Sabtu, 04 Januari 2014

Produk-Produk Unggulan dan Peringkat BSM



BAB 1
PENDAHULUAN
1.         Latar Belakang Masalah
Salah satu gebrakan baru bagi umat muslim di Indonesia pada akhir abad 20 adalah lahirnya perbankan syariah. Salah satu cirinya adalah meninggalkan prinsip bunga atau riba dan menerapkan prinsip bagi hasil. Indonesia dengan penduduk kurang lebih 220 juta orang, lebih 80 % beragama Islam. Para pengusaha, individu yang agamais sudah mulai mempertanyakan kehalalan operasional Bank Konvensional dengan system bunga atau riba. Islam melarang praktik muamalah yang mengandung riba dan dapat menimbulkan riba sesuai dengan prinsip dasar ajaran islam. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa bunga bank itu adalah riba, dan karena itu hukumnya haram. Oleh karena itu, untuk melayani umat Islam yang begitu besar jumlahnya, diusahakan adanya system perbankan yang beroperasi tidak mengenakan bunga kepada nasabahnya atau lazim disebut perbankan berdasarkan prinsip syariah.
Menurut Pasal 3 Undang-undang No 7/1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-undang No 10/1998  serta Pasal 4 (1) Undang-undang No 21/2008 tentang Perbankan Syariah, menyatakan bahwa perbankan syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada dunia usaha atau masyarakat. Fungsi ketiga perbankan adalah memberikan pelayanan jasa-jasa perbankan tidak disebutkan secara transparan sebagai suatu kewajiban perbankan syariah karena hanya sebagai fungsi penunjang.
Pelaksanaan fungsi penghimpunan dana dan penyaluran dana antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Perbankan konvensional melakukan kedua fungsi tersebut berdasarkan imbalan bunga, sedangkan perbankan syariah menghindari imbalan bunga, tetapi dengan prinsip bagi hasil dari bisnis yang bersifat musyarakah dan mudharabah, mark-up harga terhadap jual beli (murabahah), hasil sewa dari ijarah serta fee dari kegiatan jasa-jasa perbankan.
Bank konvensional melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat pada umumnya menggunakan instrumen simpnan yang disebut giro, tabungan, sertifikat simpanan berjangka dan pinjaman antar bank melalui pasar uang dengan imbalan bunga yang dihitung berdasarkan besarnya dana, lamanya waktu berjalan dan jenis simpanan nasabah. Dana simpanan nasabah tersebut dikemas dan dicampur dalam suatu “kernjang dana” kemudian di alokasikan dalam bentuk kredit yang dapat bersifat eksploitasi, kredit inventasi dan konsumtif menurut kehendak dan keputusan manajemen bank umum konvensional  yang berorientasi pada profit semata-mata, tanpa harus minta persetujuan terlebih dahulu dari pemilik dana untuk penggunaannya. Bank Konvensional bersifat perantara (intermediasi) di bidang keuangan, perantara antara investor atau pemilik modal (pemegang saham, penabung, deposan) dengan pengelola atau pengguna modal (debitur) dan memperoleh pendapatan sebagian besar dari selisih antara hasil penyaluran dana yang disebut bunga kredit dengan biaya penghimpunan dana yang disebut bunga dana dan biaya-biaya operasional lainnya.
Bank syariah juga seperti halnya dengan bank konvensional memperoleh keuntungan dari hasil alokasi dana dikurangi biaya perolehan dana, namun secara teknis operasional atau aplikasinya menjauhkan diri dari praktik bunga dan menggantinya dengan prinsip bagi hasil.  Bank syariah dalam menghimpun dana pada dasarnya menggunakan system bagi hasil (profit and loss  sharing) dengan para nasabah investor (deposan, penabung, giran) yang dikenal dengan system kemitraan, yang dapat berbentuk Al Mudharabah, al wadi’ah yad adh-dhamana. Pemegang saham sebagai syirkah atau pemilik mempunyai hak deviden bank. Simpanan dana ini, dialokasikan berdasarkan akad tertulis yang telah disepakati antara nasabah pemilik dana dan bank syariah, ada yang URIA (Unrestricted Investment Account) dan ada juga RIA (restricted Investent Account). Jenis simpanan ini semuanya disesuaikan dengan  keinginan nasabah pemilik dana dan penempatannya harus terhadap bisnis yang halal, tidak mengandung gharar, maysir, riba, dzalim, objeknya tidak haram dan sebagainya yang dilarang hukum agama Islam.
System keuangan tanpa bunga dalam memobilisasi sumber-sumber keuangan untuk membiayai usaha produktif, distribusi dan konsumtif. Usaha yang bersifat produktif difasilitas melalui skema profit sharing yaitu mudharabah dan partnership ( musyarakah). Usaha yang bersifat distributif memanfaatkan hasil-hasil produk, dilakukan melalui skema jual-beli (murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah). Kebutuhan yang bersifat Konsumtif berupa barang yang ready stock dapat difasilitasi melalui murabahah, salam untuk goods in process berjangka pendek serta istishna untuk goods in process berjangka panjang, Sedangkan bila bersifat konsumtif berupa jasa, maka dapat difasilitasi melalui ijarah.
Kini perbankan syariah telah beroperasi di Indonesia  lebih dua puluh tahun, namun masih banyak umat islam yang belum mengetahui system opeasionalnya, karena kurangnya publikasi dan sosialisasi,  demikian juga perkembangan dan peringkatnya di antara bank-bank konvensional yang telah lebih dahulu beroperasi berdasarkan system barat. Ummat Islam yang sudah terbiasa menjadi nasabah bank konvensional menjadi bertanya-tanya apa sebenarnya yang dapat dilakukan oleh bank bagi hasil pada masa kini, di mana tingkat kepercayaan manusia sangat susah didapatkan. Pemerintah sangat apresiasi dan telah mendorong Bank Syariah untuk tumbuh dan berkembang di bumi yang mayoritas muslim melalui revisi berulang-ulang peraturan perundang-undangan tentang perbankan untuk menyesuaikan konsep perbankan syariah, mulai dari Undang-undang (selanjutnya disingkat UU) No 7 tahun 1992 tentang Perbankan direvisi oleh  UU No 10/1998, kemudian lahir undang-undang tersendiri bagi perbankan syariah, yaitu UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang Bank Indonesia pun juga mengalami perubahan, yaitu UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia direvisi oleh UU No 3/2004 yang kemudian diubah lagi dengan UU No 6 tahun 2009. Kesemuanya ini mendorong penulis untuk mengadakan penelitian terhadap perkembang kinerja perbankan syariah dan kedudukannya di antara perbankan konvensional papan atas  Indonesia.
Lahirnya Undang-Undang yang baru tentang perbankan syariah  menyebabkan terjadi dual banking system antara perbankan konvensional dan perbankan syariah. Bank konvensional dasar hukum operasionalnya adalah UU No 7/1992 yang direvisi oleh UU NO 10/1998 dan bagi bank syariah UU No 7/1992 yang direvisi oleh UU No 10/1998 adalah Lex generalis, Sedangkan UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah merupakan Lex Specialis. 
Salah satu perbankan syariah yang menarik perhatian untuk diteliti mengenai peringkatnya di antara bank-bank syariah adalah Bank Syariah Mandiri (selanjutnya disingkat BSM) karena bila ditinjau dari jumlah dana masyarakat yang dapat dihimpun dan  disalurkan tampak perkembangannya sangat menonjol, baik di antara bank syariah maupun bank konvensional.
BSM berdiri pada tahun 1999 yang merupakan konversi dari bank konvensional Bank Susilo Bakti yang dibeli oleh Bank Dagang Negara dan merupakan bank syariah kedua di Indonesia.   Pendirian B S M  kemudian diikuti oleh pendirian beberapa bank syariah dan unit usaha syariah(selanjutnya disingkat UUS). B S M tergolong sebagai Bank Umum Syariah sebagaimana halnya Bank Muamalat Indonesia, Bank Mega Syariah,  Bank syariah Bukopin, Bank BCA Syariah, dan Bank BRI Syariah (Ismail 2011 : 33).



2.         Beberapa Pengertian Umum
Undang-Undang No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjadi dasar operasional perbankan syariah. Ketentuan umum Bab I Pasal 1, memberikan batasan tentang hal-hal berikut :
2.1.      Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat (angka 2)
2.2.      Bank Indonesia adalah Bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (angka 3)
2.3.      Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat (angka 4)
2.4.      Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvnesional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (angka 5)
2.5.      Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (angka 1)
2.6.      Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. (angka 7)
2.7.      Bank Umum  Syariah  adalah  Bank  Syariah  yang  dalam  kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (angka 8)
2.8.      Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari Kantor Pusat Bank Umum Konvnesional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah  ( angka 10 )
2.9.      Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (angka 12)
2.10.  Tabungan adalah simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu (angka 21)
2.11.  Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS (angka 22).
2.12.  Giro Adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan (angka 23).
2.13.  Investasi adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (angka 24)
2.14.  Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a.       Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
b.      Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
c.       Traansaksi jual-beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna.  
d.      Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh
e.       Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 
3.   Pengertian Akad dan Jenis-Jenisnya
Menurut Adiwarman A. Karim (2008 : 65-78) bahwa setiap kesepakatan bisnis antara sahibul-maal dan mudharib atau antara bank syariah dengan nasabahnya dalam melakukan transaksi selalu di awali dengan akad atau kontrak. Akad atau kontrak melibat dua pihak atau lebih, masing-masing pihak yang terikat dalam kontrak mempunyai hak dan kewajiban. Akad berbeda dengan Wa’ad yang merupakan janji (promise) dari satu pihak kepada pihak lainnya, dalam arti wa’ad hanya mengikat satu pihak yaitu pihak yang memberi janji untuk memikul kewajiban, Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa. Akad secara garis besar terdiri dari 2 yaitu Akad Tabarru dan Akad Tijarah.
3.1.  Akad Tabarru (transaksi social).
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 : 70)  yaitu segala macam perjanjian yang menyangkut nirlaba, dapat dibedakan menjadi 3 macam,  yaitu:
a).  H a r t a  :
-   Q a r d adalah suatu akad yang mengatur ketentuan meminjamkan harta tanpa mensyaratkan imbalan apapun kecuali kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut.
-     R a h n adalah suatu akad yang mengatur ketentuan  meminjamkan harta yang harus disertai agunan (jaminan) atas pengembalian pinjaman.
-   Hiwalah adalah suatu akad yang mengatur tentang ketentuan meminjamkan harta untuk mengambil-alih pinjaman yang bersangkutan dari pihak lain
b).  J a s a  :
Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 120) Wakalah atau wakilah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Landasan hukumnya (al-Kahfi : 19) dan hadis (Malik no. 678, Kitab al-Muwaththa’,bab Haji).
-  Al-Wakalah Menurut Adiwarman A. Karim (2008 : 68) adalah suatu akad yang mengatur ketentuan meminjamkan jasa atau melakukan sesuatu ( keterampilan kita ) untuk orang lain
-  Al-Wadi’ah  adalah suatu akad yang mengatur  ketentuan tentang pemberian jasa pemeliharaan, terdiri dari 2 macam yaitu wadi’ah yad adh-dhamanah dan wadi’ah yad al- amanah.
-  Al-Kafalah adalah suatu akad yang mengatur ketentuan tentang persiapan diri untuk melakukan sesuatu kewajiban bila terjadi sesuatu hal, misalnya penerbitan Bank Garansi
c). Pemberian sesuatu harta misalnya hibah, waqf, shadaqah, hadiah dll

3. 2.  Akad Tijarah (transaksi komersil).
Menurut Adiwarman Azwar Karim (2008 : 70) bahwa akad tijarah merupakan  segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dibuat dengan tujuan mencari keuntungan yang bersifat komersil, dibedakan atas 2 kelompok, yaitu :
a). Natural Certainty Contracts (NCC) yaitu akad bisnis yang memberikan kepastian pendapatan (return), cash flow dan timing-nya pasti, seperti akad atau kontrak jual beli (al Bai’,  al-murabahah) dan sewa-menyewa (al-ijarah). Prinsip bisnis ini menggunakan Teori Pertukaran.
b). Natural Uncertainty Contracts (NUC)  yaitu akad bisnis yang tidak memberikan kepastian penerimaan pendapatan (return), cash flow dan timingnya tidak pasti, hasil keuntungan atau return bergantung kepada hasil investasi seperti al Musyarakah, al-mudharabah, al-muzarah, Al-mukhabarah dan Al-musaqat.  Prinsip bisnis ini menggunakan Teori Percampuran.
3. Pengelolaan Dana Perbankan
 Fungsi Utama perbankan pada dasarnya, baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah hanya ada dua fungsi, yaitu pertama, fungsi penghimpunan dana dari masyarakat dan kedua, fungsi penyaluran dana kepada dunia usaha atau masyarakat pada umumnya, sedangkan kegiatan pemberian pelayanan jasa-jasa bank hanyalah untuk menunjang kedua fungsi tersebut.  Pembagian fungsi perbankan ini sesuai ketentuan Pasal 3 Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana;  dan ketentuan Pasal 4 (1) Undang-udangan no 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa  bahwa Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (selanjutnya disingkat UUS) wajib menjalankan fungsi menghimpun dana dan menyalurkan kepada  masyarakat.
 Fungsi penyaluran dana dari masyarakat apabila dikelola dengan baik  dapat memberikan perolehan pendapatan operasional yang besar, Sedangkan fungsi penghimpunan dana bila dikelola dengan baik dapat memperbesar total asset dengan biaya operasional yang relatif rendah.
Oleh karena itu kedua faktor tersebut yaitu penghimpunan dana, penyaluran dana dapat dijadikan instrumen analisis dalam meneropon kinerja perbankan, baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah dengan jalan membandingkan dana yang dapat dihimpun dan disalurkan masing-masing bank itu sendiri.
Analisis fungsi penghimpunan dana akan memberikan data mengenai total dana yang terhimpun yang akan berpengaruh pada total asset, data ini dapat digunakan sebagai tolok ukur penilaian peringkat perbankan. Data lain yang dapat diperoleh dari fungsi penghimpunan dana  adalah jenis dana yang dominan yang dapat dijadikan instrumen pihak manajemen untuk mengatur pengalokasian dana agar dapat memberikan pendapatan yang optimal dan menekan biaya operasional serendah mungkin, tetapi efektif dan efisien, misalnya dalam perbankan syariah, tabungan mudharabah biaya operasionalnya lebih rendah ketimbang tabungan wadi’ah.
Analisis fungsi penyaluran dana akan memberikan data mengenai total dana yang tersalurkan serta jenis-jenis produk perbankan yang terealisir. Data lain yang dapat diperoleh dari fungsi penyaluran dana  adalah jenis kredit yang dominan atau produk  perbankan syariah yang dominan. Data ini dapat dijadikan instrumen pihak manajemen untuk mengatur pengalokasian dana perbankan lebih lanjut agar dapat memberikan pendapatan yang optimal dan menekan biaya operasional serendah mungkin  misalnya dalam perbankan syariah, pendapatan yang relatif lebih besar dapat diperoleh dari bisnis mudharabah tetapi mengandung resiko yang cukup besar ketimbang bisnis murabahah atau ijarah, qardh dan pembelian surat-surat berharga Bank Indonesia. Kombinasi yang baik atas jenis produk produk perbankan yang tersalurkan  akan memberikan pendapatan yang optimal dengan biaya serendah mungkin yang dikenal dengan sebutan efisiensi  serta perolehan keuntungan yng ideal.
3.1.  Sistem Penghimpunan Dana
System penghimpunan dana pada perbankan konvensional lebih sederhana dibandingkan dengan system penghimpunan dana perbankan syariah, karena dana masyarakat  yang dapat dihimpun melalui giro, tabungan dan sertifikat simpanan berjangka pada bank konvensional (Pasal 6 UUNo 7/1992) dikemas menjadi satu dalam “kerjanjang dana”, tanpa meminta persetujuan pemilik dana mengenai penggunaan atau pengalokasian dana tersebut.  Dana masyarakat diperhitungkan dengan bunga berdasarkan jumlah dana yang disimpan, lamanya dana tersimpan di bank dan jenis simpanan dana.
System penghimpunan dana pada bank syariah, lebih menekankan pada kesepakatan penggunaan dana antara Bank syariah dan pemilik dana (sahibul maal). Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 146) menjelskan secara rinci tentang system penghimpunan dana, bahwa pada dasarnya dana Bank Syariah bersumber dari  modal, titipan dan investasi dari sahibul-maal.
a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Pada akhir tahun buku pemilik modal akan memperoleh bagian hasil usaha yang disebut deviden. Dana modal ini digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan kantor, dan sebagainya yang secara langsung tidak menghasilkan (fixed asset/non earning asset), Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah (equity participation) pada saham perseroan bank.  Para pemodal ini dalam sejarah Islam dikenal dengan istilah sarraf  (M. Umer Capra dan Tariqullah Khan ,2008 : 3 )



b. Titipan.
Salah satu cara yang dugunakan Bank Syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan melalui akad al-wadiah. Al-wadi’ah dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad adh-dhamanah. Konsep  Wadi’ah yad al-amanah  diartikan sebagai pihak yang menerima titipan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, hanya dapat membebankan biaya penitipan kepada penitip misalnya titipan pada safety box bank, Sedangkan konsep wadi’ah yad adh-dhamanah diartikan sebagai pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan dengan resiko sendiri. Pihak bank akan mendapatkan hasil dari pengguna dana (pengelola dana), sehingga bank dapat memberikan bonus kepada penitip (Muhammad Syafi’i Antonio , 2001 : 148-150).
c.   Investasi
Muhammad Syafi’i Antonio , (2001 : 150) mengatakan bahwa, akad yang sesuai dengan prinsip ini, adalah Al-mudharabah dengan tujuan kerjasama  antara pemilik dana (sahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib) dalam hal ini bank. Seacara garis besar dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
a).  Mudharabah Muthlaqah (General Investment)
Sahibul maal tidak memberikan batasan-batasan (restriction) atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib diberi wewenang penuh untuk mengelola dana tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha, dan jenis pelayanan. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalah time deposit biasa, dan tabungan sesuai kesepakatan dengan nasabah.
b). Mudharabah Muqayyadah
Sahibul maal memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai batasan-batasan yang diberikan oleh sahibul maal, misalnya hanya untuk jenis usaha tertentu, tempat tertentu, waktu tertentu dan lain-lain. Aplikasi perbankan syariah yang sesuai dengan akad ini adalah Special investment. Produk ini sangat sesuai dengan company  yang memiliki kecenderungan investasi khusus, investor tidak perlu menanggung overhead cost bank  terlalu besar karena seluruh dananya masuk ke proyek khusus dengan turn dan cost yang dihitung secara khusus pula.  
Bank syariah menghimpun dana dari para investor yaitu pemegang saham, giran, deposan dan penabung.  Dana deposan dan penabung dapat bersifat mudharabah muthlaqah atau Unrestricted Investment Account (URIA) dan dapat juga bersifat Restricted Investment Account (RIA) atau mudharabah muqayyadah tergantung permintaan nasabah yang dituangkan ke dalam akad yang dibuat antara nasabah dengan bank syariah. Dana syirkah dari pemegang saham, digunakan untuk investasi gedung, peralatan kantor, kendaraan kantor dan yang lainnya bersifat URIA artinya bank bebas menggunakan untuk kegiatan-kegiatan bisnis dan biaya operasional bank. Dana giro merupakan titipan yang dapat dimanfaatkan oleh bank dengan resiko sepenuhnya berada pada Bank Syariah atau dikenal dengan istilah Al-wadiah yad Adh-dhamanah. Dana tabungan dapat bersifat wadi’ah yad adh-dhamanah dan dapat bersifat Al Mudharabah. Dana Deposito bersifat Al-Mudharabah yang apabila ditempatkan pada Al-Murabahah,  Al- Muajjal, Al-Bai’-Taqsith, Istishna, atau  as Salam dapat diperhitungkan bagi hasilnya setiap bulan atau pada saat jatuh tempo. Dana mudharabah muqayyadah (RIA) dapat bersifat on balance sheet dan dapat pula bersifat of balance sheet (sahibul maal bermitra langsung kepada mudharib, bank hanya menerima fee karena sebagai perantara).
Dana-dana yang berasal dari investor (sahibul maal) tersebut di atas yang dikelola oleh Bank syariah semuanya dengan system bagi hasil yang  dapat diperhitungkan setiap bulan (URIA) atau saat jatuh tempo deposit dan dapat juga setiap akhir tahun yang besarnya tergantung pada keuntungan yang diperoleh Bank syariah, besarnya deposit dan jangka waktunya.

3.2.          Sistem Penyaluran dana
            System penyaluran dana pada perbankan konvensional sangat sederhana, yaitu meliputi pemberian kredit, penempatan dana dalam bank lain dan surat-surat berharga yang berorientasi pada bunga. Hal ini sangat berbeda pada system penyaluran dana perbankan syariah yang menjauhkan diri dari bunga atau riba. Menurut Amir Mahmud dan Rukmana (2010 : 89) bahwa
…kinerja penyaluran dana masyarakat yang berupa pembiayaan musyarakah, mudharabah, piutang murabahah, piutang salam, piutang istishna dan lainnya. Pembiayaan tersebut merupakan investasi bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, penyaluran juga berupa penempatan pada bank lain.

Skema produk perbankan syariah secara alami merujuk kepada tiga kategori kegiatan ekonomi, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Usaha yang bersifat produktif difasilitasi melalui skema profit sharing yaitu mudharabah dan partnership (musyarakah). Usaha yang bersifat distributif memanfaatkan hasil-hasil produk, dilakukan melalui skema jual-beli (murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah). Yang bersifat Konsumtif berupa barang yang ready stock dapat difasilitasi melalui murabahah, salam untuk goods in process berjangka pendek serta istishna untuk goods in process berjangka panjang. Sedangkan bila bersifat konsumtif berupa jasa, maka dapat difasilitasi melalui ijarah. 
1).  Al Murabahah (jual-beli) atau Al Bai’
Menurut M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan (2008 : xxiii) bahwa istilah umum bagi model pembiayaan berbasis jual-beli di dalam system keuangan Islam. Al Bai  tidak mensyaratkan pemberitahuan kepada pembeli tentang keuntungan barang. Bila keuntungan penjual diberitahukan kepada pembeli pada awal akad, disebut Al Murabahah (Adiwarman Azwar Karim ,2008 : 73).
Kegiatan bisnis prinsip murabahah dan ijarah menggunakan Teori Pertukaran ( Adiwarman A. Karim ,2008 : 70-74). Dalam akad Jual-beli ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling mempertukarkan assetnya, baik real asset (ayn) maupun financial asset (dayn) dan masing-masing pihak tetap berdiri sendiri (tidak saling bercampur membentuk usaha baru).
Al-Murabahah atau Al Bai’ (jual-beli) merupakan konsep bisnis Natural certainty Contracts, di mana cash flow, timing-nya, dan tingkat return investasinya dapat dipastikan. Konsep bisnis ini menggunakan Teori Pertukaran yang bila ditinjau dari segi objek pertukarannya,  dapat diidentifikasikan atas 3 jenis,   Yaitu
1.         Pertukaran real asset (ayn) dengan real asset (ayn) = ayn + ayn
2.         Pertukaran real asset (ayn) dengan financial asset (dayn)
3.        Pertukaran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn)
Real asset terdiri dari 2 jenis yaitu barang dan jasa, sedang financial asset juga terdiri dari 2 jenis yaitu uang dan bukan uang (surat berharga). Bila objek pertukaran real asset (ayn) adalah barang dengan financial asset (dayn) adalah uang, maka disebut jual beli. Bila yang dipertukarkan adalah jasa dengan financial asset (dayn) adalah uang, maka disebut sewa-menyewa atau upah-mengupah.  Baik berupa barang maupun jasa harus ditetapkan akadnya  pad awal pembuatan akad dengan pasti, mengenai jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), waktu penyerahannya (time of delivery). Kontrak-kontrak ini menawarkan return yang tetap dan pasti, seperti akad jual-beli (al Bai’, Salam dan Istishna),  Akad sewa-menyewa (ijarah dan Ijarah Muntahia Bit-tamlik/IMBT), sehingga disebut Natural Certainty contracts (NCC).
Prinsip jual beli atau al murabahah dikenal 5 macam, yaitu :
1.            Al Bai’ Naqdan yaitu jual-beli  barang secara tunai pada saat ini
2.            Al Bai’ muajjal yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran tangguh secara lump sum (barang diterima duluan, pembayaran secara lump sum belakangan),
3.            Al Bai’ Taqsith yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran tangguh secara angsuran (barang diterima duluan, pembayaran secara cicilan belakangan),
4.            Al Bai’ Salam yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran secara lump sum di muka sebelum barang diterima  (pembayaran duluan secara lump sum, barang belakangan).
5.            Al Bai’ Istishna yaitu system jual-beli barang dengan pembayaran secara angsuran di muka sebelum barang diterima (pembayaran secara cicilan duluan, barang belakangan)
Transaksi Al Bai’Naqdan biasanya dilakukan antara supplier dengan Bank Syariah dengan maksud untuk dijual kembali oleh Bank Syariah kepada nasabahnya dengan pembayaran berjangka, baik secara muajjal maupun secara taqsith. Dalam hal ini harga disepakati terlebih dahulu antara bank syariah dengan nasabahnya (pembeli) termasuk keuntungan bagi Bank Syariah. Cash flow dan timing-nya dalam transaksi ini dapat ditentukan, maka sumber dana yang dapat digunakan dalam transaksi ini adalah URIA (unrestricted investment account)  yang memungkinkan dilakukan pembagian hasil setiap bulan
Transasi jual-beli as- salam biasanya transaksi ini dilakukan oleh Bank dengan supplier berdasarkan pesanan nasabah dengan pembayaran lebih dahulu sebelum barang diserahkan atau antara bank dengan kontraktor bangunan atas pesanan nasabah. Hal ini juga biasa terjadi bila petani (nasabah) memerlukan dana sebelum  hasil pertaniannya dipanen, tapi kuantitas, kualitas dan harga ditetapkan terlebih dahulu dalam akad as-salam.
Transaksi istishna dapat diterapkan pada nasabah yang memerlukan pembangunan rumah atau bangunan, bank membayar kontraktor secara bertahap sesuai dengan bangunan yang telah diselesaikan. Pada akhir pembangunan (periode) pembayaran dari bank lunas dan kontraktor menyerahkan rumah kepada bank untuk selanjutnya diserahkan kepada nasabah dengan harga yang telah disepakati terlebih dahulu termasuk keuntungan bank.
2). Ijarah (sewa-menyewa)

Bila yang dipertukarkan adalah jasa dengan financial asset (dayn) adalah uang maka disebut sewa-menyewa atau upah-mengupah.
- Ijarah : sewa tanpa peralihan kepemilikan dan tidak memperhitungkan kinerja, misalnya upah harian, sedangkan  ijarah yang memperhitungkan kinerja disebut ju’alah misalnya upah borongan.
- Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (IMBT) : sewa yang memungkinkan peralihan kepemilikan pada akhir periode kontrak.

3).  Al-Musyarakah dan Al-Mudharabah
Konsep bisnis Natural Uncertainty Contracts, di mana cash flow, timing-nya, dan tingkat return investasinya tidak dapat dipastikan karena sangat bergantung pada hasil investasi. Konsep bisnis ini menggunakan Teori Percampuran, yang bila ditinjau dari segi objek percampurannya,  dapat didentifikasi atas 3 jenis, yaitu :
1.      Percampuran real asset (ayn) dengan real asset (ayn) = ayn + ayn
2.      Percampuran real asset (ayn) dengan financial asset (dayn) = ayn + dayn
3.          Percampuran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn) = dayn+dayn
a.       Percampuran ayn dengan ayn :
Percampuran ayn dengan ayn misalnya terjadi pada syirkah ‘abdan, yaitu seorang tukang batu bekerjasama dengan tukang kayu dalam membangun sebuah proyek perumahan, keduanya sama-sama menggabungkan tenaga dan keahliannya. Keuntungan dan kerugian ditnggung bersama berdasarkan nisbah yang telah ditentukan di awal kerjasama.
b.      Percampuran Ayn dengan Dayn.
Percampuran ayn (real asset) dengan dayn (financial asset) dapat berbentuk syirkah mudharabah dan syirkah wujuh.
Syirkah Al-Mudharabah artinya dua orang yang berserikat mencampurkan modal mereka. Seorang yang memiliki modal harta (dayn) disebut sahibul maal  dengan seorang yang memiliki modal jasa keahlian atau keterampilan (ayn) yang disebut mudharib, dirumuskan ( Rp x + A). Keuntungan yang diperoleh dari usaha kerjasama ini dibagi berdasarkan nisbah, Sedangkan kerugian usaha hanya dibebankan kepada sahibul maal. Mudharib hanya menderita kerugian jasa (tenaga dan keahlian tidak mendapat imbalan).
Syirkah Wujuh pihak yang berserikat mencampurkan modal dengan reputasi atau nama baik seseorang ( Rp x + *F). Pemilik modal memperoleh keuntungan bagi hasil dengan pemilik modal jasa berupa reputasi baik berdasarkan nisbah yang telah ditentukan di awal kerja sama, bila usaha mengalami kerugian maka kerugian hanya dibebankan kepada sahibul maal.  Demikian juga pada Al-Muzara’ah, Al-Mukhabarah dan Al-Musaqat = perjanjian bagi hasil antara pemilik lahan dengan penggarap.
c.         Percampuran dayn dengan dyan.
Percampuran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn) dapat berbentuk syirkah mufawadah, syirkah ‘inan.
Syirkah Mufawadah artinya dua pihak atau lebih yang berserikat mencampurkan modal yang sama jumlahnya, masing-masing memperoleh keuntungan atau bagi hasil yang sama besarnya dan kerugian juga sama besarnya, dirumuskan ( Rp x + Rp x).
Syirkah inan  pihak yang berserikat mencampurkan modal yang tidak sama jumlahnya, dirumuskan (Rp x + Rp Y), keuntungan bagi hasil tidak sama besarnya berdasarkn nisbah dan kerugian juga secara proporsional dengan jumlah modal yang disetorkan
Syirkah dayn dengan dayn lainnya adalah financial asset non uang (surat berharga) yang digabungkan, misalnya saham PT x dengan saham PT Y .














BAB 3
ANALISIS KINERJA PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA
BANK SYARIAH MANDIRI
A.     Pelaksanaan Fungsi Utama Perbankan
Lembaga keuangan bank adalah suatu badang usaha yang seluruh kegiatannya ditujukan pada bidang jasa keuangan, sehingga analisa terhadap kinerja lembaga perbankan seyogyanya juga berobyek pada laporan keuangan atau neraca perbankan baik bank konvensional maupun perbankan syariah yang meliputi fungsi penghimpunan dana dan fungsi penyaluran dana kepada dunia usaha atau masyarakat.
1.        Kinerja Penghimpunan Dana
Fungsi menghimpun dana dari masyarakat merupakan salah satu fungsi utama dan kewajiban bagi perbankan menurut UU No 7/1992 dan UU No 21/2008.  Penelitian yang dilakukan terhadap Neraca publikasi Desember 2011 atas 17 bank konvensional dan 17 bank syariah dengan data yang tertuang dalam tabel 1 dan tabel 2 memberikan informasi, sebagai  berikut
1.      Bila angka persentase dihitung dari perbandingan antara dana yang terhimpun masing-masing bank syariah dengan  total dana 17 Bank Syariah, maka Bank Syariah Mandiri (selanjutnya disingkat BSM) menduduki peringkat pertama dalam penghimpunan dana yaitu sebesar Rp 42,1 trilyun  (39,03 %), disusul oleh BMI Rp 29,1 trilyun (27,02 %).
2.      Bila total dana BSM dibandingkan dengan total dana masing-masing Bank Konvensional papan atas, maka BSM menduduki peringkat 12, satu tingkat di bawah Bank Bukopin. BSM berada pada level bank konvensional BTN, Bank Mega, Bukupin, Hongkong & Shanghai Bank dan Citibank.
3.      Bila perhitungan ditujukan kepada jenis dana simpanan masyarakat yang terhimpun pada Bank Syariah Mandiri, maka jenis dana yang mendominasi adalah Deposito Mudharabah Rp 23.5 trilyun ( 55,83 %) disusul dengan Tabungan Mudharabah Rp 13.5 trilyun (32,07 % ), Giro wadi’ah Rp 4.6 trilyun atau 10,9 % dan tabungan wadi’ahRp 512 milyar atau  1,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat berinvestasi (mudharabah) melalui Bank syariah Mandiri cukup tinggi.
Angka dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 berikut :










Tabel 1
Dana Masyarakat yang Terhimpun Melalui Bank Syariah
Sampai dengan  Tahun 2011
(Dalam milyaran rupiah)


Wadiah
Wadiah
                    Mudharabah
 Mudharabah

No
Nama Bank
Giro
Tabungan
Tabungan
Deposito
Total
1
BSM
       4,584
               512
        13,513
23,525
     42,134
2
B M I
       2,506
               848
           6,257
19,556
     29,167
3
BRI Syariah
           516
           1,387
              103
7,901
        9,907
4
B N I Syariah
           895
               218
           2,398
3,245
        6,756
5
Mega Syariah
       1,035
               583
              364
2,995
        4,977
       6
Cimb Niaga

               917
              233
3,228
        4,378
7
Bukopin Syariah
           103
               203
                 65
1,917
        2,288
8
BJB Syariah
           175
                 72
              201
1,771
        2,219
       9
Sumut

               134
              238
622
           994
10
BCA Syariah
           106
                 48
                 38
678
           870
     11
Sinar Mas

                    9
                 19
765
           793
    12
B.Aceh

               257
              289
127
           673
   13
Danamon syariah
           159
                  -  
              150
362
           671
    14
DKI

               208
              113
334
           655
    15
Kaltim

                 54
              302
212
           568
  16
Victoriah Syariah
             30
                  -  
                   5
430
           465
    17
Panin Syariah
             19
                  -  
                   8
393



Jumlah
10.128
5.450
24.296
68.061

107.935
Sumber data : Neraca publikasi melalui internet, diakses tgl 8 Januari 2013








Tabel 2
Dana Masyarakat yang Terhimpun Melalui Bank Konvensional
 Sampai Dengan  Tahun 2011
(Dalam milyaran rupiah)
No
Nama Bank
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
Total






1
MANDIRI
     89,152
       149,088
      141,995
        380,235
2
B R I
     75,574
       152,474
      144,036
        372,084
3
B C A
     76,049
       172,990
        74,418
        323,457
4
B N I
     64,999
         78,932
        80,970
        224,901
5
CIMB NIAGA
     30,412
         26,835
        70,406
        127,653
6
DANAMON
     14,007
         23,240
        50,747
          87,994
7
PANIN
     16,223
         31,794
        37,520
          85,537
8
B I I
     12,497
         17,590
        39,988
          70,075
9
B T N
     13,070
         14,548
        31,032
          58,650
10
MEGA
       9,278
         13,889
        26,461
          49,628
11
BUKOPIN
       7,950
         10,829
        26,859
          45,638
12
HK&SHANGHAI
     16,023
           7,788
        15,279
          39,090
13
CITIBANK
     18,591
           6,825
        12,862
          38,278
14
BTPN
           436
           5,556
        29,505
          35,497
15
STD.CHARTER
       9,803
           3,722
        12,225
          25,750
16
BANK OF TOKYO
     11,381
                  -  
           5,965
          17,346
17
Deutsche Bank AG
       5,722
                  -  
           4,108
            9,830

 Total
471.167
716.100
804.376
1.991.643

         Sumber data : Neraca publikasi melalui internet, diakses tgl 8 Januari 2013

2.        Kinerja Penyaluran Dana 
Pola penyaluran dana bank konvensional meliputi pemberian kredit eksploitasi dan investasi, penempatan pada Bank-Bank Lain, pembelian saham perusahaan lain. Sedangkan pola penyaluran dana perbankan syariah meliputi, murabahah, musyarakah, mudharabah, ijarah, saham dan jasa-jasa bank.
Tabel 3 dan tabel 4 berikut memberikan gambaran tentang besarnya penyaluran dana masing-masing dari 17 bank konvensional yang akan dijadikan sebagai pembanding bagi besarnya penyaluran dana masing-masing dari 17 bank syariah.
1.               Berdasarkan data table 3, BSM menduduki posisi teratas dalam  penyaluran dana, yaitu mencapai sebesar Rp 36,5 trilyun  ( 37,94 % ),  disusul  BMI  Rp 22,4 trilyun  (23,30 %), BRI Syariah Rp  11,3 Trilyun ( 11,74 % ).
2.               Bilamana penyaluran dana BSM dipersandingkan dalam jajaran  Bank Konvensional, maka akan tampak BSM menduduki peringkat 15  dalam jajaran 17 bank konvensional papan atas di Indonesia.
3.               Bila ditinjau dari  pola penyaluran dana Bank Syariah Mandiri, maka tampak bisnis murabahah yang mendominasi Rp 19,6 trilyun (53,7 %), disusul dengan bisnis mudharabah dan musyarakah Rp 9,9 trilyun (27,1 % ), ijarah Rp 265 milyar (0,7 %) dan Istishna Rp 80 milyar (0,2 %). Qardh mencapai Rp 6,5 trilyun (17,8 %). Data ini mnunjukkan bahwa perbankan syariah menyalurkan dana lebih dominan pada bisnis murabahah, mudharabah dan musyarakah, hal ini berarti masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan oleh BSM.
4.               Pemberian kredit tanpa bunga (qardh) oleh BSM jumlahnya cukup signifikan yaitu mencapai Rp 6,5 trilyun atau 17,8 % dari seluruh dana yang disalurkan, hal ini berarti bahwa Bank Syariah Mandiri telah melakukan fungsi sosial yang cukup berarti dalam menolong ummat yang tidak mampu. Namun demikian harus disadari juga, bahwa pinjaman qardh akan berpengaruh pada analisa efisiensi dan ROA (Return On Assets ). Analisa efisiensi, yaitu komponen beban operasional dibandingkan dengan komponen pendapatan operasional (BOPO), dan Analisa ROA, maerupakan perbandingan antara perolehan hasil usaha dengan total assets. Kedua analisa tersebut pada akhir tahun 2011 memberikan informasi,  bahwa Bank Syariah Mandiri yang hanya menduduki peringkat 8 (delapan).
Tabel 3
Dana  Tersalurkan ke dalam Masyarakat Melalui  Bank Syariah
 Sampai  Dengan Akhir Tahun 2011
(Dalam milyaran rupiah)
No
Nama Bank
Murabahah
Istishna
Qardh
Ijarah
Pembiayaan
Total
%
1
B S M
          19,635
                 80
        6,529
               265
            9,963
           36,472
        37.94
2
B  M  I
          10,197
                 77
        1,955
               329
            9,841
           22,399
        23.30
3
BRI Syariah
            7,462
                 41
        1,957
                 67
            1,760
           11,287
        11.74
4
B N I Syariah
            3,143
                  -  
           846
               312
                968
             5,269
          5.48
5
Mega Syariah
            3,415
                  -  
           607
                  -  
                  72
             4,094
          4.26
      6
Cimb Niaga
            2,644


               148
                480
             3,272
          3.40
7
BJB Syariah
            1,148
                 10
           391
                 94
                505
             2,148
          2.23
8
Bukopin Syariah
            1,280
                  -  
                1
                  -  
                631
             1,912
          1.99
9
Maybank syariah
                990
                 17
               -  
                 39
                   -  
             1,046
          1.09
    10
BPD DKI
                142


               590
                293
             1,025
          1.07
      11                
BPD.Aceh
                958


                    9
                     8
                 975
          1.01
12
Danamon syariah
                123
                  -  
               -  
                  -  
                820
                 943
          0.98
     13
BPD  Sumut
                329


               159
                392
                 880
          0.92
14
BCA Syariah
                419
                  -  
               -  
               183
                208
                 810
          0.84
15
Panin Syariah
                485
                  -  
               -  
                  -  
                302
                 787
          0.82
     16
Sinar Mas
                640


                 83
                     2
                 725
          0.75
     17
BPD  SumBarat
                606


                    4
                  21
                 631
          0.66

T o t a l
          53,616
              225
     12,286
           2,282
          26,266
           94,675

                Sumber data : Neraca publikasi melalui internet, diakses tgl 8 Januari 2013


Tabel 4
Dana  Tersalurkan kepada Masyarakat Melalui Bank Konvensional
 Sampai dengan AkhirTahun 2011
(Dalam milyaran rupiah)
No
Nama Bank
Kredit
Srt.Berharga
Total
%
1
MANDIRI
      273,807
     86,348
        360,155
        19.12
2
B R I
      283,877
     45,716
        329,593
        17.50
3
B C A
      202,269
     55,585
        257,854
        13.69
4
B N I
      158,165
     44,288
        202,453
        10.75
5
CIMB NIAGA
      120,195
     11,249
        131,444
          6.98
6
DANAMON
        86,700
        6,995
           93,695
          4.97
 7
PANIN
        70,818
     13,828
           84,646
          4.49
8
B I I
        62,574
        7,862
           70,436
          3.74
9
B T N
        59,338
        2,681
           62,019
          3.29
      10
CITIBANK
        26,329
     21,142
           47,471
          2.52
11
BANK OF TOKYO
        40,168
        2,887
           43,055
          2.29
12
MEGA
        31,874
     11,088
           42,962
          2.28
13
BUKOPIN
        38,853
        2,925
           41,778
          2.22
14
HK&SHANGHAI
        30,754
        7,679
           38,433
          2.04
15
STD.CHARTER
        25,680
        9,641
           35,321
          1.88
16
BTPN
        30,199
        2,117
           32,316
          1.72
17
Deutsche Bank AG
           4,543
        5,390
             9,933
          0.53

 T o t a l
  1,546,143
   337,421
     1,883,564

                      Sumber data : Neraca publikasi melalui internet, diakses tgl 8 Januari 2013





BAB 4
P E N U T U P

1.         KESIMPULAN
Setelah dua puluh tahun Perbankan Syariah beroperasi dan pemerintah telah mendorong melalui revisi beberapa kali Undang-Undang perbankan  dan akhirnya melahirkan Undang-Undang perbankan syariah tersendiri serta merevisi Undang-Undang Bank Indonesia, tampak perbankan syariah telah berkembang cukup significant,  dana yang terhimpun dan penyalurannya  semakin berkembang ditandai dengan munculnya Bank Syariah Mandiri  menduduki peringkat pada jajaran 12 dalam penghimpunan dana dan peringkat 15 dalam penyaluran dana di antara 17 bank konvensional papan atas.
Produk-produk Bank Syariah Mandiri yang dominan dalam fungsi menghimpunan dana masyarakat adalah deposito dan tabungan mudharabah,  sedangkan dalam fungsi penyaluran dana didominasi bisnis murabahah dan bisnis mudharabah. Hal imi menunjukkan bahwa masih terbuka potensi yang cukup besar untuk lebih berkembang.
2.         S A R A N
Sosialisasi secara intensif mengenai produk-produk bank syariah masih perlu dilakukan, khususnya mengenai  produk penghimpunan dana seperti akad wadi’ah yad adh-dhamana dan produk-produk penyaluran dana seperti  pembiayaan musyarakah, mudharabah, ijarah muntahia bittamlik (IMBT), istishna dan salam.
DAFTAR PUSTAKA
Afzalur Rahman. Economic Doctrines of Islam. Diterjemahkan oleh Soeroyo dan Nastangin. Doktrine Ekonomi Islam, Jilid 4.1996. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta.
Adiwarman  Azwar  Karim.  2008.  Bank  Islam  Analisis  Fiqih  dan  Keuangan.  RajaGrafindo     Persada. Jakarta.
Amir Mahmud dan Rukmana. 2010. Bank Syariah. Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Andri Soemitra. 2010. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula. 2006. Syariah Marketing.  Mizan Pustaka. Bandung
M. Arifin Hamid.2007.Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia.Prospektif Sosia-Yuridis. Elsas. Jakarta
Hasan Aedy. 2007. Indahnya Ekonomi Islam. Alfabeta. Bandung.
Herbert A. Simon. 1984. Administrative Behavior (diterjemahkan oleh St. Dianjung). Bina Aksara. Jakarta.
Muchdarsyah Sinungan. 1987. Uang dan Bank. Bina Aksara.Jakarta.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Muhammad Syafi’I Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Jakarta. 
Rahmadi Usman. 2012.Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Sinar Grafika.Jakarta
Umaer Chapra dan Tariqullah Khan. 2008. Regulasi & Pengawasan Bank Syariah. Bumi Akasara. Jakarta.



PRODUK-PRODUK UNGGULAN DAN PERINGKAT BANK SYARIAH MANDIRI DALAM JAJARAN  PERBANKAN KONVENSIONAL
DITINJAU DARI KINERJA PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA


D
I
B
U
A
T

Oleh
Drs. H. Tadjuddin Malik, SH.MH
Polewali Mandar
2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar