasil (profit
and loss sharing) dengan para
nasabah investor (deposan, penabung, giran) yang dikenal dengan system
kemitraan, yang dapat berbentuk Al Mudharabah, al wadi’ah yad adh-dhamana. Simpanan
dana ini, dialokasikan berdasarkan akad tertulis yang telah disepakati antara nasabah
pemilik dana dan bank syariah, ada yang URIA (Unrestricted Investment Account) dan ada juga RIA (restricted Investent Account). Jenis
simpanan ini semuanya disesuaikan dengan
keinginan nasabah pemilik dana dan penempatannya harus terhadap bisnis
yang halal, tidak mengandung gharar, maysir, riba, dzalim, objeknya tidak haram dan sebagainya yang dilarang hukum
agama Islam.Pemegang
saham sebagai syirkah atau pemilik mempunyai hak deviden bank. Sedangkan dalam
penyaluran dana Bank syariah melakukan kegiatan Al-murabahah, Al-musyarakah, al
mudarabah, ijarah dan pemberian jasa-jasa bank. System keuangan tanpa
bunga dalam memobilisasi sumber-sumber keuangan untuk membiayai usaha
produktif, distribusi dan konsumtif. Usaha yang bersifat produktif difasilitas melalui
skema profit sharing yaitu mudharabah dan partnership ( musyarakah). Usaha yang bersifat
distributif memanfaatkan hasil-hasil produk, dilakukan melalui skema jual-beli
(murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah). Kebutuhan yang bersifat
Konsumtif berupa barang yang ready stock dapat
difasilitasi melalui murabahah, salam untuk goods in process berjangka pendek serta istishna untuk goods in
process berjangka panjang, dan yang berupa jasa dapat difasilitasi melalui ijarah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Umer Chapra dan Khan (2008 : 2)nbahwa Sistem yang
dipakai untuk membiayai aktivitas bisnis didasarkan pada konsep bagi hasil (profit and loss sharing) melalui model
pembiayaan mudharabah (kemitraan pasif), dan musyarakah (kemitraan aktif). Jual-beli tangguh dan pinjaman tanpa
bunga (Qardh al Hasan) juga dipakai untuk pembiayaan konsumtif dan transaksi
bisnis .
Kegiatan penyaluran dana Bank syariah seperti Al Murabahah, Al-Musyarakah.
al-mudharabah, Ijarah adalah praktik bisnis dengan sistem pembiayaan. Perolehan hasil atau keuntungan dari prinsip
Al-Murabahah dan Ijarah sesuai dengan nisbah kesepakatan antara kedua belah
pihak yang sudah ditentukan pada awal kontrak atau perjanjian. Prinsip al-murabahah
dan al-ijarah termasuk dalam Natural
Containty Contracts ( NCC) karena cash
flow, return sudah pasti, (Adiwarman A. Karim ,2008 : 72-74).
Kegiatan bisnis Bank Syariah yang menggunakan prinsip al Musyarakah nisbahnya ditentukan pada awal
perjanjian atau kontrak atau akad al-musyarakah,
tetapi besarnya perolehan hasil tergantung
dari keuntungan usaha yang diperoleh dari investasi itu, cash
flow dan return investment tidak pasti, sehingga dikelompok sebagai Naturan Uncertainty Contracts.
Berdasarkan objek investasinya dikenal 5 macam, yaitu mufawadah, ‘Inan, Abdan, wujuh, mudharabah, Kegiatan bisnis ini
menggunakan Teori Percampuran (Adiwarman A. Karim ,2008 : 75-79). Bank syariah tidak mengenal pengerahan dana
dan pemberian pinjaman (kredit) dengan imbalan bunga. Bank syariah dapat
memberikan pinjaman kepada fakir miskin yang membutuhkan tanpa bunga (qardh al
Hasan) yang sumber dananya berasal dari dana zakat, infaq, sadaqah (Adiwarman
A. Karim ,2008 : 69).
Amir Machmud dan Rukmana yang mengadakan penelitian terhadap PT.
Bank Muamalat Indonesia periode sebelum dan sesudah tahun 1998 (2010 : 92-93).
Di dalam pelaksanaan penelitian tersebut
mereka mengelompokkan data menjadi dua, yaitu pertama periode tahun 1994-1998 ( 5
tahun pertama ) rata-rata pertahun dana yang terhimpun dan dana yang
tersalurkan. Kedua, periode tahun 1998-2003 (5 tahun kedua) rata-rata pertahun
dana yang terhimpun dan dana yang tersalurkan. Setiap kelompok data diperinci
jenis produk dan angka realisasinya. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa terjadi perkembangan yang signifikan kinerja
penghimpunan dana dan penyaluran dana pada periode sebelum kebijakan tahun 1998
dan sesudah kebijakan tahun 1998 (kebijakan tahun 1998 dimaksud dengan
diundangkannya UU No 10/1998 tetang perubahan UU No 7/1992 tentang Perbankan)
atau dengan kata lain terdapat perbedaan antara kinerja PT. BMI sebelum dan
sesudah adanya kebijakan perbankan syariah, baik dalam penghimpunan dana maupun
dalam penyaluran dana. Ini berarti dengan dikeluarkannya kebijakan yang
berhubungan dengan Perbankan Syariah, PT. BMI semakin berkembang.
Kesimpulan hasil penelitian Amir Mahmud & Rukmana tersebut
mendorong penulis melanjutkan metode penelitian yang hampir serupa dengan mengaitkan
lahirnya Undang-undang perbankan syariah yang baru terlepas dari peraturan
perundang-undangan bank konvnesional, yaitu Undang-undang No 21 tahun 2008
tentang Bank Syariah. Penulis juga ingin melihat sampai sejauh mana
perkembangan Bank Muamalat selama periode tahun 2007 sampai dengan 2011
sehubungan dengan lahirnya Undang-undang No 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
1.
Konsep Dasar Operasional Perbankan Syariah
a. Beberapa
Pengertian Umum
Pengertian
menurut Undang-Undang No 7/1992 tentang perbankan yang diubah dengan UU NO 10/1998
dan No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Ketentuan
umum Bab I Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, memberikan batasan tentang hal-hal berikut :
1). Bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat (angka 2). Bank Indonesia adalah Bank sentral
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (angka 3)
3). Bank Konvensional adalah
Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan
jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat (angka
4)
4). Bank Umum Konvensional
adalah Bank Konvnesional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran (angka 5)
5). Perbankan syariah adalah
segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya (angka 1)
6). Bank syariah adalah Bank
yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
(angka 7)
7). Bank Umum Syariah
adalah Bank Syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran (angka 8)
8). Unit Usaha Syariah, yang
selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari Kantor Pusat Bank Umum Konvnesional
yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang
dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah
( angka 10 )
9). Prinsip syariah adalah
prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah
(angka 12)
10). Akad adalah kesepakatan
tertulis antara Bank syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah (angka 13).
11). Rahasia Bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya serta nasabah investor dan investasinya (angka 14)
12). Tabungan adalah simpanan
berdasarkan Akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan
itu (angka 21)
13). Deposito adalah investasi
dana berdasarkan akad mudharabah atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah
penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS (angka 22).
14). Giro Adalah simpanan
berdasarkan akad wadi’ah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan (angka 23).
15). Investasi adalah dana yang
dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk deposito, tabungan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu (angka 24)
16). Pembiayaan adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a). Transaksi bagi hasil dalam
bentuk mudharabah dan musyarakah
b). Transaksi sewa-menyewa
dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
c). Traansaksi jual-beli dalam
bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna.
d). Transaksi pinjam meminjam
dalam bentuk piutang qardh
e). Transaksi sewa-menyewa jasa
dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau
UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas
dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau
bagi hasil.
b. Pengertian
Akad Perbankan Syariah
Menurut Adiwarman A. Karim (2008
: 65-78) bahwa setiap kesepakatan bisnis antara sahibul-maal dan mudharib atau
antara bank syariah dengan nasabahnya dalam melakukan transaksi selalu di awali
dengan akad atau kontrak. Akad atau kontrak melibat dua pihak atau lebih,
masing-masing pihak yang terikat dalam kontrak mempunyai hak dan kewajiban.
Akad berbeda dengan Wa’ad yang merupakan janji (promise) dari satu pihak kepada
pihak lainnya, dalam arti wa’ad hanya mengikat satu pihak yaitu pihak yang
memberi janji untuk memikul kewajiban, Sedangkan pihak yang diberi janji tidak
memikul kewajiban apa-apa. Akad secara garis besar terdiri dari 2 yaitu Akad
Tabarru dan Akad Tijarah.
1). Akad Tabarru (transaksi social).
Menurut Adiwarman
Azwar Karim (2008 : 70) yaitu segala
macam perjanjian yang menyangkut nirlaba, dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
a). H a r t a :
- Q a r d h adalah suatu akad yang
mengatur ketentuan meminjamkan harta tanpa mensyaratkan imbalan apapun kecuali
kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut.
- R a h n adalah suatu akad yang mengatur ketentuan
meminjamkan harta yang harus disertai
agunan (jaminan) atas pengembalian pinjaman.
- Hiwalah
adalah suatu akad yang mengatur tentang ketentuan meminjamkan harta untuk
mengambil-alih pinjaman yang bersangkutan dari pihak lain
b). J a
s a :
Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 120)
Wakalah atau wakilah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.
Landasan hukumnya (al-Kahfi : 19) dan hadis (Malik no. 678, Kitab
al-Muwaththa’,bab Haji).
- Al-Wakalah Menurut
Adiwarman A. Karim (2008 : 68) adalah suatu akad yang mengatur ketentuan meminjamkan
jasa atau melakukan sesuatu ( keterampilan kita ) untuk orang lain
- Al-Wadi’ah
adalah suatu akad yang mengatur ketentuan tentang pemberian jasa
pemeliharaan, terdiri dari 2 macam yaitu wadi’ah
yad adh-dhamanah dan wadi’ah yad al-
amanah.
- Al-Kafalah adalah suatu akad yang mengatur
ketentuan tentang persiapan diri untuk melakukan sesuatu kewajiban bila terjadi
sesuatu hal, misalnya penerbitan Bank Garansi
c). Pemberian sesuatu harta misalnya hibah, waqf, shadaqah, hadiah
dll
2). Akad Tijarah (transaksi komersil).
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 : 70) bahwa akad tijarah
merupakan segala macam perjanjian yang
menyangkut for profit transaction. Akad-akad
ini dibuat dengan tujuan mencari keuntungan yang bersifat komersil, dibedakan
atas 2 kelompok, yaitu :
a). Natural Certainty Contracts (NCC) yaitu akad
bisnis yang memberikan kepastian pendapatan (return), cash flow dan timing-nya
pasti, seperti akad atau kontrak jual beli (al
Bai’, al-murabahah) dan sewa-menyewa
(al-ijarah). Prinsip bisnis ini
menggunakan Teori Pertukaran.
b). Natural Uncertainty Contracts (NUC) yaitu akad bisnis yang tidak memberikan
kepastian penerimaan pendapatan (return),
cash flow dan timingnya tidak
pasti, hasil keuntungan atau return
bergantung kepada hasil investasi seperti al
Musyarakah, al-mudharabah, al-muzarah,
Al-mukhabarah dan Al-musaqat. Prinsip
bisnis ini menggunakan Teori Percampuran.
‘3. Sistem Penghimpunan
Dana
Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 146) bahwa pada dasarnya
dana Bank Syariah bersumber dari modal,
titipan dan investasi dari sahibul-maal.
a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Pada akhir tahun buku pemilik
modal akan memperoleh bagian hasil usaha yang disebut deviden. Dana modal ini
digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan kantor, dan sebagainya
yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed
asset/non earning asset), Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat
dilakukan melalui musyarakah fi sahm
asy-syarikah (equity participation) pada saham perseroan bank. Menurut M. Umer Capra dan Tariqullah Khan
(2008 : 3 ) para pemodal dalam sejarah Islam dikenal dengan istilah sarraf.
b.
Titipan.
Salah satu
cara yang dugunakan Bank Syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan
menggunakan prinsip titipan dengan akad al-wadiah.
Al-wadi’ah dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu wadi’ah yad al-amanah dan
wadi’ah yad adh-dhamanah. Konsep Wadi’ah yad al-amanah diartikan sebagai pihak yang menerima titipan
tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan,
hanya dapat membebankan biaya penitipan kepada penitip, Sedangkan konsep wadi’ah yad adh-dhamanah diartikan
sebagai pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang
atau barang yang dititipkan. Pihak bank akan mendapatkan hasil dari pengguna
dana (pengelola dana), sehingga bank dapat memberikan bonus kepada penitip (Muhammad
Syafi’i Antonio , 2001 : 148-150).
c. Investasi
Muhammad
Syafi’i Antonio , (2001 : 150) mengatakan bahwa, akad yang sesuai dengan
prinsip ini, adalah Al-mudharabah
dengan tujuan kerjasama antara pemilik
dana (sahibul maal) dengan pengelola
dana (mudharib) dalam hal ini bank.
Seacara garis besar dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
1). Mudharabah
Muthlaqah (General Investment)
Sahibul maal tidak
memberikan batasan-batasan (restriction)
atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib
diberi wewenang penuh untuk mengelola dana tanpa terikat waktu, tempat, jenis
usaha, dan jenis pelayanan. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini
adalah time deposit biasa.
2). Mudharabah
Muqayyadah
Sahibul maal memberikan
batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai batasan-batasan
yang diberikan oleh sahibul maal,
misalnya hanya untuk jenis usaha tertentu, tempat tertentu, waktu tertentu dan
lain-lain. Aplikasi perbankan syariah yang sesuai dengan akad ini adalah Special investment. Produk ini sangat
sesuai dengan company yang memiliki kecenderungan investasi khusus,
investor tidak perlu menanggung overhead
cost bank terlalu besar karena seluruh dananya masuk ke
proyek khusus dengan turn dan cost yang dihitung secara khusus pula.
Bank syariah menghimpun dana dari para investor yaitu pemegang
saham, giran, deposan dan penabung. Dana
deposan dan penabung dapat bersifat mudharabah
muthlaqah atau Unrestricted
Investment Account (URIA) dan dapat juga bersifat Restricted Investment Account (RIA) atau mudharabah muqayyadah. RIA ada yang on balance sheet dan ada yang off
balance sheet. RIA on balance sheet transaksi masih melalui bank, sedangkan
off balance sheet transaksi
tidak melalui bank, tetapi bank hanya mempertemukan antara sahibul maal dengan mudharib, dalam hal ini bank hanya
mendapatkan fee karena sebagai
perantara, tergantung permintaan
nasabah yang dituangkan ke dalam akad yang dibuat antara nasabah dengan bank
syariah.
Dana syirkah dari pemegang saham, diguakan untuk investasi gedung,
peralatan kantor, kendaraan kantor dan yang lainnya bersifat URIA artinya bank bebas menggunakan
untuk kegiatan-kegiatan bisnis dan biaya operasional bank. Dana giro merupakan
titipan yang dapat dimanfaatkan oleh bank dengan resiko sepenuhnya berada pada
Bank Syariah atau dikenal dengan istilah Al-wadiah
yad Adh-dhamanah. Dana tabungan dapat bersifat wadi’ah yad adh-dhamanah dan dapat bersifat Al Mudharabah. Dana Deposito bersifat Al-Mudharabah yang apabila ditempatkan pada Al-Murabahah, Al- Muajjal, Al-Bai’-Taqsith, Istishna,
atau as Salam dapat diperhitungkan
bagi hasilnya setiap bulan atau pada saat jatuh tempo.
Dana-dana yang berasal dari investor (sahibul maal) tersebut di atas yang dikelola oleh Bank syariah
semuanya dengan system bagi hasil yang
dapat diperhitungkan setiap bulan (URIA)
atau saat jatuh tempo deposit dan dapat juga setiap akhir tahun yang besarnya
tergantung pada keuntungan yang diperoleh Bank syariah, besarnya deposit dan
jangka waktunya.
2. Sistem Penyaluran dana
Skema
produk perbankan syariah secara alami merujuk kepada tiga kategori kegiatan
ekonomi, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Usaha yang bersifat produktif
difasilitasi melalui skema profit sharing
yaitu mudharabah dan partnership (musyarakah). Usaha yang bersifat
distributif memanfaatkan hasil-hasil produk, dilakukan melalui skema jual-beli
(murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah). Yang bersifat Konsumtif berupa
barang yang ready stock dapat
difasilitasi melalui murabahah, salam untuk goods in process berjangka pendek serta istishna untuk goods in
process berjangka panjang. Sedangkan bila bersifat konsumtif berupa jasa,
maka dapat difasilitasi melalui ijarah.
4.1.
Al Murabahah (jual-beli)
atau Al Bai’
Menurut M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan (2008 : xxiii) bahwa
istilah umum bagi model pembiayaan berbasis jual-beli di dalam system keuangan
Islam. Al Bai’ tidak mensyaratkan pemberitahuan kepada pembeli
tentang keuntungan barang. Bila keuntungan penjual diberitahukan kepada pembeli
pada awal akad, disebut Al Murabahah (Adiwarman
Azwar Karim ,2008 : 73). Dalam akad Jual-beli ini, pihak-pihak yang
bertransaksi saling mempertukarkan assetnya,
baik real asset (ayn) maupun financial asset (dayn) dan masing-masing
pihak tetap berdiri sendiri (tidak saling bercampur membentuk usaha baru).
Al-Murabahah
atau Al Bai’ (jual-beli) merupakan konsep
bisnis Natural certainty Contracts, di
mana cash flow, timing-nya, dan
tingkat return investasinya dapat
dipastikan. Konsep bisnis ini menggunakan Teori Pertukaran yang bila ditinjau
dari segi objek pertukarannya, dapat diidentifikasikan
atas 3 jenis, Yaitu
-
Pertukaran real asset (ayn)
dengan real asset (ayn) = ayn + ayn
-
Pertukaran real asset (ayn) dengan
financial asset (dayn) = ayn + dayn
-
Pertukaran financial asset
(dayn) dengan financial asset (dayn) =
dayn + dayn, contoh :
Kedua belah pihak saling
mempertukarkan asset yang dimilikinya, misalnya Objek Pertukaraan adalah real asset (ayn) dengan financial asset (dayn). Real asset terdiri dari 2 jenis yaitu
barang dan jasa, sedang financial asset
juga terdiri dari 2 jenis yaitu uang dan bukan uang (surat berharga). Bila
objek pertukaran real asset (ayn)
adalah barang dengan financial asset
(dayn) adalah uang, maka disebut jual beli. Bila yang dipertukarkan adalah
jasa dengan financial asset (dayn)
adalah uang, maka disebut sewa-menyewa atau upah-mengupah. Baik berupa barang maupun jasa harus
ditetapkan akadnya pad awal pembuatan
akad dengan pasti, mengenai jumlahnya (quantity),
mutunya (quality), harganya (price), waktu penyerahannya (time of delivery). Kontrak-kontrak ini
menawarkan return yang tetap dan
pasti, seperti akad jual-beli (al Bai’,
Salam dan Istishna), Akad
sewa-menyewa (ijarah dan Ijarah Muntahia
Bit-tamlik/IMBT), sehingga disebut Natural
Certainty contracts (NCC).
Di atas telah disebutkan bahwa prinsip jual beli atau al murabahah ini pada umumnya dikenal 5 macam, yaitu :
-
Al Bai’ Naqdan yaitu jual-beli barang secara tunai pada saat ini
-
Al Bai’
muajjal
yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran tangguh secara lump sum (barang
diterima duluan, pembayaran secara lump sum belakangan),
-
Al Bai’
Taqsith
yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran tangguh secara angsuran (barang
diterima duluan, pembayaran secara cicilan belakangan),
-
Al Bai’
Salam
yaitu system jual-beli barang dengan
pembayaran secara lump sum di muka sebelum barang diterima (pembayaran duluan secara
lump sum, barang belakangan).
-
Al Bai’
Istishna
yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran secara angsuran di muka sebelum
barang diterima (pembayaran secara cicilan duluan, barang belakangan)
Transaksi Al Bai’Naqdan biasanya dilakukan antara supplier dengan Bank Syariah dengan
maksud untuk dijual kembali oleh Bank Syariah kepada nasabahnya dengan
pembayaran berjangka, baik secara muajjal
maupun secara taqsith. Dalam hal ini
harga disepakati terlebih dahulu antara bank syariah dengan nasabahnya
(pembeli) termasuk keuntungan bagi Bank Syariah. Cash flow dan timing-nya
dalam transaksi ini dapat ditentukan, maka sumber dana yang dapat digunakan
dalam transaksi ini adalah URIA (unrestricted
investment account) yang
memungkinkan dilakukan pembagian hasil setiap bulan
Transasi
jual-beli as- salam biasanya
transaksi ini dilakukan oleh Bank dengan supplier
berdasarkan pesanan nasabah dengan pembayaran lebih dahulu sebelum barang
diserahkan atau antara bank dengan kontraktor bangunan atas pesanan nasabah.
Hal ini juga biasa terjadi bila petani (nasabah) memerlukan dana sebelum hasil pertaniannya dipanen, tapi kuantitas,
kualitas dan harga ditetapkan terlebih dahulu dalam akad as-salam.
Transaksi istishna dapat diterapkan pada nasabah
yang memerlukan pembangunan rumah atau bangunan, bank membayar kontraktor
secara bertahap sesuai dengan bangunan yang telah diselesaikan. Pada akhir
pembangunan (periode) pembayaran dari bank lunas dan kontraktor menyerahkan
rumah kepada bank untuk selanjutnya diserahkan kepada nasabah dengan harga yang
telah disepakati terlebih dahulu termasuk keuntungan bank.
4.2.
Ijarah (sewa-menyewa)
Bila yang
dipertukarkan adalah jasa dengan financial
asset (dayn) adalah uang maka disebut sewa-menyewa atau upah-mengupah.
- Ijarah
: sewa tanpa peralihan kepemilikan dan tidak memperhitungkan kinerja, misalnya
upah harian, sedangkan ijarah yang
memperhitungkan kinerja disebut ju’alah
misalnya upah borongan.
- Ijarah
Muntahia Bit-Tamlik (IMBT) : sewa yang memungkinkan peralihan kepemilikan
pada akhir periode kontrak.
4.3.
Al-Musyarakah dan Al-Mudharabah
Konsep bisnis Natural
Uncertainty Contracts, di mana cash
flow, timing-nya, dan tingkat return
investasinya tidak dapat dipastikan karena sangat bergantung pada hasil
investasi. Konsep bisnis ini menggunakan Teori Percampuran, yang bila ditinjau
dari segi objek percampurannya, dapat
didentifikasi atas 3 jenis, yaitu :
-
Percampuran real asset
(ayn) dengan real asset (ayn) = ayn +
ayn
-
Percampuran real asset
(ayn) dengan financial asset (dayn) =
ayn + dayn
-
Percampuran financial asset
(dayn) dengan financial asset (dayn)
= dayn+dayn
a.
Percampuran ayn dengan ayn :
Percampuran ayn dengan ayn misalnya terjadi pada syirkah ‘abdan, yaitu seorang tukang
batu bekerjasama dengan tukang kayu dalam membangun sebuah proyek perumahan,
keduanya sama-sama menggabungkan tenaga dan keahliannya. Keuntungan dan
kerugian ditnggung bersama berdasarkan nisbah yang telah ditentukan di awal
kerjasama.
b.
Percampuran Ayn dengan
Dayn.
Percampuran ayn (real asset)
dengan dayn (financial asset) dapat
berbentuk syirkah mudharabah dan syirkah
wujuh.
Syirkah
Al-Mudharabah artinya dua orang yang berserikat mencampurkan modal mereka.
Seorang yang memiliki modal harta (dayn) disebut sahibul maal dengan seorang
yang memiliki modal jasa keahlian atau keterampilan (ayn) yang disebut mudharib, dirumuskan ( Rp x + A).
Keuntungan yang diperoleh dari usaha kerjasama ini dibagi berdasarkan nisbah,
Sedangkan kerugian usaha hanya dibebankan kepada sahibul maal. Mudharib
hanya menderita kerugian jasa (tenaga dan keahlian tidak mendapat imbalan).
Syirkah
Wujuh
pihak yang berserikat mencampurkan modal dengan reputasi atau nama baik
seseorang ( Rp x + *F). Pemilik modal memperoleh keuntungan bagi hasil dengan
pemilik modal jasa berupa reputasi baik berdasarkan nisbah yang telah
ditentukan di awal kerja sama, bila usaha mengalami kerugian maka kerugian
hanya dibebankan kepada sahibul maal. Demikian juga pada Al-Muzara’ah, Al-Mukhabarah dan Al-Musaqat
= perjanjian bagi hasil antara pemilik lahan dengan penggarap.
c. Percampuran dayn dengan dyan.
Percampuran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn) dapat berbentuk syirkah mufawadah, syirkah ‘inan.
Syirkah
Mufawadah
artinya dua pihak atau lebih yang berserikat mencampurkan modal yang sama
jumlahnya, masing-masing memperoleh keuntungan atau bagi hasil yang sama
besarnya dan kerugian juga sama besarnya, dirumuskan ( Rp x + Rp x).
Syirkah inan pihak yang berserikat mencampurkan modal yang
tidak sama jumlahnya, dirumuskan (Rp x + Rp Y), keuntungan bagi hasil tidak
sama besarnya berdasarkn nisbah dan kerugian juga secara proporsional dengan
jumlah modal yang disetorkan
Syirkah dayn dengan dayn
lainnya adalah financial asset non
uang (surat berharga) yang digabungkan, misalnya saham PT x dengan saham PT Y .
4.4.
Jasa-jasa Bank;
4.4.1 Al-Wakalah Menurut Adiwarman A. Karim (2008
: 68) adalah suatu akad yang mengatur
ketentuan meminjamkan jasa atau melakukan sesuatu ( keterampilan kita ) untuk
orang lain
4.4.2. Al-Wadi’ah adalah suatu akad yang mengatur ketentuan tentang pemberian jasa
pemeliharaan, terdiri dari 2 macam yaitu wadi’ah
yad adh-dhamanah dan wadi’ah yad al-
amanah. Wadi’ah yad adh-dhamana misalnya
pelayanan rekening giro wadiah ,
tabungan wadi’ah. Wadi’ah yad al amanah misalnya pelayanan safety deposit box (SDB).
4.4.3. Al-Kafalah
adalah suatu akad yang mengatur ketentuan tentang persiapan diri untuk
melakukan sesuatu kewajiban bila terjadi sesuatu hal, misalnya penerbitan Bank
Garansi, Letterof Credit ( L/C), transfer, inkaso dan sebagainya.
3.
Desain Akad
Pembiayaan Syariah
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 : 83) bahwa pembahasan suatu
akad pembiayaan syariah diperlukan 4 (empat) teknik untuk mendesain suatu akad pembiayaan
syariah, yaitu :
a. Memahami Karakteristik kebutuhan Nasabah
Teknik pertama yang perlu dilakukan dalam mendisain suatu akad
pembiayaan syariah adalah memahami karakteristik kebutuhan nasabah, yang
terdiri dari 2 hal, yaitu :
1). Objek Pembiayaan
Bilamana objek pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah barang,
maka harus dilihat apakah barang tersebut ready
stock atau goods in process. Jika
ready stock., maka pembiayaan yang
layak diberikan kepada nasabah adalah murabahah,
namun jika barang tersebut berupa goods
in process harus dilihat waktu prosesnya pendek atau panjang. Bila goods in process pendek, maka pembiayaan
yang tepat adalah pembiayaan salam dengan
asumsi nasabah akan mampu menyelesaikan kewajibannya dalam jangka waktu pendek
sekaligus, tetapi bila goods in process
panjang, maka pembiayaan yang layak diberikan adalah pembiayaan istishna. Di sisi lain apabila objek
pembiayan yang dibutuhkan nasabah adalah jasa, maka pembiayaan yang layak
diberikan adalah pembiayaan ijarah.
2). Kegunaan
Pembiayaan
1.
Untuk Modal Kerja
Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 161) mengatakan bahwa Bank
Syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja nasabah bukan
dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank
bertindak sebagai penyandang dana (sahibul
maal), Sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah (trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu
tertentu, sedangkan bagi hasil secara periodik dengan nisbah yang disepakati.
Setelah jatuh tempo nasabah mengembalikan dana tersebut beserta porsi bagi
hasil yang menjadi bagian bank. Pembiayaan Modal kerja meliputi :
1). pembiayaan likwiditas yaitu Bank syariah
menyediakan fasilitas berupa qardh
timbal-balik (compensating balance),
melalui fasilitas ini nasabah membuka rekening giro. Bila nasabah mengalami mismatched nasabah dapat menarik dana
saldo yang tersedia sampai jumlah yang telah disepakati dalam akad, atas
fasilitas ini bank tidak minta imbalan (Muhammad Syafi’I Antonio ,2001 : 162)
2). Pembiayaan Piutang (Receivable Financing), yaitu Bank memberikan pinjaman kepada
nasabah untuk mengatasi kekurangan dana karena masih tertanam dalam piutang.
Atas pinjaman ini bank minta cessie
atas tagihan nasabah tersebut. Dalam pembiayaan piutang ini, Bank Syariah hanya
boleh memberikan fasilitas al-qardh dan
tidak boleh meminta imbalan kecuali biaya administrasi (Muhammad Syafi’I
Antonio (2001 : 162).
3). Anjak
Piutang (Factoring) yaitu fasilitas
pengambil alihan piutang nasabah. Untuk keperluan itu nasbah mengeluarkan draf (wesel tagih) yang diaksep oleh
pihak berutang atau Promes (promissory
notes) yang diterbitkan oleh pihak yang berutang kemudian di endors oleh nasabah. Dalam pembiayaan anjak
piutang ini, Bank Syariah dapat
melakukan al-qardh dan tidak boleh
meminta imbalan kecuali biaya administrasi (Muhammad Syafi’I Antonio (2001 :
163)
4). Pembiayaan
Persediaan (inventory Financing)
Bank Syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk memenuhi
kebutuhan pendanaan persediaan, yaitu antara lain menggunakan prinsip jual-beli
(al-bai’) dalam dua tahap. Tahap
pertama membeli dari supplier secara
tunai barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah, dan tahap kedua Bank Syariah
menjual kepada nasabah pembeli dengan pembayaran tangguh dan mengambil
keuntungan yang disepakati bersama antara bank dengan nasabah. Ada beberapa
skema jual-beli yang digunakan untuk meng-approach
kebutuhan tersebut, yaitu Bai’-al
Murabahah, Bai’ al-Istishna, Bai
as-Salam. Bila produksi dilakukan secara terus-menerus dan perputaran modal
kerja tersebut telah sedemikian cepatnya sehingga nasbah memerlukan pembiayaan
modal kerja secara evergreen, maka
skema pembiayaan yang paling tepat
adalah al-mudharabah (Muhammad
Syafi’I Antonio (2001 : 163)
5). Perdagangan Umum
Perdagangan umum adalah perdagangan yang dilakukan dengan target
pembeli ssiapa saja yang datang membeli barang-barang yang telah disediakan
oleh penjual, baik pedagang eceran (retailer),
maupun pedagang besar (whole seller).
Perputaran modal kerja (working capital
turn-over) pedagang semacam ini sangat tinggi dan pedagang harus
mempertahankan sejumlah persediaan yang cukup sehingga skema yang paling tepat
adalah skema mudharabah (Muhammad
Syafi’I Antonio (2001 : 166)
6). Perdagangan Berdasarkan Pesanan.
Perdagangan ini biasanya tidak dilakukan ditempat penjual,
misalnya pedagang antarkota, perdagangan antarpulau, perdagangan antarnegara.
Pembeli terlebih dahulu memesan barang-barang yang dibutuhkan kepada penjual
berdasarkan contoh barang atau daftar barang serta harga yang ditawarkan.
Biasanya pembeli membayar setelah barang yang dipesan telah diterima, untuk
menghindari resiko akibat ketidak mampuan penjual untuk mengirimkan barang
sesuai yang dipesan. Demikian juga sebaliknya menghadapi kemungkinan resiko
tidak dibayarnya oleh pembeli, sehingga untuk mengatasi permasalahan kedua
belah pihak, maka Bank Syariah telah mengadopsi mekanisme L/C (Letter of Credit) Bank Konvensional
dengan menggunakan skema al-wakalah,
al-musyarakah, al-mudharabah, ataupun al murabahah. Dalam hal al-wakalah, Bank syariah hanya
memperoleh pendapatan fee atau jasa
(Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 166)
Secara analisis system pembiayaan modal kerja ini, dipaparkan oleh
Adiwarman Azwar Karim (2008 :85) sebagai berikut, bahwa hal yang harus
dicermati adalah apakah barang atau jasa yang dibutuhkan nasabah akan digunakan
untuk kegiatan produktif atau konsumtif. Bila kegunaan pembiayaan yang
dibutuhkan untuk kegiatan produktif, maka harus dilihat apakah untuk modal
kerja atau investasi. Bila digunakan untuk modal kerja, harus dilihat apakah
mempunyai kontrak atau tidak. Jika mempunyai kontrak harus dilihat apakah
pembiayaan tersebut digunakan untuk pekerjaan kontruksi atau pengadaan barang.
Bila untuk pekerjaan konstruksi, maka pembiayaan yang layak diberikan oleh Bank
Syariah adalah pembiayaan istishna,
namun jika untuk pengadaan barang, maka pembiayaan yang layak diberikan adalah mudharabah. Bila nasabah tidak mempunyai
kontrak, harus dilihat apakah barang ready
stock atau goods in process. Jika
ready stock, maka pembiayaan yang
layak oleh Bank Syariah adalah murabahah,
namun jika goods in process yang
jangka waktunya pendek, maka pembiayaan yang layak adalah pembiayaan salam. Jika goods in Process berjangka waktu panjang, maka pembiayaan yang
layak diberikan adalah pembiayaan istishna.
2. Modal investasi
Pembiayaan
investasi, Bank Syariah menggunakan skema musyarakah
mutanaqishah, yaitu Bank memberikan
pembiayaan dengan prinsip penyertaan dan secara bertahap bank melepaskan
penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali. Skema lain
yang dapat digunakan oleh Bank Syariah adalah al-ijarah al muntahia bit-tamlik yaitu menyewakan barang modal
dengan opsi diakhiri dengan kepemilikan (Muhammad
Syafi’i Antonio ,2001 : 167). Secara analisis Adiwarman Azwar Karim (2008 :86)
memaparkan sebagai berikut, bahwa bila barang atau jasa untuk digunakan sebagai
investasi, maka dilihat apakah pembiayaan dimaksud untuk barang ready stock atau goods in process . Jika ready
stock berjangka panjang, maka pembiayaan yang diberikan adalah Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (IMBT),
tetapi jika berjangka pendek, maka pembiayaan yang layak diberikan adalah murabahah. Jika kegunaan barang untuk goods in process berjangka waktu
panjang, maka pembiayaan yang layak adalah pembiayaan istishna, tetapi jika goods in process berjangka pendek, maka
pembiayaan yang layak adalah pembiayaan salam.
Jika kegunaan pembiayaan adalah untuk kegiatan konsumtif yang berbentuk barang
yang ready stock, maka pembiayaan
yang layak diberikan adalah pembiayaan murabahah. Jika kegunaan pembiayaan
bersifat konsumtif berbentuk barang goods
in process jangka pendek, maka pembiayaan yang layak adalah pembiyaan salam, tetapi jika berjangka panjang,
maka pembiayaan yang layak adalah pembiayaan istishna. Sedangkan jika kegiatan kegunaan konsumtif tersebut
berbentuk jasa, maka pembiayaan yang layak adalah pembiayaan ijarah.
3). Memahami Kemampuan
Nasabah
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 :88) bahwa hal yang perlu
diperhatikan adalah apakah sumber pendapatan nasabah dapat diprediksikan (highly predictable) atau tidak. Jika highly predictable, apakah termasuk
pekerjaan konstruksi atau pengadaan barang. Jika pekerjaan konstruksi yang highly predictable , maka pembiayaan
yang layak diberikan adalah pembiayaan istishna,
namun jika untuk pengadaan barang, maka pembiayaannya adalah mudharabah. Jika sumber pendapatan
nasabah tidak termasuk ke dalam kategori highly
predictable, tetapi pembiayaan ready
stock , maka pembiayaan yang layak diberikan adalah murabahah. Jika pembiayaan goods
in process berjangka kurang dari 6 bulan, maka pembiayan salam, Jika lebih 6 bulan maka yang
diberikan adalah istishna’.
4). Memahami Karakteristik
Sumber Dana Pihak Ketiga bagi Bank
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 :89) bahwa teknik ketiga yang
perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad pembiayaan syariah adalah memahami
karakteristik sumber dana pihak ketiga yang pada hakikatnya ditjukan untuk
mendapatkan
1. Kepastian bank terhadap pemenuhan cash out bank dalam memberikan
pembiayaan, apakah dapat tertutupi dari pembayaran ( cash in ) dari nasabah
2. Kepastian bank terhadap kewajiban
pemberian bagi hasil kepada pihak ketiga, apakah dapat tertutupi dari
pembayaran nasabah ( cash ini ).
Dalam hal cash in bank,
harus diperhatikan faktor grace period pembayaran
nasabah yaitu suatu tenggang waktu yang diberikan oleh bank kepada nasabah
untuk tidak melakukan pembayaran cicilan sampai waktu tertentu. Sebagai
konsekuensi dari grace period bank tidak akan menerima cash in dalam periode tersebut, sehingga bank tidak mampu
memberikan bagi hasil kepada nasabah penyimpan dana. Oleh karena itu harus
dicermati apakah nasabah yang dibiayai tersebut melakukan pembayaran secara installment atau secara lump sum di akhir kontrak. Bila installment berarti bank masih mampu memberikan bagi hasil kepada
nasabah peyimpan dana sesuai dengan cash
in baik secara bulanan maupun nonbulanan. Jika pembayaran tidak dilakukan
secara bulanan oleh nasabah yang mendapat pembiayaan, maka bank dapat
menggunakan sumber dana RIA (mudharabah
muqayyadah) yaitu sumber dana yang hanya dapat digunakan pada waktu, tempat
atau objek tertentu.
5). Memahami Akad Fiqih yang Tepat
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 : 94) bahwa sebuah transaksi tidak boleh
bertentangan dengan syariah Islam, baik dilarang karena zatnya haram, maupun
haram selain zatnya karena mengandung tadlis
(penipuan), ba’i najasy (rekayasa
pasar dalam demand), gharar (ketidak pastian kedua belah
pihak yang bertransaksi) dan riba (riba
fadl =riba yang timbul karena pertukaran barang yang sejenis yang tidak
memenuhi kriteria sama kualitasnya, sama kuantitasnya, sama waktu
penyerahannya, riba nasi’ah = riba
yang timbul akibat utang piutang, timbul karena adanya perbedaan, tambahan
antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan
kemudian, riba jahiliyh= adalah utang yang dibayar melebihi pokok pinjaman).
Selain itu, tarnsaksi dilarang karena tidak sah akadnya yakni rukun dan syarat
tidak terpenuhi, terjadi ta’alluq
(dua akad yang salin berkaitan, dan berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2,
dua akad dalam suatu transaksi secara bersamaan).
Di sisi lain harus diperhatikan juga akad itu, apakah termasuk
kategori akad tabarru’ atau akad tijarah. Bila akad tabarru bank tidak bisa meminta
kompensasi dari nasabah terhadap pelaksanaan suatu transaksi. Sebaliknya jika
akad termasuk kategori akad tijarah,
bank berhak memperoleh kompensasi dari nasabah atas pelaksanaan suatu
transaksi.
5. Analisa Penghimpunan dan
Penyaluran Dana PT. Bank Muamalat Indonesia
Fungsi dari suatu bank adalah
menghimpun, menyalurkan, dan memberikan jasa-jasa bank kepada nasabah
sebagaimana telah diuraikan dalam Bab 2 di muka yang secara garis besar adalah sebagai berikut :
1). Penghimpunan dana : prinsip wadi’ah terdiri
atas Wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad adh-dhamanah. Prinsip mudharabah
terdiri atas muthlaqah dan muqayyadah
2) Penyaluran
dana : prinsip jual beli (murabahah) atau al Bai’ terdiri dari Al Bai’ Naqdan,
Al Bai’ muajjal, Al Bai’ taqsith, Al Bai’ istishna, Al Bai salam). Prinsip sewa
(ijarah) terdiri dari Ijarah biasa, ju’alah dan IMBT. Prinsip bagi hasil (musyarakah) terdiri dari
syirkah abdan, mudharabah, wujuh, mufawadah, ‘Inan. Untuk pertanian Al
Muzara’ah, Al Mukhabarah dan Al Musaqat.
3)
Layanan jasa (wakalah, wadi’ah yad amanah,
kafalah, qardh, hiwalah, rahn, sharf)
Tulisan ini hanya membahas dua fungsi
yaitu fungsi penghimpunan dana dan fungsi penyaluran dana dari tiga fungsi
perbankan tersebut di atas, dan penulis mengharap semoga tidak mengurangi
efektivitas interpretasi analisis keuangan.
1.
Penghimpunan
Dana
Amir Mahmud & Rukmana (2010 : 95) dalam penelitiannya
memberikan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara kinerja PT. BMI sebelum
dan sesudah adanya kebijakan perbankan syariah tahun 1998, baik dari segi
penghimpunan dana maupun dari segi penyaluran dana. Hal ini berarti dengan
dikeluarkannya kebijakan yang berhubungan dengan Perbankan Syariah, PT. BMI
semakin berkembang. Timbul pertanyaan, bagaimanakah
perkembangan PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk dengan lahirnya Undang-undang
perbankan syariah yang baru terlepas dari peraturan perundang-undangan bank
konvnesional, yaitu Undang-undang No 21 tahun 2008 tentang Bank Syariah.
Tabel 1 berikut, menunjukkan angka perkembangan dana yang
terhimpun melalui Bank Muamalat
Indonesia, dengan membandingkan antara data penghimpunan dana akhir tahun 2007
dengan data penghimpunan dana akhir tahun 2011, :
a.
Perkembangan Dana yang Terhimpun.
-
Penghimpunan dana wadi’ah
yang meliputi Giro dan Tabungan :
pada akhir
tahun 2007 menunjukkan angka Rp 985,8 milyar dan akhir tahun 2011 mencapai Rp
3.344,7 milyar. Terjadi kenaikan sebesar Rp 2.358,9 milyar atau 239,3 %,
merupakan suatu prestasi kenaikan yang
luar biasa besarnya.
-
Penghimpunan dana mudharabah
yang meliputi Tabungan, Deposito Rupiah dan Deposito Valuta asing :
pada akhir tahun 2007 adalah Rp 7.706 milyar, akhir
tahun 2011 mencapai angka Rp 25.780 milyar, terjadi kenaikan Rp 18.074 milyar
atau 234,56 %. Sama pada dana wadi’ah, merupakan suatu prestasi kenaikan yang luar biasa
besarnya.
-
Penghimpunan dana melalui penerbitan surat-surat berharga :
pada akhir tahun 2007 sebesar Rp 177,5 milyar, akhir tahun 2011 mencapai
Rp 358,8 milyar, terjadi kenaikan sebesar Rp 181,3 milyar atau 102,14 %
-
Penghimpunan dana yang meliputi pertambahan modal, agio, laba dan
lainnya :
pada akhir tahun
2007 sebesar Rp 892,7 milyar, akhir tahun 2011 sebesar Rp 2.186,8 milyar, terjadi kenaikan Rp 1.284,1
milyar atau 143,78 %.
-
Secara keseluruhan terjadi kenaikan sebesar Rp 21.910,4 milyar
atau 207,31 %
b.
Produk-Produk yang dominan
Produk-Produk
yang Dominan dalam penghimpunan dana pada akhir tahun 2011 :
-
Deposito mudharabah sebesar Rp 18.111,4 milyar atau 82,66 %
-
Tabungan mudharabah
sebesar Rp 6.154,7 milyar atau 28,09 %
-
Giro wadi’ah sebesar Rp
2.496,4 milyar atau 11,39 %
Kesimpulannya,
pada periode sesudah lahirnya UU No 21 tahun 2008 seluruh produk yang tergolong
dalam penghimpunan dana menunjukkan adanya kenaikan yang cukup signifikan seperti
tersebut pada uraian di atas. Produk-produk yang mendominasi adalah produk
untuk investasi yang tidak mengikat PT. BMI (mudharabah muthlaqah), sehingga memungkinkan untuk lebih berkembang
pada tahun-tahun mendatang. Hal ini berarti telah tumbuh kepercayaan nasabah
untuk melakukan investasi melalui PT. BMI dengan prinsip bagi hasil (mudharabah muthlaqah).
Untuk lebih
jelasnya tabel 1 berikut menunjukkan angka-angka yang merupakan data
penghimpunan dana akhir tahun 2007 dan akhir tahun 2011.
Tabel 1
DAFTAR DANA MASYARAKAT YANG DIHIMPUN PT. BANK MUAMALAT INDONESIA TBK
PERIODE TAHUN 2007-2011
DALAM MILYARAN RUPIAH
No
|
Pos-Pos
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
Rata-rata/thn
|
%
|
Passiva
|
||||||||
1
|
Giro wadiah
|
929.7
|
754.4
|
1,188.4
|
2,225.8
|
2,496.4
|
1,666.3
|
8.07
|
2
|
Tabungan wadiah
|
56.1
|
51.3
|
56.8
|
321.5
|
848.3
|
319.5
|
1.55
|
3
|
Kewajiban segera lainnya
|
91.1
|
141.9
|
143.8
|
155.2
|
98.4
|
134.9
|
0.65
|
4
|
Kewajiban pada Bank Lain
|
322.4
|
726.5
|
1,048.7
|
159.3
|
119.9
|
513.7
|
2.49
|
5
|
Surat Berharga yg
diterbitkan
|
177.5
|
312.4
|
312.7
|
363.1
|
358.7
|
336.8
|
1.63
|
6
|
Pembiayaan yg diterima Rp
tdk terkait dg bank
|
154.0
|
100.2
|
70.1
|
30.0
|
326.1
|
131.7
|
0.64
|
7
|
Kewajiban lainnya
|
239.6
|
224.9
|
190.9
|
356.5
|
274.5
|
261.7
|
1.27
|
8
|
Dana Investasi tidak
terikat (Mudharabah Muthlaqah)
|
-
|
-
|
|||||
Tabungan mudharabah
|
3,351.6
|
3,869.9
|
4,436.7
|
5,006.9
|
6,154.7
|
4,867.1
|
23.57
|
|
Deposito mudharabah
Rupiah
|
3,746.8
|
4,928.6
|
6,939.3
|
9,609.6
|
18,111.4
|
9,897.3
|
47.94
|
|
Deposito mudharabah Valas
|
606.9
|
469.5
|
732.4
|
1,410.2
|
1,513.7
|
1,031.5
|
5.00
|
|
9
|
Modal disetor
|
492.7
|
492.7
|
492.7
|
782.6
|
821.8
|
647.5
|
3.14
|
10
|
Agio (disagio)
|
132.4
|
132.4
|
132.4
|
513.7
|
513.7
|
323.1
|
1.57
|
11
|
Saldo Laba
|
220.8
|
340.8
|
272.7
|
443.6
|
670.6
|
432.0
|
2.09
|
13
|
Lain-lain
|
46.8
|
503.0
|
45.7
|
63.9
|
170.7
|
82.7
|
0.40
|
Total Passiva
|
10,568
|
13,048.5
|
16,063.3
|
21,441.9
|
32,478.9
|
20,645,7
|
Sumber data : Neraca Publikasi
Melalui Internet, diakses tanggal 8-1-2013, bentuk dimodifikasi.
2.
Penyaluran
Dana
Tabel 2
berikut, menunjukkan angka perkembangan dana yang disalurkan melalui PT. Bank Muamalat Indonesia dengan
membandingkan antara data penyaluran dana akhir tahun 2007 dengan data
penyaluran dana akhir tahun 2011, :
Tabel 2
DAFTAR DANA MASYARAKAT YANG DISALURAN MELALUI
PT. BANK MUAMALAT INDONESIA PERIODE THN 2007-2011
(Dalam milyaran rupiah)
Pos-Pos
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
Rata-rata/thn
|
%
|
|
1
|
Giro Wadiah pada BI
|
612.7
|
789.4
|
656.4
|
1,071.8
|
1,344.4
|
894.9
|
4.80
|
2
|
SBIS
|
655.0
|
210.0
|
2,348.0
|
2,497.0
|
5,988.0
|
2,339.6
|
12.56
|
3
|
Penempatan pd Bank
lain Rp
|
106.3
|
94.0
|
69.0
|
97.9
|
114.2
|
96.3
|
0.52
|
4
|
Penempatan pd Bank
lain Valas
|
15.2
|
132.9
|
370.7
|
132.0
|
269.8
|
184.1
|
0.99
|
5
|
Surat Berharga yg
dimiliki Rp hingga jt
|
5.0
|
30.0
|
154.2
|
530.8
|
1,223.8
|
388.8
|
2.09
|
6
|
Surat Berharga yg
dimiliki valas hingga jt
|
-
|
-
|
-
|
21.6
|
-
|
4.3
|
0.02
|
7
|
Piutang Murabahah Rp
terkait dg bank
|
54.8
|
36.0
|
46.4
|
24.2
|
26.3
|
37.5
|
0.20
|
8
|
Ptg Murabahah Rp tidak
terkait dg bank
|
4,612.0
|
5,717.0
|
5,855.1
|
8,125.9
|
12,543.5
|
7,370.7
|
39.56
|
9
|
Ptg Murabahah valas
tidak terkait dg bank
|
610.3
|
656.3
|
103.9
|
380.0
|
689.1
|
487.9
|
2.62
|
10
|
Piutang Istishna
|
196.7
|
134.6
|
79.2
|
68.2
|
100.3
|
115.8
|
0.62
|
11
|
Piutang Qardh
|
123.2
|
186.5
|
306.4
|
1,195.6
|
1,955.3
|
753.4
|
4.04
|
12
|
Pembiayaan Rp Terkait
dengan bank
|
11.6
|
23.0
|
1.8
|
2.9
|
39.3
|
15.7
|
0.08
|
13
|
Pembiayaan Rp Tidak
Terkait dengan bank
|
3,946.9
|
4,525.5
|
5,485.8
|
6,906.6
|
9,094.4
|
5,991.8
|
32.16
|
14
|
Pembiayaan valas Tidak
Terkait dgn bank
|
232.1
|
472.2
|
508.7
|
600.8
|
781.2
|
519.0
|
2.79
|
15
|
Aktiva Ijarah
|
113.4
|
326.9
|
548.9
|
703.4
|
441.7
|
426.8
|
2.29
|
16
|
Tagihan lainnya
|
161.4
|
94.1
|
108.6
|
220.2
|
65.6
|
130.0
|
0.70
|
17
|
Penyertaan
|
41.2
|
41.6
|
88.0
|
90.4
|
47.3
|
61.7
|
0.33
|
18
|
Agunan yang diambil
alih
|
205.0
|
194.8
|
396.3
|
403.5
|
312.8
|
302.5
|
1.62
|
19
|
Aktiva lain-lain
|
108.8
|
312.3
|
144.7
|
137.0
|
158.1
|
172.2
|
0.92
|
20
|
Pdpt Margin Murabahah
yg ditangguhkan
|
(1,104.5)
|
(1,403.2)
|
(1,450.3)
|
(1,923.8)
|
(2,983.5)
|
(1,773.1)
|
(9.52)
|
21
|
Lain-lain
|
(138.1)
|
22.8
|
242.4
|
156.7
|
268.1
|
110.4
|
0.59
|
Total aktiva
|
10,569.1
|
12,596.7
|
16,064.1
|
21,442.6
|
32,479.5
|
18,630.4
|
Sumber data
: Neraca Publikasi Melalui Internet, diakses tanggal 8-1-2013, bentuk
dimodifikasi.
a.
Perkembangan Penyaluranan Dana
1).
Prinsip murabahah :
-
Penyaluran dana dengan prinsip murabahah atau Al Bai’ atau jual-beli terdiri dari Al Bai’ Naqdan, Al Bai’
muajjal, Al Bai’ taqsith, Al Bai’ istishna, Al Bai salam. Dalam kenyataannya
PT. BMI hanya merealisir murabahah
dan istishna. Di dalam laporan
keuangan (neraca) publikasi PT. BMI merealisir prinsip murabahah yang terkait dengan
bank dan tidak terkait dengan bank, Rupiah dan valuta asing. Pada akhir tahun
2007 mencapai sebesar Rp 5.277 milyar, akhir tahun 2011 sebesar Rp 13.259
milyar, terjadi kenaikan sebesar Rp 7.982 milyar atau 151,25 % .
-
Pada akhir tahun 2007 Istishna sebesar
Rp 196,7 milyar, akhir tahun 2011 sebesar Rp 100,3 milyar, terjadi penurunan
sebesar Rp 96,4 milyar atau 49,02 %
2). Prinsip sewa (ijarah) terdiri dari Ijarah
biasa, ju’alah dan IMBT.
Pada
akhir tahun 2007 sebesar Rp 113,4 milyar, akhir tahun 2011 mencapai sebesar Rp
441,7 milyar, terjadi kenaikan Rp 328,3 milyar atau 289,64 %.
3).
Prinsip bagi hasil (musyarakah)
terdiri dari syirkah abdan, mudharabah,
wujuh, mufawadah, ‘Inan. Untuk pertanian Al Muzara’ah, Al Mukhabarah dan Al Musaqat. Laporan Neraca
publikasi tidak merinci seperti tersebut di atas, tetapi hanya meneybutkan
pembiayaan yang terkait dengan bank dan tidak terkait dengan bank yang dapat
diartikan sebagai symbol penunjukkan sumber dana yang digunakan. Sumber dana
berasal dari wadi’ah berarti
penyalurannya terkait dengan bank karena resiko ada pada bank, Sedangkan sumber
dana yang berasal dari mudharabah
baik rupiah maupun valuta asing tidak terkait dengan bank karena resiko ada
pada sahibul mal. Pada akhir tahun 2007 jumlah pembiayaan
mencapai Rp 4.191 milyar, akhir tahun 2011 mencapai Rp 9.915 milyar atau
terjadi kenaikan Rp 5.724 milyar atau
136,60 %
4). Q a r d h adalah suatu
akad yang mengatur ketentuan meminjamkan harta tanpa mensyaratkan imbalan
apapun kecuali kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Pada akhir
tahun 2007 mencapai sebesar Rp 123,2 milyar, akhir tahun 2011 = Rp 1.955,3
milyar, terjadi kenaikan Rp 1.832,1 milyar atau 1.486,56 %. Terjadi kenaikan
luar biasa pada akad ini sejak tahun 2010, hal ini menandakan bahwa PT. BMI
telah melakukan kegiatan social, membantu orang-orang miskin atau orang yang
memerlukan bantuan, sehingga rekening akad qardh melonjak sangat tinggi
mencapai ribuan persen. Kenaikan penggunaan dana pada rekening akad ini harus
diwaspadai untuk tidak menjadi dominan yang menyebabkan unsur bisnis hilang
perbankan syariah hilang, apalagi bila mulai menggunakan dana komersial untuk
keperluan rekening akad qardh karena
sumber dana rekening ini harus berasal dari infaq, shadaqah, hibah, waqf,
hadiah dan lainnya.
5). Giro
Wadi’ah Bank Indonesia.
Rekening ini Simpanan wajib Perbankan Syariah
pada Bank Indonesia yang besarnya minimal 5 % dari simpanan Pihak ketiga pada
Bank Syariah. Rekening ini dimaksudkan untuk menutup penarikan besar dari para
pemegang rekening giro wadi’ah. Pada akhir tahun 2007 rekening ini berjumlah
sebesar Rp 612,7 milyar, Akhir tahun 2011 sebesar Rp 1.344,4 milyar, terjadi
kenaikan sebesar Rp 731,8 milyar atau 119,44 %.
6). Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen
operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah. Perbankan syariah membeli SBIS untuk berjaga-jaga
sebagai cadangan likuiditas guna menutup penarikan besar dari nasabah dan
dijadikan jaminan dari Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah (FLIS). Transaksi
Repurchase Agreement SBIS yang
selanjutnya disebut Repo SBIS
adalah transaksi pemberian pinjaman oleh
Bank Indonesia kepada Bank Umum Syariah
(BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) dengan agunan SBIS (collateralized borrowing). SBIS yang dibeli PT. BMI pada akhir
tahun 2007 sebesar Rp 655, milyar, akhir tahun 2011 mencapai sebesar Rp 5.988,0
milyar, terjadi kenaikan cukup significant pada rekening ini yaitu sebesar Rp
5.333,0 milyar atau 814,20 %. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa banyak
dana PT. BMI yang tidak dapat dialokasikan karena adanya unsur kehati-hatian
sehingga SBIS. Rekening akad wadi’ah yang harus di back up dengan SBIS ternyata
jauh lebih kecilnya jumlahnya daripada jumlah dana yang dibelikan SBIS,
yaitu Rekening giro dan tabungan wadi’ah
akhir tahun 2011 berjumlah Rp 3.344,7 milyar, dana yang tertanam pada SBIS
adalah sebesar Rp 5.988 milyar ditambah Giro wajib minimum Rp 1.344,4 milyar.
7). Surat Berharga yang Dimiliki
Sama dengan butir 6) diatas, bedanya
surat berharga diperjual belikan melalui pasar modal, Sedangkan SBIS pada pasar
uang tetapi tidak dapat diperdagangkan pada pasar sekunder. Pada akhir tahun
2007 Rp 5 milyar, akhir tahun 2011 sebesar Rp 1.223,8 milyar, terjadi kenaikan
sebesar Rp 1.218,8 milyar.
b.
Produk –Produk yang Dominan
Dari uraian no 1) sampai dengan no 7)
penyaluran dana, kecuali istishna semuanya terjadi peningkatan yang secara
keseluruhan terjadi kenaikan sebesar Rp 23.789,4 milyar atau 203,79 %, yang
paling dominan adalah kenaikan prinsip murabahah
sebesar Rp 7.982 milyar (33,55 %),
disusul dengan kenaikan pembiayaan sebesar Rp 5.724 milyar (24,06 %) dan SBIS
sebesar Rp 5.333 milyar (22,42 % ).
Pembiayaan mudharabah
dan al-musyarakah atau kemitraan bagi
hasil di bidang produksi ( investasi )
yang menjadi andalan perbankan syariah dalam menggerakkan sektor riil
khususnya Usaha Kecil Menengah (UKM) dan pemberdayaan professi sumber daya
manusia ( SDM ) baru mulai tampak setelah tahun 1998 atau setelah beroperasi
kurang lebih 10 tahun dengan angka kenaikan yang cukup signifikan.
Esensi bank syariah sebenarnya adalah ‘bagi hasil’, namun dalam kenyataannya
yang juga tercermin pada laporan keuangan atau neraca PT BMI yang lebih dominan adalah prinsip jual beli
(33,55 %) dari pada bagi hasil 24,06 %). Bank Muamalat pada mulanya masih sangat
berhati-hati untuk menanamkan kepercayaan kepada mudharib, sehingga perbankan syariah lebih suka bermain pada sektor
usaha yang memberikan pendapatan (return)
yang pasti atau dapat dikatakan lebih menyukai pembiayaan yang bersifat Natural Certainty Contract seperti murabahah dan ijarah, namun setelah beroperasi 10 tahun dan sudah mempunyai
pijakan atau dasar hukum operasional yang kuat, barulah perbankan syariah
mengebangkan sayapnya pada bisnis investasi yang termasuk ke dalam Natural Uncertainty contract seperti al-musyarakah dan al-mudharabah sebagai suatu bisnis yang dapat menjanjikan perbaikan ekonomi usaha kecil menengah.
3. Hasil Penelitian M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan
Menurut hasil penelitian M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan (2008
:5-6) bahwa Modal pembiayaan yang tertinggi yang dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syariah (176 lembaga keuangan) sampai tahun 1997 adalah Murabahah
37,00 %, Musyarakah 19,00 %, Mudharabah 6 %,, Ijarah 9 % dan lainnya 29,00 .
Hasil penelitian pakar tersebut di atas menyadarkan kepada kita
bahwa peranan Bank Syariah dalam mendorong sektor riil di bidang pembiayaan mudharabah (investasi) sampai tahun 1997
belum memenuhi harapan kita, karena pembiayaan bisnis perbankan Syariah hanya
bermain pada bidang perdagangan khususnya distribusi dan konsumsi (murabahah 37,00%, mudaharabah & musyarakah 25%). Kini tahun 2011 posisi tersebut
masih bertahan pada bisnis murabahah (33,55
%), mudharabah (24,06 %). Keadaan
tahun 1997 dapat dimengerti karena Bank Syariah pada waktu itu baru beroperasi
kurang lebih lima tahun dan belum mengenal dengan baik nasabahnya, selain itu terjadi
krisis moneter yang melanda Indonesia dan Asia, namun sekarang jumlah dana
meningkat tetapi porsi atau persentase penyaluran dana antara murabahah dan mudharabah masih reatif sama.
Kegiatan penyaluran dana
Bank syariah seperti Al Murabahah,
Al-Musyarakah. al-mudharabah, Ijarah adalah praktik bisnis dengan sistem
pembiayaan. Perolehan hasil atau
keuntungan dari prinsip Al-Murabahah
dan Ijarah sesuai dengan nisbah
kesepakatan antara kedua belah pihak yang sudah ditentukan pada awal kontrak
atau perjanjian. Prinsip al-murabahah dan al-ijarah termasuk dalam Natural Containty Contracts ( NCC)
karena cash flow, return sudah pasti,
(Adiwarman A. Karim ,2008 : 72-74). Pola
pikir seperti ini masih melekat pada sebagian besar bangsa Indonesia sebagai
akibat teori dan praktik bisnis bangsa barat yang telah ditanamkan selama
berpuluh-puluh tahun di Indonesia dan merupakan alasan mengapa prinsip murabahah lebih marak di pasar
pembiayaan perbankan syariah.
6. KESIMPULAN
Setelah 20 tahun sejak berdirinya Perbankan Syariah di Indonesia,
PT. BMI telah berkembang cukup significant,
ditandai dengan berkembangnya dana yang dapat dihimpun dari masyarakat berupa
dana giro dan tabungan wadi’ah dan
tabungan dan deposito mudharabah. Peningkatan
pengerahan dana tersebut mendorong meningkatnya dana pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, seperti murabahah, mudharabah.
Namun demikian perkembangan penyaluran
dana masih didominasi bisnis murabahah daripada
bisnis mudharabah yang merupakan andalan dan esensi perbankan
syariah. Sosialisasi secara intensif
mengenai produk-produk bank syariah masih perlu dilakukan, khususnya
mengenai produk pembiayaan musyrakah dan mudharabah. Kedua produk ini masih belum memasyarakat di Indonesia,
mengingat masyarakat Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun didoktrin dengan konsep
perbankan barat dengan system bunga atau riba. Umat Islam sangat memerlukan lembaga keuangan berbasis syariah
untuk dapat menjalankan ajaran agamanya dengan baik.
7.
SARAN
Pemikiran
terhadap konsep produk-produk baru yang sesuai dengan syariah masih perlu terus
dikembangkan, termasuk instrument-instrument baru pada pasar uang dan pasar
modal yang bebas bunga atau riba, agar tidak menimbulkan masalah likwiditas dikemudian
hari yang dapat berdampak buruk bagi bank syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Afzalur
Rahman. Economic Doctrines of Islam.
Diterjemahkan oleh Soeroyo dan Nastangin. Doktrine
Ekonomi Islam, Jilid 4.1996. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta.
Adiwarman Azwar Karim.
2008. Bank Islam Analisis Fiqih dan
Keuangan. RajaGrafindo
Persada. Jakarta.
Amir Mahmud
dan Rukmana. 2010. Bank Syariah. Teori,
Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Hermawan Kartajaya dan Muhammad
Syakir Sula. 2006. Syariah Marketing.
Mizan Pustaka
Bandung
M. Arifin
Hamid.2007.Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia.Prospektif
Sosia-Yuridis. Elsas. Jakarta
Hasan Aedy. 2007.
Indahnya Ekonomi Islam. Alfabeta.
Bandung.
Muchdarsyah
Sinungan. 1987. Uang dan Bank. Bina
Aksara.Jakarta.
Muhammad
Syafi’I Antonio. 2001. Bank Syariah dari
Teori ke Praktik. Gema Insani Jakarta.
Rahmadi Usman. 2012.Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Sinar Grafika.Jakarta
Sumantoro. 1986. Hukum Ekonomi. UI-Press.Jakarta
Umaer Chapra dan Tariqullah Khan. 2008. Regulasi & Pengawasan Bank Syariah.
Bumi Akasara. Jakarta.
PERKEMBANGAN
KINERJA PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN DANA
PT. BANK
MUAMALAT INDONESIA
D
I
B
U
A
T
Oleh
Drs. H. Tadjuddin Malik, SH.MH
Polewali Mandar
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar